"kalian kembali." Senyumnya bagai seorang ibu yang menunggu anaknya pulang, walau rambut hitam panjang dan tubuh besarnya tidak mendukung perilakunya.
Mereka mencapai Naga setelah matahari menghilang sepenuhnya. Salome sudah menyediakan berbagai makanan dan buah tertata di meja. Eltra juga telah kembali dari kota.
"Teii... kau kembali. Tolong sembuhkan aku... Perutku terasa mengerikan." wajah Zaire berwarna hijau kebiruan, melangkah lunglai mendekati dengan menahan sesuatu keluar dari mulutnya.
Tei meletakkan tangannya di depan perutnya "apa yang terjadi?"
"dia terlalu banyak tersengat petir." Locos menyaut di pojok ruang sedang bermain dengan beberapa bayangan yang di kendalikan Dabria.
"ahh, ini jauh lebih baik. Tei kau penyelamatku!" Zaire kembali bersemangat memeluk erat lengan Tei sambil menggosok wajahnya. Harta berharga.
"menakjubkan! Kau seorang healer?" Ucapan di sisi telinganya membuatnya terlonjak dan berbalik cepat. Dihadapannya ada mallen berambutnya hitam kemerahan, Wajahnya menyeringai terlihat tersenyum ramah, tingginya hampir setara dengan Gin membuatnya sedikit mendongak. Tei mundur waspada, pandangan mereka bertemu, pria itu memasang wajah terkesan yang membuat menaikkan sebelah alisnya.
"DRACCC!!!" Locos, Zaire, Agatha dan Eltra berlari kearah Drac yang sedang mengulurkan tangan. Tei terlonjak melangkah mundur karena mereka menyerbu menimbun Drac dibawah yang mengaduh.
"Drac berapa lama kau sudah ada disini?!"
"dia sudah ada disini sejak sore tadi." Salome dengan tenang duduk sambil mengusap musang dilengannya.
"Apa?! Huh, kau selalu bisa menyamarkan dirimu. Drac, apa kau membawa senjata yang aku minta?" Locos dengan mata berbinar menindih di atasnya.
"Bagaimana denganku? Aku selalu mengingatkanmu untuk membawakanku sesuatu." Eltra merangkul tangan kanan Drac dan Zaire disisi lainnya.
"Aku juga!" Zaire dan Agatha mengucap bersamaan.
"aku." Suara itu berasal dari Dabria yang sedang serius menatap mereka semua namun ada kilatan di matanya.
"aku tahu. Aku tahu. Cepat berlari ke arah orang yang sedang membungkuk disana." Ia menunjuk Gin yang sedang meringkuk dengan berbagai benda dan kantong besar didepannya. Entah sejak kapan.
"KAPTEN!" hampir semua meneriakkan bersama sebelum menyerbunya.
"huh, bagaimana kalian membuangku begitu saja?" Drac masih terduduk di lantai saat semuanya pergi menuju karung besar itu. "ah pinggulku." Ia meregangkan tubuhnya kemudian kembali menatap Tei, membuatnya kembali waspada.
"wah! Lihat dirimu! Sungguh..."
"ho ho ho. Aku tahu, luar biasa bukan?" Gin mengucap angkuh, tangannya sibuk memerangi Eltra, Zaire, dan Locos.
"aku memujinya bukan dirimu." Drac berdecih sebelum menoleh kearah Tei "Hai pemuda tampan. Apa kau mau menjadi mallenku? Aku tidak masalah menghabiskan hidupku bersama laki-laki, jika sebaik dirimu." ia menyandarkan wajah ke tangannya sambil tersenyum menggoda. Proporsi wajahnya sangat sesuai jika ia termasuk salah satu mallen yang menggoda.
"kau tidak bisa, aku memiliki rune Yi dengannya."
Tei tidak bisa tidak terkesiap pada Gin yang tiba-tiba ada disampingnnya saat fokus perhatiannya ada pada Drac.
"kenapa kau sangat terkejut?"
"kenapa kau muncul tiba-tiba tanpa peringatan." Ia tidak menyembunyikan nada memprotesnya.
"peringatan? Aku harus memperingatimu saat mendekatimu?" Gin terlihat merenung. "itu agak merepotkan..."
