Imelda menatap orang yang berada dihadapannya dengan prihatin. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa Lina bisa berada diatas kasur itu dengan berbagai alat medis menempel ditubuhnya.
Gadis yang terkenal ramah dan periang itu kini harus terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit dengan beberapa luka diwajahnya.
Andaikan malam itu dia yang pergi memebeli bahan-bahan dapur, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini. Mungkin Lina masih bisa tersenyum dan tertawa bersamanya.
"Lin! Gustiii, kenapa kamu bisa kaya gini sihh!"
Bak Imas masih saja histeris ketika melihat keadaan Lina seperti ini. Wanita itu belum berhenti menangis sejak tadi dan Imelda memakhlumi itu.
"Bak udah dong. Nanti kita ditegur loh sama orang gara-gara embak nangis terus kaya gini." Kata laki-laki yang berada disebelah Bak Imas.
"Kamu gak tau Dib gimana perasaan Embak." Kata Bak Imas kepada laki-laki bernama adib disebelahnya.
Laki-laki berusia sepantaran dengan Lina itu berdecak sebal. Dari tadi ia berusaha menenangkan Bak Imas namun nyatanya tetap tak bisa.
"Kak, Lina kenapa bisa gini?" Tanya Imelda yang membuat Adib menoleh kearahnya.
"Kabar yang gue dapet sih Lina korban tabrak lari. Dia ditabrak truk pas mau nyebrang jalan sehabis beli bahan-bahan dapur." Jawab Adib.
"Terus sekarang pelakunya udah ketangkep?"
"Udah, Mas Panji lagi liat pelakunya dikantor polisi."
Imelda memanggut-manggutkkan kepalanya mengerti. Melihat kondisi Lina yang seperti ini membuat dirinya teringat kepada Mamanya.
Dulu, sebelum ajal menjemput. Kila juga pernah berbaring diatas ranjang rumah sakit beberapa hari dengan berbagai alat medis menempel ditubuhnya.
Suara pintu ruangan yang dibuka oleh seseorang membuat lamunan Imelda membuayar dan mengalihkan pandangannya kearah pintu.
"Gimana Mas?" Tanya Adib ketika melihat Panji melangkah mendekati mereka.
"Ya gitu, supir truk itu ternyata mabuk dan gak sadar kalo ada Lina lagi nyebrang jalan." Jawab Panji lalu berdiri disamping Imelda "Kapan kesini Mel?"
"Tadi Mas." Jawab Imelda.
"Galen kemana gak ikut? Biasanya dia ngikutin mulu sama kamu."
"Dia lagi nemenin Ratu main timezone."
"Kamu gak cemburu?"
Kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Panji membuat Imelda sedikit terkejut.
"Hah! Cemburu? Buat apa?"
"Yakan siapa tau aja kamu punya perasaan sama Galen. Abis kalian deket banget."
Imelda tertawa garing "Kita cuma temenan Mas, gak lebih."
"Yang bener Mel? Kok gue liat kaya ada seuatu yang sama kalian?"
"Apaa sih lo kak! Gue sama Galen cuma temen gak lebih."
Adib terkekeh begitupula dengan Panji. Bagai mana bisa mereka tak menyangka seperti itu sedangkan keduanya sangat dekat.
"Tiati Mel, nanti frienzone lagi."
"Frienzone itu gak enak loh Mel." Bak Imas ikut bergabung, dan tangisannya sudah terhenti.
"Udah nangisnya Bak?" Tanya Panji sedikit meledek.
"Udah Mas, lama-lama capek juga nangis. Sedangkan Lina gak bangun-bangun."
"Lagian embak buat apa nangis. Lina gak butuh air mata kita, yang dia butuhin doa dari kita semua."
"Betul Mas, saya setuju tuh." Kata Adib "Bak Imas mah terlalu dramatis orangnya. Mohon makhlum aja, dia kan mau jadi artis tapi gak jadi." Lanjutnya diselingi tawanya.
Panji dan Imelda ikut terkekeh. Adib memang sangat pandai mencairkan suasana, sama hal'nya dengan Galen. Hanya saja Adib tak pernah modus, sedangkan Galen selalu saja modus.
Contohnya saat dirinya membonceng Imelda, maka laki-laki itu akan meminta Imelda memeluk pinggangnya dengan alasan agar nyaman dan agar tidak terjatuh.
