Chereads / Teen Taste / Chapter 10 - Bab 10

Chapter 10 - Bab 10

Kehidupan memang tidak selalu indah. Ada saja masalah yang terjadi didalamnya. Hampir setengah dari orang didunia ini menganggap masalah adalah hal yang sangat sulit diselesaikan. Namun ada juga yang yang beranggapakan jika masalah adalah hal biasa yang sering dialaminya.

Seperti Imelda, dirinya memasuki fase kedua jika menyangkut tentang masalah. Bagi Imelda sendiri masalah adalah makanan kesehariannya.

Bukan kehidupan Imelda namanya jika dirinya tak mempunyai masalah sama sekali.

Awalnya, Imelda menganggap masalah yang terus menghantam hidupnya adalah sebuah neraka dunia. Namun, lama kelamaan dia mulai berfikir! Dengan adanya masalah dia bisa menjalani kehidupannya dengan normal. Dari masalah itu dia belajar banyak hal, terutama tentang kesabaran dalam hidup, kedua tentang bagai mana cara kita menghadapi sebuah masalah, ketiga adalah ke ikhlasan dalam menghadapi masalah.

Jika Imelda menganggap dirinya sendirian dalam menghadapi masalah ini, maka dia salah besar. Dia masih memiliki teman dan yang terutama adalah Tuhan-Nya. Tuhan yang selalu ada dan selalu membantu dirinya. Tuhan selalu memberikan jalan keluar masalahnya dan memberikan kekuatan untuk bisa menghadapi masalah ini.

Maka dari itu, Imelda tidak pernah melupakan Tuhan-Nya satu waktu pun. Karena dia sadar, jika tidak ada Tuhan mungkin sekarang dia tidak bisa menjadi pribadi yang kuat seperti ini. Pribadi yang tahan akan luka yang terus menghantam hatinya.

Seperti saat ini, walaupun dirinya bekerja namun Imelda tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Ketika adzan magrib berkumandang, dia langsung pergi berwudhu dan sholat ditempat yang sudah disediakan dicafe itu.

Setelah selesai dengan sholatnya, Imelda duduk diatas sajadahnya dan tak lupa mengangkat kedua tangannya. Memajatkan doa serta mengucapkan rasa terimakasihnya kepada Tuhan-Nya.

'Tuhan, terimakasih karena selalu berasama hamba sampai saat ini. Terimakasih karena selalu memberi hamba kesabaran dan kekuatan setiap harinya.'

'Tuhan, tolong jaga Papa dimanapun dia berada. Berikan dia hari yang menyenangkan. Dan tolong lancarkan semua pekerjaannya. Jangan berikan dia kesulitan, hamba menyanginya sangat-sangat menyanginya.'

'Hamba tak perduli seberapa besar dia membenci hamba, karena bagi hamba dia ayah terbaik dihidup hamba.'

Entah sudah sejak kapan air mata Imelda mengalir kepipinya. Gadis itu selalu cengeng jika membahas tentang orang tuanya.

'Jika boleh, hamba meminta agar diberikan waktu panjang untuk menikmati hidup dengannya. Bercanda berdua, pergi piknik berdua, dan mengulang hal-hal yang pernah kita lakukan dulu.'

'Hamba rindu dia Tuhan, rindu sikapnya yang dulu. Dan hamba berharap, semoga suatu saat nanti sikap Papa kembali seperti dulu.'

'Penyang, penyabar, dan periang.'

'Aminnn ya robal alamin.'

Imelda mengusapkan kedua tangannya kepada wajahnya setelah itu dia menghapus air matanya.

Setelah itu dia melepas mukenanya lalu melipatnya dan menyimpannya ketempat yang sudah disediakan.

Lalu setelah selesai dia pergi keluar dari dalam musholah kecil itu yang langsung menghubungkan dengan dapur.

Imelda berjalan mengambil celmek dan bandonya lalu setelah itu memakainya.

"Mel tolong kamu layanin meja nomor 12 yah."

Imelda yang sudah selesai memakai celmek dan bandonya memebalikkan badannya lalu menganggukkan kepalanya kepada rekannya barusan.

"Tadinya Embak yang mau layanin, tapi dia maunya kamu." Lanjut Bak Imas perempuan berusia dua puluh tahun itu mengulum senyumnya "Itu pacar kamu yah? Kasep pisan euyy, sama kaya Mas Galen. Cuma kalo ini mukanya cuek-cuek gitu."

Imelda mengerutkan keningnya "Pacar?" Tanyanya "Saya tidak punya pacar bak."

Bak Imas mencolek dagu Imelda "Em masa? Tapi kok dia maunya dilayanin sama kamu.?" Kata Bak Imas sambil menaik turunkan alisnya.

Imelda semakin menautkan alisnya, tak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh rekannya barusan.

"Bak Imas, kalo Imel'nya diajak ngomong terus kapan ngelayanin pembelinya." Sambar seorang gadis yang sedang sibuk dengan masakannya.

Dia adalah Velina gadis berusia 19 tahun itu adalah Chef dicafe milik Panji. Velina atau sering disebut Lina itu adalah gadis perantau dari kampung. Dirinya memilih putus sekolah lalu mencari pekerjaan dkota. Lina yang sangat pandai memasak dan gemar memasak itu akhirnya melamar dicafe milik Panji dan langsung diterima oleh laki-laki itu karena memang pada saat itu Panji sedang membutuhkan seorang Chef.

"Lin kamu tahu ndak, cowoknya Imel kasep pisan euy." Kata Bak Imas sambil terkekeh.

"Lagain teh mana ada cowok geulis bak." Jawab Lina "Udah Mel, kamu layanin aja. Kalo ngeladenin bak Imas gak akan selesai-selesai."

