Chereads / Teen Taste / Chapter 8 - Bab 8

Chapter 8 - Bab 8

Tepat pukul sepuluh malam Imelda baru saja memasuki rumahnya. Keadaan rumah yang gelap membuat gadis itu berjalan mendekati saklar lampu lalu menekannya hingga membuat semua lampu rumahnya menyala.

"Kenapa tidak pulang saja sekalian?"

Suara itu membuat Imelda terdiam lalu menengok kearah sofa depan Tv yang dimana ada seseorang duduk disana dengan posisi membelakanginya.

"Apa pantas kamu disebut anak gadis sedangkan jam segini baru memasuki rumah?" Tanyanya lagi masih dengan suara dinginnya.

Imelda melangkahkan kakinya mendekati Angga tanpa ragu, lalu berdiri didepan Papanya.

Sedangkan Angga tak mengalihkan pandangannya dari tab yang ada ditangannya.

"Papa yang blokir kartu ATM aku?" Tanya Imelda.

"Iyah, kenapa? Ada masalah?" Tanya Angga dengan santai "Bukannya semua uang yang berada didalam ATM kamu itu uang saya."

Imelda mengepalkan tangannya "Aku gak tau jalan fikir Papa gimana? Aku anak Papa. Aku pantas dapetin uang Papa dan Papa pantas bertanggung jawab atas kehidupan aku." Kata Imelda.

Angga tersenyum miring "Anak?" Tanyanya "Bahkan saya tidak pernah menganggap kamu anak. Jadi, kamu bukan tanggung jawab saya dan kamu tidak pantas mendapatkan uang saya."

Nafas Imelda berubah menjadi naik turun. Kuku-kuku tangannya memutih karena menahan amarahnya.

"Sebenernya Papa kenapa sih? Papa benci aku?" Lirih Imelda. Sebenarnya tanpa Angga menjawab pun Imelda sudah tahu jawabannya.

Jari-jari Angga yang semula bergerak diatas tabnya kini terhenti. Lalu, laki-laki paruh baya itu meletakan Tab'nya disampingnya lalu mendongkan menatap Imelda.

"Saya benci kamu. Sangat benci!" Jawabnya penuh penekanan.

Ucapan Angga barusan membuat mata Imelda memanas, hatinya bagai tersayat-sayat "Kenapa? Kenapa Papa benci Imel?"

"Saya tidak perlu memberi tahu alasannya karena kamu sendiri pun sudah tahu kenapa." Jawab Angga.

"Apa seburuk itu Imel dimata Papa?"

Imelda tak bisa menahan tangisannya lagi. Air matanya terjatuh membasahi pipinya.

"Bagi saya kamu lebih buruk melebihi orang terburuk didunia ini."

"Imelda tau Imel salah. Tapi apa Papa gak bisa memaafkan Imel sedikit saja?" Tanya Imelda "Imel anak Papa, anak kandung dan darah daging Papa sendiri."

"Saya tidak perduli kamu siapa. Bagi saya, pembunuh tetaplah pembunuh."

Imelda memejamkan matanya, dia mengigit pipi dalamnya mencoba menahan isakan yang akan keluar dari mulutnya.

"Harus berbuat apa biar Papa maafin Imel?" Tanya Imelda "Papa adalah orang tua Imel, dan Imel gak mau benci Papa karena sikap Papa yang kaya gini."

"Tidak perlu, karena sampai kapanpun saya tidak akan pernah memaafkan kamu." Jawab Angga lalu mengambil tab'nya dan pergi dari hadapan Imelda.

Tubuh Imelda merosot kebawah. Dia berusaha semaksimal mungkin untuk tidak membenci Papanya karena sikapnya itu. Imelda tau Angga adalah satu-satunya orang tua yang dia punya, maka dari itu dia berusaha untuk tidak membencinya.

Namun, sikap Angga yang selalu seperti ini lama kelamaan membuat Imelda merasa muak.

'Harus berapa lama lagi aku bersabar Tuhan? Aku capek! Capek, sangat capek menghadapi semuanya' batin Imelda.

Untuk kedua kalinya dia menangis malam ini. Suara isakan pilunya memecahkan kehening ruang tv'nya rumahnya sendiri.

○●○

Imelda terus melangkahkan kakinya mengikuti Galen yang berjalan didepannya.

Mata gadis itu tak pernah berhenti bergerak untuk melihat benda-benda yang dilewatinya.

Namun kegiatannya terhenti ketika dia memasuki sebuah ruangan dan Galen menghentikan langkahnya hingga membuat Imelda juga ikut menghentikan langkahnya dan berdiri dibelakang Galen.

"Hayy bro, lama gak ketemu." Kata Galen sambil bertos ria dengan seorang laki-laki yang duduk dimeja kerjanya.

"Galen! How are you?" Tanya laki-laki itu.

"Seperti yang lo liat." Jawab Galen.

"Udah gede aja lo yah sekarang." Kata laki-laki itu lalu terkekeh "Perasaan sebelum gue berangkat keprancis lo masih kaya anak ayam."

"Imut-imut dong berarti." Jawab Galen sambil memasang aegyo'nya yang malah membuat sepupunya itu ingin muntah.

"Jijik gue len liat lo kaya gitu." Katanya "Mana orang yang katanya lo mau kenalin ke gue?"

"Oh iyah." Ucap Galen lalu membalikan badannya dan mengisyaratkan agar Imelda mendekatinya.

Imelda menganggukan kepalanya lalu berdiri disamping Galen. Gadis itu tersenyum tipis kepada laki-laki didepannya.

"Ini, dia sahabat gue. Sekarang dia lagi butuh pekerjaan." Kata Galen sambil merangkul pundak Imelda "Tapi hati-hati, dia ganas orangnya." Galen sedikit berbisik namun masih terdengar oleh Imelda hingga membuat gadis itu meninju perut Galen.

