Setelah memastikan Ratu meminum obatnya dengan benar, Imelda memutuskan untuk pergi kerooftop karena dirinya sedang malas mengikuti jam pelajaran matematika.
Gadis itu menjatuhkan bokongnya disofa yang sudah lusuh dan rusak yang berada dirooftop yang menghadap langsung kepemandangan kota.
Gadis dengan rambut ombre merah maroon itu menyenderkan tubuhnya dikepala sofa, melipat kedua tangannya didepan dada dan memejamkan matanya menikmati angin sepoy-sepoy karena kebetulan hari ini cuaca tak begitu panas dan agak sedikit mendung. Mungkin sebentar lagi satu-persatu air akan turun dari awan hitam yang menggumpal itu.
Imelda mengela nafas panjang, lalu menegakan duduknya dan menyanggah dagunya. Kebiasaan bolos dari jam mata pelajaran sudah dia terapkan semenjak masuk SMA dan artinya kebiasaan itu sudah berjalan tiga tahun lamanya.
Bisa saja satu hari Imelda tidak mengikuti pelajaran sama sekali, bisa juga hanya mengikuti beberapa pelajaran yang hanya dia minati, namun terkadang dia juga bisa full mengikuti semua mata pelajaran dalam sehari.
Semua tergantung dengan mood gadis itu. Jika mood'nya sedang baik maka sekolahnya akan berjalan dengan lacar. Jika mood'nya sedang rusak maka gadis itu menyeleneh kemana-mana. Namun rupanya tak ada mood dan hari baik bagi Imelda. Menurut gadis itu semua hari-harinya sama saja. Monoton dan tak berwarna.
Imelda memijat kepalanya, mencoba menghilangkan fikiran-fikiran yang hanya membuat kepalanya terasa sakit.
Gadis itu merongoh saku bajunya, mengeluarkan tablet obat dari sana. Imelda tersenyum miring, lalu melempar obat itu kesembarang arah.
"Apa kerjaan lo cuma diem dan ngelamun dirooftop doang?"
Suara itu berhasil mengalihkan pandangan Imelda kearah orang yang berdiri didepan pintu rooftop.
Orang itu memasukan kedua tangannya kedalam kedua saku celananya, lalu dengan santainya dia melangkah mendekati Imelda dan berdiri didepan gadis itu.
Imelda memandang orang itu tajam. Ketika dia bangkit dari duduknya dan akan melangkah pergi, tangannya ditarik oleh orang itu hingga membuat dirinya kembali terduduk.
Nafas Imelda berubah menjadi naik turun, untuk beberapa saat keduanya saling beradu tatapan tajam.
"Apa lo disekolahin cuma untuk main-main?" Tanya orang itu dengan nada penuh penekanan dan sorot mata tajam.
"Apa urusan lo?!" Jawab Imelda dengan suara yang tajam "Apa lo hidup hanya untuk mengganggu gue?" Lanjutnya.
Laki-laki itu tersenyum miring lalu membuang tatapannya kearah lain "Jangan kege-eran" Katanya lalu kembali menatap Imelda "Gue osis, jadi gue bakal ganggu hidup siapa saja yang berani melanggar peraturan sekolah ini" Lanjutnya.
"Apa disini cuma gue murid yang nakal? Apa gak ada yang lain?" Tanya Imelda.
"Banyak" Jawab laki-laki itu dengan cepat "Tapi lo yang paling parah" Lanjutnya.
"Dengar saudara Vega Arleno Putra, gue gak tahu 'separah' apa gue dimata lo. Tapi yang gue tahu, banyak murid lain yang melakuka kenakala lebih parah dari gue" Imelda sengaja menekanan nada disetiap katanya.
Laki-laki bernama Vega yang menyandang sebagai ketua osis itu membalikan badannya, mengambil obat yang tadi dibuang oleh Imelda lalu membawanya mendekat kearah Imelda.
Vega mengangkat obat itu hingga sejajar dengan wajahnya "Lo terbukti meminum obat-obatan" Katanya.
Imelda tertawa hambar. Dia tidak tahu apa isi fikiran anak tetangganya itu.
"Heyy" Seru Imelda "Bukannya lo pinter? Lo bisa baca obat itu hanya obat pusing biasa, bukan obat-obatan terlarang" Kata Imelda.
Vega menurunkan tangannya "Lantas, kenapa lo membuangnya?"
"Gue gak tau apa yang ada dikepala lo itu. Yang jelas cara lo buat nyari topik pembicaran dan masalah sama gue sangat basi. Lo jelas-jelas bisa baca kalo itu cuma obat paracetamol. Dan kenapa gue buang? Karena obat itu gak berfungsi sama sekali buat gue" Jelas Imelda lalu bangkit dari duduknya lalu melangkah pergi.
Vega menghela nafas panjang, sebelum akhirnya mengatakan apa yang ingin dia katakan dari tadi.