"kau bisa meneriakkan namanya atau membuat suara letusan." Drac telah bangkit kembali menepuk-nepuk pakaiannya.
"apa itu termasuk peringatan?"
"sepertinya, coba saja." Dia mengangkat bahunya.
"Teei! Begitu? itu terlalu menarik perhatian di tempat umum."
"Hmm aku setuju." Drac nampak berpikir keras. "ah! buat kupu-kupu perak didekatnya sebelum kau datang."
"seperti ini? berapa banyak harus kubuat?"
Tei merasa dirinya sedang melihat si bodoh dan yang lebih bodoh saat ini, "maaf kumohon lupakan apa yang telah kukatakan."
Gin dan Drac saling menatap dan mengangkat bahu, Drac akhirnya mengatakan sesuatu, "Kau bilang kau berikatan Yi, kenapa dia tidak merasakan keberadaanmu?"
Jelas itu salahnya!
"ah itu benar. Kenapa?" Gin menatap Tei menuntut penjelasan.
Ia menghembus napas menyerah, "aku sedang tidak fokus."
Drac terlihat terkejut, "jadi kau benar-benar melakukan Yi dengannya?"
"hum." Gin mengangguk seperti bukan masalah besar.
"dasar pengkhianat." Drac mendengus. Ia berdiri dan melihat Tei dengan senyum yang berkharisma di wajahnya. "kau bisa mencariku jika ingin terlepas darinya. Siapa namamu tadi?"
"Tei. Kau bisa memanggilku Tei" ia mengangguk sopan memahami jika Drac adalah salah satu anggota klan.
"waw, Gin kau tidak bisa dibiarkan. Dia terlalu baik untukmu. Tei kau harus menghapus ikatan mu secepatnya, kau telah ditipu daya olehnya."
"aku tidak menipunya! Aku menyelamatkannya. Dia seorang dunshen."
"huh?"
Drac menatap Gin seperti menelaah maksud tersembunyi di dalamnya.
"apa kau tahu apa itu dunshen?" Drac menunjukkan banyak keraguan.
"seseorang dalam dungeon."
"Kau tahu?!" wajahnya terlihat sangat terkejut.
"kau menghinaku?!" Gin meninjukan kepalannya yang segera dihindari Drac.
"kau benar-benar dunshen?" ia menoleh ke arah Tei dengan wajah masih meragukan.
"ya, selama 10 tahun."
"10 tahun?! bagaimana mungkin?"
"Tei, kau bisa isi perutmu. Kau ikut aku." Gin menarik kerah jubah Drac.
"Aaa, tidak! Kenapa aku harus mengikuti pria menjijikan sepertimu. Tidakk. Tunggu dulu." Drac menanggalkan jubahnya di tangan Gin dan berlari kembali di depan Tei.
"ini untukmu," ia memberi Tei pita rambut berwarna putih tulang bergaris hitam menyala. "maaf sudah membuatmu terkejut di hutan." ia menyeringai kemudian pergi menyusul Gin.
Tei mencerna kata-kata Drac, matanya membulat seketika saat mengerti apa maksudnya, sebuah kalimat melayang di otaknya.
'si burung kertas.'
"waw pita yang cantik." Agatha muncul disampingnya. "dimana Gin?"
"pergi dengan si burung kertas."
"huh?" Agatha tidak dapat mendengar suara berbisiknya.
"dia pergi dengan Drac baru saja."
Agatha bingung sebelum akhirnya mengangguk. "apa kau mau aku memasangkan itu untukmu."
Tei tersenyum kearahnya, "tidak perlu, aku akan menyimpannya saja saat ini, terimakasih."
"ini pertama kalinya aku bertemu dengan rambut laut sepertimu, itu sangat cantik." Salome memberinya sepiring daging cincang dan roti. Tei rasa Salome sungguh menggemari rambutnya, hasil potongan rambutnya juga telah disimpan olehnya.
Rasa gugup menghampirinya sesaat, "aku mohon jangan memujiku. Cantik tidak sebanding dengan bakat memasakmu yang luar biasa." Tei mengucapkan dengan sungguh-sungguh membuat Salome berseri.