"Aww, yakan dia ganas." Kata Galen sambil memegangi perutnya.

Laki-laki itu terkekeh lalu mengulurkan tangannya kepada Imelda "Saya Panji pemilik cafe ini."

Imelda menjabat tangan Panji "Saya Imelda." Balasnya lalu tak lama kemudian keduanya melepaskan jabatan tangannya.

"Kamu mau kerja disini?" Tanya Panji.

Imelda menganggukan kepalanya "Iya pak saya mau kerja disini. Tapi saya cuma bisa paruh waktu."

Galen yang mendengar panggil Imelda kepada Panji pun tertawa terbahak-bahak.

"Emang bener yah muka lo udah tua banget sampe temen gue aja manggil lo 'Pak'." Kata Galen.

"Diem lo anak cicak." Kesal Panji sambil melepar buku kearah Galen namun langsung ditangkap oleh sepupunya itu.

Panji beralih menatap Imelda "Pegawai cafe disini biasa memanggil saya 'Mas' karena saya masih kuliah dan umur saya tidak jauh beda dengan Galen." Kata Panji dengan ramah.

Imelda sedikit terkejut. Pantas saja tampilannya masih seperti anak Abg "Oh maaf, saya tidak tau." Kata Imelda dan diangguki oleh Panji.

"Gak apa-apa Mel, dia emang pantes kok dipanggil 'Pak'." Ledek Galen.

"Keluar lo kalo gak mau diem." Kata Panji.

"Dih ogah. Orang gue mau nemenin Imel juga." Kata Galen lalu melangkahkan kakinya kesofa yang berada diruangan Panji dan menjatuhkan bokongnya disana.

Panji menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia harus banyak bersabar memilik sepupu seperti Galen yang sikapnya sangat unik itu.

"Ya ampun sampe lupa nawarin duduk." Kata Panji "Ayo duduk Mel, gak usah sungkan-sungkan." Kata Panji sambil menunjuk kursi didepannya.

Imelda menganggukan kepalanya lalu duduk dikursi yang berada dihadapan Panji.

"Saya sudah mendengar semua tentang kamu dari Galen dan saya turun prihatin dengan apa yang kamu hadapi." Kata Panji.

"Terimaksih." Jawab Imelda.

Panji memanggut-manggutkan kepalanya "Jika kamu memang ingin kerja disini, kamu bisa bekerja mulai besok dan sepulang sekolah."

"Beneran?" Tanya Imelda antusias.

Panji menganggukan kepalanya sambil tersenyum "Iyah."

Imelda langsung bengkit dari duduknya dan menundukan badannya berkali-kali.

"Terimaksih, terimakasih." Ucapnya.

Panji terkekeh "Iyah sama-sama. Kamu haru kuat menjalani ini yah, dan kamu harus semangat kerjanya. Buktikan ke Ayah kamu kalo kamu bisa tanpa dia."

Imelda menganggukan kepalanya dengan semangat "Saya akan buktikan." Jawabnya sambil mengangkat sebelah tangannya.

"Utang lo jangan lupa dibayar kalo udah gajihan." Sambar Galen.

Imelda menoleh kearah Galen lalu memberikan tatapan tajan kerah temannya itu "Gue baru aja diterima udah ditanggih aja." Kesalnya "Temen laknat lo."

"Kalo gue laknat, lo gak akan gue pijemin uang kali." Balas Galen.

"Lo gak laknat kalo obat lo masih berfungsi."

"Lo fikir gue ketergantungan dengan obat?"

"Emang, bahkan sama obat tikus aja lo ketergantungan."

"Sialan!" Lagi-lagi Galen kalah dengan ucapan Imelda.

Panji yang sedari tadi memperhatikan keduanya terkekeh "Heran sama kalian berdua. Ribut terus tapi bisa jadi sahabat."

"Saya juga terpaksa mas sahabatan sama dia. Abis kasian, dia kan cowok oplasan tuh." Kata Imelda.

"Elo tuh cewek oplasan sama kantong kresek merah."

"Lah elo sama kresek item."

"Ijo bukan item."

"Pantes aja kaya hulk." Kata Imelda sambil memutar matanya jengah.

"Udah, udah! Kalo kalian mau ribut diluar aja sana. Gue mau kerja lagi buat nafkahin anak bini dirumah." Kata Panji.

"Eleh, pacar aja gak punya pake bilang anak bini." Kata Galen "Anak bininya tikus kali yah." Lanjutnya.

"Wah sepupu kurang aja. Awas aja! Nanti gue kenalin sama Ariana grande calon bini gue tuh."

"Ariana Grande versi memy perry yah."

Panji yang geram langsung melemparkan pulpen yang ada ditangannya kearah Galen dan pas mengenai kepala sepupunya itu.

"Bawa temen lo keluar deh Mel. Gue capek ladenin tuh anak cicak." Kata Panji.

Imelda terkekeh "Oke mas." Jawabnya lalu bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Galen.

"Ayo balik!" Ajak Imelda lalu menarik kearah baju Galen hingga membuat laki-laki itu bangkit dari duduknya dan berjalan mengikuti Imelda.

"Imelda tolol! Gue kecekek nih!" Kata Galen namun tak diubis oleh Imelda dan terus menariknya keluar dari ruangan Panji.

Panji yang melihat aksi keduanya dan melihat wajah tersiksa Galen pun tertawa terbahak-bahak dikursinya.

Sedangkan Galen mendengus kesal mendengar tawa bahagia Panji dan kini dirinya menjadi sorotan pegawai cafe dan pengunjung caffe ketika keluar dari caffe milik panji.