"Temen lo! Ratu dibawa kerumah sakit"
Perkataan yang baru saja keluar dari mulut Vega berhasil membuat langkah Imelda terhenti.
"Asmanya kambuh, dan langsung dilarikan kerumah sakit"
Imelda mengepalkan tangannya lalu memutar kepalanya kearah Vega. Imelda menatap Vega tajam.
'Vega sialan!' Batin Imelda lalu setelah itu berlari keluar rooftop.
Imelda bersumpah akan mengutuk orang bernama Vega itu karena telah memuat-mutar percakapan dan tak langsung memberi tahunya jika Ratu dilarikan kerumah sakit.
Sedangkan Vega menghela nafas gusar lalu mengangkat obat itu lagi. Laki-laki itu tersenyum lalu membuang kembali obat itu dan melangkah pergi dari sana.
****
Galen memandang wajah pucat yang berada didepannya. Sudah setengah jam, namun gadis yang terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit itu belum membuka matanya juga.
Cklek
Suara pintu yang terbuka berhasil membuat perhatian Galen teralihkan kearah benda putih persegi panjang yang baru saja dibuka dan langsung menampilkan sosok Imelda dengan nafas yang naik turun tak beraturan.
"Gimana keadaannya?" Tanya Imelda sambil melangkah mendekati ranjang Ratu setelah menutup pintu kamar rawat Ratu.
"Seperti yang lo liat" Kata Galen "Lo kemana aja sih? Gue telfon lo tapi angkat-angkat."
"Sorry, tadi gue pergi kerooftop terus hape gue, gue tinggal ditas" Jawab Imelda.
Galen menghela nafas gusar, bukan hanya sekali Imelda lalai seperti ini.
"Harus berapa kali gue bilang, kalo lo pergi kemana-mana bawa hape. Apa fungsinya tuh hape kalo gak lo gunain. Jual aja sekalian!" Ada sedikit nada tinggi diucapan Galen.
"Selow dong! Kok loh malah nyolot gini. Gue tadi tuh lupa bawa hape. Lagian gue fikir tadi Ratu gak akan kambuh asmanya karena dia udah minum obat"
"Gue juga gak akan nyolot kalo gak lakuin kesalahan!" Sentak Galen sambil bangkit dari duduknya hingga membuat kursi yang didudukinya berdecit nyaring diruangan itu.
"Ya elo fikir hidup gue cuma buat jagain Ratu doang hah!" Kata Imelda sambil menaikan nada suaranya "Lo fikir gue gak ada keperluan lain? Lalu apa kabar dengan elo yang langsung pergi kekelas lo tanpa mastiin Ratu minum obatnya dengan benar atau enggak!"
"Yakan elo temen sekelasnya, ya seharusnya lo yang lebih merhatiin dia!"
Imelda muak, sangat muat jika sudah seperti ini. Akan bagai manapun Imelda melawan, dirinya akan tetap disalahkan oleh Galen.
"El---"
"Imel, Galen"
Suara lemah itu membuat ucapan Imelda terhenti. Galen dan Imelda langsung mengalihkan pandangannya kearah Ratu yang kini sudah membuka matanya.
"Ratu" Seru Galen lalu sedikit mencodongkan badannya dan mengelus rambut Ratu "Gimana keadaan kamu? Kamu gak apa-apa?"
Ratu menggelengkan kepalanya dengan lemah "Gak apa-apa kok" Jawabnya "Galen jangan marah-marah sama Imel. Imel gak salah, tadi Imel udah suruh Ratu minum obat kok dan nungguin Ratu sampe minum obat, tapi setelah Imel keluar kelas, tiba-tiba perut Ratu mual terus muntah" Jelas Ratu.
"Pasang telinga lo baik-baik! Ngotak kalo jadi orang, jangan bisanya cuma nyalahin orang lain!"
Setelah mengatkan itu, Imelda melangkah keluar dari ruangan Ratu. Emosinya sungguh sudah berada diubun-ubun namun dia tidak bisa meluapkannya disini.
Perdebatan dengan Galen bukan hanya terjadi kali ini saja. Dirinya dengan Galen sangat sering bahkan hampir setiap hari keduanya selau bertengkar dan Ratu lah yang akan menjadi pemisah keduanya.
Galen menatap pintu kamar rawat Ratu yang baru saja ditutup oleh Imelda. Laki-laki menghela nafas panjang. Apa kah dirinya sudah keterlaluan dengan Imelda?
"Galen"
Galen kembali menengok kearah Ratu lalu tersenyum "Iyah?"
"Minta maaf sama Imelda. Kasian, dia kayaknya lagi ada masalah. Soalnya semenjak tadi pagi keliatannya di murung terus"
Galen menganggukan kepalanya, lalu menengakan badannya. Setelah itu, laki-laki yang akan menginjak angka 18 tahun itu melangkah pergi dari ruangan Ratu dan mencari keberadaan Imelda.
Galen yakin, gadis itu tidak akan pulang. Imelda pasti pergi kerooftop rumah sakit ataupun ketaman rumah sakit.
