"Vega!"
Laki-laki yang sedang berdiri didekat jendela kamarnya menengok kearah sumber suara yang berasal dari belakangnya. Kedua sudut bibirnya terangkat ketika melihat seorang perempuan paruh baya berjalan kearahnya.
"Iyah Ma kenapa?" Tanyanya.
Elisa--Mama Vega yang sudah berkepala tiga itu menggelengkan keplanya sambil tersenyum lalu setelah itu berdiri disamping Vega dan ikut menatap keluar jendela kamar anaknya yang menampilkan pemandangan dimana ada seorang gadis yang sedang bermain basket didepan rumahnya.
"Imel cantik yah" Kata Elisa tanpa mengalihkan pandangannya dari Imelda "Tapi sayang dia anaknya tertutup dan terlalu cuek" Tambahnya
Vega terdiam, tak berniat menanggapi ucapan Mamanya.
"Mama kangen banget sama Imel yang dulu. Ceria, cerewet, dan selalu senyum sama semua orang" Kini nada bicara Elisa berubah sedikit parau.
Elisa menoleh kearah Vega dan membuat Vega ikut menoleh juga kearahnya "Kamu inget gak waktu dulu kamu pernah sumputin boneka punya Imelda?" Tanya Elisa lalu kembali menatap kedepan "Kamu gak mau kembaliin mainan dia sebelum liat Imelda nangis." Elisa tertawa, namun terdengar jelas nada ketawa itu sangat menyakitkan.
"Dari dulu kalian selalu aja ribut, gak pernah akur sampe Mama sama Tante Kila kualahan kalo ngadepin kalian yang ribut terus"
Mata Elisa mulai berkaca-kaca dan nada suaranya terdengar menahan sesuatu.
Vega menoleh kearah Mama'nya, lalu mengelus pundak Elisa.
"Kalo ada bintang jatuh Mama punya satu keinginan." Elisa menjeda ucapan berikutnya "Mama pengen kehidupan Imelda seperti dulu lagi supaya Mama bisa liat ketawanya dia."
Air mata Elisa sudah tak bisa lagi terbendung. Bulir bening itu kini mengalir deras dari pelupuk mata Elisa ketika mengingat kehidupan Imelda berunah seratus persen dari dulu.
Bagi Elisa, Imelda sudah dia anggap seperti anaknya sendiri. Dulu, sebelum Kila--Mama Imelda pergi, gadis itu sering main kerumah Elisa. Bukan utuk bermain dengan Vega tapi untuk bermain dengan Elisa. Dan saat Imelda bermain kerumah Elisa, Vega sangat senang menjahili gadis itu.
Namun, semuanya berubah semenjak 7 tahun lalu setelah kepergian Kila. Semenjak itu Elisa tak pernah lagi melihat tawa Imelda. Gadis itu sering mengurung diri dikamar dan lebih cenderung diam. Dan semenjak saat itu Imelda tak lagi berkunjung kerumah Elisa. Elisa sudah berulang kali mengajak Imelda pergi kerumahnya namun gadis itu selalu menolaknya.
Vega membalikan badannya menghadap Elisa lalu menarik Mama'nya kedalam pelukannya.
Vega sangat tahu bagai mana perasaan Elisa. Coba bayangkan bagai mana rasanya jika orang yang semula dekat dengan kalian kini berubah menjadi menjauh dari kalian? Itulah yang dirasakan oleh Elisa semenjak tujuh tahun terakhir ini.
Elisa membalas pelukan anaknya "Mama kangen sama Imel, Ga!"
Tangan Vega mengelus punggung ibunya yang bergetar "Vega tau Ma. Vega juga kangen Imelda yang dulu" Kata Vega.
Bukan hanya Elisa yang merasa kehilangan dengan sosok Imelda yang dulu. Vega! Remaja laki-laki itupun merasakan hal yang sama dengan ibunya.
Semenjak Imelda tak pernah berkunjung kerumahnya membuat Vega kesepian karena tak bisa menjahili dan membuat gadis itu menangis.
"Andai Kila masih ada, semuanya gakan seperti ini Ga. Andai Om Angga--"
Elisa tak bisa melanjutkan ucapannya. Wanita itu menangis sesegukan dipelukan anaknya.
Dapat Vega dengar nada pilu disetiap tangisa dan suara yang keluar dari dalam mulut Elisa. Wanita itu, sangat-sangat menyangi Imelda. Walaupun sikap Imelda telah berubah, Elisa tetap sayang dan selalu memperhatikan Imeda walaupun daru jauh.
Jika Imelda sakit, Elisa lah orang pertama yang akan membelikan obat dan membuatkan bubur lalu dikirim kerumah Imelda.
Dan setiap hari Elisa tak pernah lupa mengirimkan kue coklat kesukaan Imelda kerumahnya.
"Mama kangen denger kalian ribut lagi." Elisa kembali berucap ketika tangisannya reda.
Tidak ada hal banyak yang bisa Vega lakukan. Hanya ini yang bisa ia lakukan setiap harinya ketika melihat Elisa menangisi Imelda! Memeluk ibunya dan menjadi sandaran serta tempat mencurahkan isi hatinya.
Setelah merasa lebih baik, Elisa melepaskan pelukannya lalu menghapus air matanya.
"Kamu kebawah yah, anterin kue buat Imel."
Vega menganggukan kepalanya lalu pergi keluar kamar bersama Elisa.