Imelda menganggukan kepalanya, lalu mengambil buku menu yang berada diatas meja setelah itu melangkah keluar dari dapur dan menemui pengunjung yang berada dimeja nomor 12 itu.

"Selamat malam." Sapa Imelda ketika sudah sampai dimeja nomor 12.

Orang itu yang semula mendukan kepalanya sambil memainkan ponselnya kini mendongkakkan kepalanya menatap Imelda dengan iris mata elangnya.

Imelda yang semula memasang senyumannya kini senyuman itu telah luntur ketika melihat siapa orang itu.

Imelda mendengus kesal lalu membuang tatapan kearah lain. Sepertinya memang benar, orang yang berada dihadapannya itu adalah keturunan kian santang.

"Lo ngapain kesini?" Tanya Imelda.

"Kenapa? Cafe ini milik lo sampe-sampe gue gak boleh dateng?" Tanya balik Vega lalu merebut paksa buku menu yang ada ditangan Imelda.

Vega membuka buku menu itu lalu membacanya sebentar "Steak Itali satu, Hot Mocaccino satu." Ucapnya.

Dengan malas Imelda mengambil buku dan puplennya yang selalu dia simpan disaku celmeknya, setelah itu dia menulis pesanan milik Vega disana.

Andai saja dia memang benar pemilik cafe ini, maka dia akan memasang tulisan yang sangat besar didepan pintu masuk cafenya yaitu 'Orang bernama lengkap Vega Arleno Putra dilarang untuk memasuki wilayah ini'.

"Udah?" Tanya Imelda dengan jutek lalu diangguki oleh Vega.

Biar manapun Vega adalah pengunjung dicafe ini jadi Imelda harus melayaninya dengan baik, karena jika tidak maka dia yang akan kena teguran oleh Panji.

Imelda mengambil buku menu itu lalu menatap Vega "Tunggu lima menit, makanan akan segera datang." Ucapnya dengan senyum yang dipaksakan lalu setelah itu melangkah pergi dari hadapan Vega.

Vega tersenyum tipis. Tujuannya kemari bukan hanya untuk sekedar makan, namun dia ada keperluan lain yang harus ia selesaikan.

Laki-laki dengan jaket levis hitam itu kembali berkutik dengan ponselnya. Namun tak lama kemudian dia mengalihkan pandangannya kedepan ketika melihat sebuah tangan sedang menghidangkan makanan dimejanya.

"Silahkan dinikamati!" Kata Imelda.

Vega mendongkakkan kepalanya menatap Imelda, dan ketika gadis itu akan pergi, buru-buru Vega maraih pergelangan tangan Imelda hingga membuat gadis itu menoleh padanya lalu menyentakan tangannya.

"Duduk!" Ucap Vega lalu meraih garpu dan pisau untuk memotong steak'nya.

"Ngapain? Gue mau kerja." Kata Imelda.

"Duduk atau gue laporin lo ke managerĀ  lo." Ancam Vega tanpa menoleh kearah Imelda.

"Atas dasar apa lo mau laporin gue kedia?"

Vega menghela nafas panjang, lalu meletakan garpu dan pisaunya. Setelah itu dia menatap Imelda.

"Atas dasar ketidak sopanan pegawainya." Jawabnya.

Imelda mendengus sebal lalu dengan terpaksa dia menjatuhkan bokongnya dihadapan Vega. Ingin sekali rasanya dia memukul kepala Vega dengan nampan ditangannya itu.

Vaga kembali meraih garpu dan pisaunya lalu memotong steak'nya "Lo kerja?"

"Gak!" Jawab Imelda.

"Gue seirus."

"Ya lagian elo pake nanya." Sebal Imelda "Mata lo gak buta kan? Gue udah pake seragam pegawai disini, udah ngelayanin elo, dan lo naya gue kerja enggak?"

Vega memanggut-manggutkan kepalanya "Kenapa?"

"Apanya?!" Lagi-lagi Imelda dibuat kesal karena laki-laki dihadapannya itu berbicara setengah-setengah.

"Kenapa lo kerja?"

"Bukan urusan lo!" Jawab Imelda dengan cepat "Kalo lo nyuruh gue duduk cuma buat nanya soal ini kayanya percuma banget. Cuma buang-buang waktu gue." Kata Imelda.

Dan ketika gadis itu akan berdiri, Vega menyodorkan sesuatu kedapannya.

"Dari Mama." Ucap Vega yang membuat Imelda terdiam dan kembali duduk ditempatnya.

"Lo liat kan! Walaupun lo sakitin dia tapi dia masih sayang sama lo!" Lanjut Vega.

Tangan Imelda terulur untuk mengambil barang yang baru saja diberikan oleh Vega.

Imelda membuka bungkusan itu lalu langsung melihat isinya. Ternyata itu adalah sebuah Vitamin.

"Begonya elo gak pernah mikir gimana sayangnya nyokap gue ke elo." Kata Vega masih dengan suara datarnya "Kalo bukan karena nyokap gue, gue juga males dateng kesini dan nemuin elo. Karena semua cuma buang-buang waktu doang."

Imelda masih terdiam, ibu jari tangannya mengelus obat itu dan matanya tak lepas dari benda ditangannya itu.

"Thank's dan salam buat Mama lo."

Setelah mengatakan itu Imelda bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Vega.

Sedangkan Vega menatap kepergian Imelda. Lalu tak lama kemudian dia merongoh saku celananya, mengalurkan dompet lalu mengambil uang berwarna biru tiga lembar dan diletakan diatas meja. Setelah itu dia bangkit dari duduknya dan pergi dari dalam cafe itu.