Ditengan candaan itu, pintu ruangan Lina kembali terbuka dan muncullah sosok Galen dari balik pintu itu.
"Assalamu'alaikum." Ucapnya sambil melangkah mendekati mereka.
"Wa'alaikumssalam." Jawab Mereka dengan serempak.
"Yaelah si Lina enak banget tidurnya." Ucap Galen.
"Heh anak semut, Lina bukan tidur. Dia lagi koma bego." Jawab Panji.
"Leh, bohong dia mah. Sediain deh kompor, sayuran, sama alat-alat masak, dijamin nih orang bakal bangun."
Panji yang gemas dengan ucapan sepupunya pun langsung memukul kepala Galen. Posisi Galen yang berada dihadapannya membuat Panji dengan mudah melancarkan aksinya.
"Lo kira Lina lagi main film komedi." Kata Panji.
"Udah ih, berisik tau gak kalian tuh!" Lerai Imelda.
Galen menoleh kearah Imelda "Mel, jauh-jauh dari Panji. Nanti bisa ketularan virus tbc dia." Kata Galen lalu melangkah mendekati Imelda dan Panji setelah itu berdiri diatara tengah-tengah mereka.
"Yaelah Len, bilang aja lo cemburu liat Mas Panji deket-deketan sama Imelda." Ledek Adib.
"Asal aja lo kalo ngomong. Gue itu gak mau temen gue ketularan virus tbc saudara gue."
"Lo kira gue penyakitan len?" Tanya Panji sambil mendekat ke arah Galen lalu mencekik leher belakang Galen.
"Woyy tolol! Lo mau bunuh gue?!"
"Galen berisik!" Kata Imelda.
"Mel tolong dong!" Galen mengadu kepada Imelda namun rupanya gadis itu tak perduli.
"Bodo amat! Salah sendiri ngatain Mas panji."
"Mampus lo Len!" Kata Mas Panji lalu melepaskan cekikannya.
Galen menghirup udara dengan banyak, sebentar lagi saja Panji tak melepaskan cekikannya maka sudah dipastikan bahwa dirinya akan menjadi teman sekamar Lina.
"Gila lo Panci!" Katanya.
"Nama gue Panji bego!"
"Ohh lo baru sadar kalo lo itu bego." Galen tersenyum meremehkan.
Panji berdecak sebal, kenapa juga dirinya salah bicara "Maksudnya nama gue Panji buka Panci."
"Buk--"
"Galen stop it! Berisik tau." Imelda menyela ucapan Galen agar laki-laki itu berhenti bicara.
"Oke!" Jawab Galen lalu mengunci mulutnya rapat-rapat.
Adib, Panji, dan Bak Imas yang melihat itu menahan tawanya.
"Gue baru tau kalo lo penurut len." Kata Panji sambil menepuk-nepuk bahu Galen.
"Diem, jangan mancing-mancing gue." Kata Galen.
"Emang lo ikan sampe harus dipancing-pancing?" Tanya Adib.
"Lo juga diem pantat perong." Kata Galen yang membuat tawa Bak Imas meledak.
"Mas Galen tahu pantat perong toh?" Tanya Bak Imas.
"Tahu lah!" Katanya "Tuh kaya pantat orang disebelah saya." Mata Galen melirik kearah Panji.
"Lo ngatain gue?" Tanya Panji.
"Enggak, siapa yang ngatain lo." Kata Galen.
"Lo bilang kaya pantat orang disebelah lo. Itu tandanya gue kan."
"Lo ngerasa?" Tanya Galen "Padahal orang yang ada disebelah gue gak cuma lo."
"Oh jadi lo ngatain gue? Mau gue gantung lo?" Sekarang giliran Imelda yang membuka suara.
Galen menepuk dahinya, kenapa juga dia tidak menyadari bahwa Imelda juga berada disampingnya. Dan kenapa juga dia tidak mengatakan ia saat Panji bertanya bahwa dirinya meledek sepupunya itu.
"Aduh, tiba-tiba gue kebelet. Gue ketoilet dulu yah."
Tanpa menunggu jawaban, Galen langsung berlari meninggalkan ruangan itu.
Tawa mereka seketika meledak ketika melihat Galen yang berlari terbirit-birit karena takut terkena amukan Imelda.
Sedangkan Imelda menghela nafas panjang lalu menggeelng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya itu.