Sesampainya dibawah, Elisa langsung menuju dapur dan mengambil sebuah wadah kotak berisi kue coklat untuk Imelda yang sudah ia sediakan sebelumnya. Lalu setelah itu dia membawanya ke Vega yang berada diruang tengah dan memberikannya kepada anak laki-lakinya itu.
"Titip salam buat Imel yah" Kata Elisa.
Vega menganggukan kepalanya sambil tersenyum setelah itu dia melangkahkan kakinya keluar rumah dan menuju rumah Imelda yang berada didepan rumahnya.
Setelah kepergian Vega, Elisa menghela nafas berat. Bukan dia tak mau memberikan sendiri kue itu, namun jika dirinya bertemu dengan Imelda dan menatap mata gadis itu, dia tidak yakin jika tidak akan menangis.
Melihat mata Imelda yang menyinpan banyak luka saja membuat Elisa menangis, apa lagi harus melihatnya secara dekat.
Elsa membalikan badannya lalu pergi kedapur untuk membereskan barang-barang sisa membuat kuenya karena tadi dia belum sempat membereskannya dan malah pergi ke kamar Vega.
Sedangkan Vega duluar sudah sampai didepan pintu gerbang rumah Imelda yang tertutup.
Laki-laki itu menundukan kepalanya mencari sesuatu agar perhatian gadis yang sedang duduk dilantai lapangan basket yang berada didepan rumahnya itu dapat teralihkan kepadanya.
Vega membungukan badannya ketika matanya mendapatkan benda yang ia cari.
Kerikil Kecil!
Yah, laki-laki mengambil kerikil kecil yang berada didekat kakinya lalu setelah itu dia kembali menegakan badannya.
Vega mengalihkan pandangannya kearah Imelda yang sedang mengelap keringat yang menetes didahinya menggunkan punggung tangannya.
Nafas gadis itu masih naik turun, mungkin lelah akibat main basket yang selalu dirinya jalani setiap sore.
Vega memasang ancang-ancang lalu mengayunkan tangannya dan meleparkan kerikil kecil itu hingga mengenai belakang kepala Imelda.
"Aww." Jerita Imelda terdengar hingga telinga Vega.
Vega terkekeh kecil ketika mendengar jeritan Imelda beserta tangan gadis itu yang mengelus belakang kepalanya sendiri.
Sedangkan Imelda sedang kelimpungan mencari orang yang baru saja melemparinya dengan kerikil. Hingga matanya tak sengaja menangkap sosok Vega yang berdiri didepan pintu gerbangnya.
Imelda menggeram kesal, tangannnya mengepal meresmas debu-debu yang berada dilapangan basketnya. Setelah itu dia bangkit dari duduknya dan berjalan kearah Vega.
"Lo yang lemparin gue pake kerikil?!" Tuduh Imelda ketika sudah berdiri didepan Vega tanpa membuka pintu gerbang rumahnya.
"Kalo iyah kenapa?" Tanya Vega dengan santainya.
Gigi Imelda menggerutuk. Setiap berhadapan dengan keturunan kian santang ini, emosinya akan sangat cepat naik.
"Lo gila! Lo fikir gak sakit hah!" Nada suara Imelda meninggi.
"Lemah!" Jawab Vega dengan datar.
"Bacot!" Ketus Imelda "Kalo lo kesini cuma mau ngajakin ribut sama gue mending lo pulang sana kehabitat lo. Gue lagi males ribut" Kata Imelda.
Vega mengangkat bahunya acuh lalu menyodorkan kotak yang dibawanya kehadapan Imelda.
Imelda menatap kotak itu. Kotak berwarna merah dengan tutup pink. Kotak bekal dirinya ketika masih kecil.
"Dari Mama" Kata Vega membuyarkan lamunan Imelda.
Imelda menatap Vega sebentar lalu meraik kotak itu dengan ragu hingga sampai kotak itu berada ditangannya.
"Ada salam juga dari Mama." Lanjut Vega masih dengan nada datarnya.
Imelda menatap kotakĀ yang berada ditangannya. Matanya menas dan tenggorokannya terasa tercekat.
"Salam balik" Kata Imelda tanpa menatap Vega lalu pergi memasuki rumahnya.
Vega mengela nafas berat lalu membalikan badannya dan pergi kerumahnya.
Sedangkan Imelda menutup pintu rumahnya dan bersender didepan pintu putih itu.
Tangannya perlahan membuka tutup kotak itu dan matanya langsung menangkap kue coklat yang berada disana.
Mata Imelda mulai berkaca-kaca. Lalu setelah itu dia mengambil kertas kecil yang berada disana.
Perlahan dia membuka kertas itu dan membaca tulisan disana.
"Jangan lupa dimakan yah sayang. Tante sengaja bikin kue kesukaan kamu. Kamu pasti seneng kan:)"
Tante sayang kamu:*
Air mata Imelda langsung meluncur dari pelupuk matanya. Tangannya menggenggam erat surat serta kotak itu dan tubuhnya kian merosot kebawah hingga dia terduduk dilantai.
Dadanya terasa sesak ketika sebelit memori terlintas diotaknya.
'Imel juga sayang tante, sangat sayang. Maafin Imel"
Dengan perlahan dia mengambil satu kue coklat itu, lalu memasukan kedalam mulutnya.
Imelda semakin tersendu-sendu. Dia sangat rindu dengan rasa kue ini. Kue yang selalu dibuat oleh Kila dan Elisa ketika dirinya masih kecil.
'Rasanya masih sama, sangat enak. Namun mengapa ini juga terasa sangat menyakitkan' Batin Imelda.