Pertama, Galen melangkahkan kakinya menuju taman rumah sakit. Namun, sesampainya disana dan berkeliling ketaman itu, dia tidak menemukan sosok Imelda.
Jika sudah seperti ini, sudah dipastikan bahwa gadis itu berada dirooftop. Sebelum melangkah kerooftop, Galen menyempatkan dirinya untuk pergi kekantin rumah sakit lalu membeli 2 cup kopi lalu setelah itu langsung membawanya kerooftop.
Tebakan Galen sangat tepat!
Disaat dia baru saja membuka pintu rooftop, matanya langsung menangkap sosok gadis yang sedang duduk dipembatas rooftop dengan kaki yang sengaja diayunkan kebawah.
Galen tersenyum, lalu melangkahkan kakinya mendekati Imelda dan menyodorkan satu cup kopi kehadapan Imelda ketika dirinya suda berada disamping gadis itu.
Imelda mendongkakan kepalanya, menatap wajah pemilih sebuah tangan dengan sebuah kopi digenggamannya yang tersodor didepan wajahnya.
Galen tersenyum ketika Imelda menatapnya. Laki-laki mengisyaratkan agar Imelda segera menerima kopi yang disdorokannya.
Imelda menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan sebelum akhirnya meraih cup kopi itu.
Galen menjatuhkan bokongnya disamping Imelda. Mengayunkan kakinya mengikuti Imelda.
Untuk beberapa saat, keduanya sama-sama terdiam menikmati fikirannya masing-masing. Hingga pada akhirnta Galen membuka suara terlebih dahulu.
"Sorry." Ucap Galen.
"Buat?" Tanya Imelda tanpa mengalihkan pandangannya dari pemandanhan kota didepannya.
"Tadi" Jawab Galen "Gue gak bermaksud buat marah-marah dan ngebentak lo"
Ujung bibir sebelah kiri Imelda terangkat "It's ok" Ucapnya "Gue tau kok kalo emang disini gue yang salah. Lagian kan, kita emang sering kaya gini. Berantem, adu bacot, terus tanpa ada yang minta maaf lagi kita bakal baikan sendiri kan"
Galen memanggut-manggutkan kepalanya lalu menyeruput kopi miliknya.
Imelda mengalihkan pandangannya kearah Galen "Lo gak nemenin Ratu? Dia sendirian loh"
"Lo ngusir gue?" Tanya Galen.
"Iyah, gue ngusir lo. Pergi sana" Imelda mengibas-ibaskan tangannya lalu kembali menatap kedepan.
"Jangan harap gue pergi" Kata Galen "Jangan ditutup-tutupin lagi Mel, gue sahabat lo. Kita sahabatan udah tiga tahun, kalo ada apa-apa lo cerita jangan diem aja"
Imelda menengok kearah Galen dengan dahi yang berkerut "Maksud lo?"
Galen menghela nafas panjang "Gak usah drama Mel, gue tau lo lagi ada masalah kan?"
Imelda terdiam lalu membuang pandangannya kearah lain. Sepandai-pandainya dia berbohong dan menutupi segalanya, kedua sahabatnya pasti akan selalu mengetahuinya.
"Cerita Mel, jangan dipendem sendirian"
Imelda tersenyum "Lo tenang aja, hati gue udah kebal dengan yang namanya luka" Kata Imelda lalu menoleh kearah Galen.
Entah sudah berapa kali Galen menghela nafas berat. Dia tau bahwa gadis didepannya itu bukan orang yang suka membagi masalah dengan orang lain.
"Mel, gue temen lo. Walaupun kita sering ribut tapi gue tetep care sama lo. Gue juga pengen jadi temen yang berguna buat lo"
"Lo udah cukup berguna buat gue Len. Keberadaan Lo dan Ratu dihidup itu udah lebih cukup bagi gue. Karena kalian berdua, hidup gue terasa suram-suram amat, hidup gue gak terasa begitu monoton." Kata Imelda "Gue seneng len disaat gue sama lo selalu berantem dan adu bacot. Karena dengan itu hidup gue terasa nyata"
"Tap--"
"Udah gak usah dibahas, gue gak apa-apa. Kita kekamar Ratu aja, kasian dia sendirian" Kata Imelda memotong ucapan Galen lalu bangkit dari duduknya.
Galen menganggukan kepalanya lalu bangkit dari duduknya. Rasanya percuma jika dia terus memaksa Imelda untuk bercerita, gadis itu tidak akan mudah untuk bercerita tentang masalahnya.
"Oh yah Len, lo udah kasih tau orang tua Ratu?" Tanya Imelda ketika mengingat bahwa kedua orang tua Ratu sedang ada perjalanan bisnis keluar negeri.
Galen menganggukan kepalanya "Udah, tante Mira sama Om Iwan udah dalam perjalanan kok"
Imelda menganggukan kepalanya, lalu setelah itu pergi keluar daru rooftop bersama Galen.