"tapi Salome benar. Kau tampak sangat menawan." Agatha duduk disampingnya.
"Pujian itu juga berlaku untukmu." Senyuman masih terbingkai di wajahnya.
~
Meja yang sebelumnya terisi penuh makanan sudah dibersihkan setelah sebagian besar berpindah ke perut.
"Aku dengar kita mendapat peta Dupe dari kerajaan, jadi bagaimana dengan pembagiannya?" Suara Eltra membuka percakapan.
"Gin dan aku sepakat untuk membaginya saat griv cla sedang muncul."
"Kita akan menguji coba langsung?" Locos menatap Drac dengan semangat.
"ahh, aku lebih suka untuk menguji saat 4 bulan pertama..."
"mallen payah." Eltra memutar matanya sambil mengusap pelapis gagang cambuk yang baru ia dapat.
"kau akan membuang lebih banyak energi saat menghadapi 10 griv rendah saat kau bisa mendapatkan hasil yang sama dengan bertarung 1 kali melawan griv kelas sedang." Ucapan Agatha disambut anggukan yang lainnya.
"tapi kesehatan psikisku akan jauh lebih baik."
"itu karena kau sudah waktunya pensiun paman."
Sebelum Zaire menanggapi Locos, Eltra sudah memotongnya "lalu apa yang kita lakukan sebelum itu?"
"tentu saja kita akan bersenang-senang!" Hanya Gin yang nampak sangat senang mendengar ucapannya.
Beberapa desahan lelah terdengar membuat Tei turut cemas dengan ucapan kapten itu.
"oh, dan untuk pertemuan aku akan pergi dengan Drac dan Tei."
"Tei?!" semua nampak terkejut, tapi yang disebut lebih terkejut lagi.
"apa maksudmu aku?"
"hm." Jawabannya pasti didukung dengan anggukan.
"Yeeah... aku pergi bersama Tei." Drac merangkul bahu Tei dengan cengiran lebar bersemangat.
"Gin, setidaknya kau harus membawaku juga."
"itu benar, Agatha dapat membawamu pergi jika sesuatu terjadi."
"hmm, Tei adalah pasangan Yi mu, bukankah itu berbahaya?"
Drac tertawa mendengar ocehan yang bertubi-tubi, "apa kalian lupa Tei berlevel borazon. Lagipula sesuatu yang berbahaya itu akan terjadi jika bocah perak itu yang berbuat ulah."
"huh? kenapa kalian meragukanku?" Gin menopang kepalanya dengan sebelah tangan. "coba saja sebutkan ada berapa klan yang berani menolak kebaikan fedor?"
Semua mata terbuka lebar. Benar. Hanya pemburu perak bebal disana yang cukup berani menolak perintah fedor.
"lalu bagaimana dengan Tei?"
"apakah kalian tahu jika Tei pasangan Yi ku jika aku tidak memberitahu kalian?"
Semuanya menggeleng menjawab.
"kalian jangan khawatir, ada aku disana, apa yang bisa pemburu lain lakukan? Lagipula Tei baru 3 minggu terlepas dari dungeon. Dia butuh banyak mengetahui dunia ini."
"itu benar. Kalau begitu sudah diputuskan." Gin mengangguk menyetujui Drac.
Anggota lain sepertinya juga tidak memiliki protesan lain dan menerima keputusannya. Tei mulai merasa jika Gin sebenarnya memiliki otak cerdas namun terlarut dengan sikap bodohnya.
"ada satu hal lagi." Salome membuat yang lain menatapnya. "Tidak ada kamar kosong di Naga, Drac juga sudah kembali."
"tentu saja Tei akan tinggal bersamaku."
Semua mata tertuju pada Gin serentak dalam kecepatan yang rata.
"di gua?" Eltra bertanya tidak sabar.
"hum, dimana lagi?"
"kau memperbolehkannya masuk ke gua?" Drac masih tidak yakin. "gua 'mu'?"
"dia sudah pernah masuk sekali."
"APA?!" selain Dabria yang terdiam dan Tei yang kebingungan, semua merespon dengan ganas. Suara gebrakan meja yang dilakukan Locos, membuat Tei ragu apa dia telah menghancurkan beberapa pembuluh darah dan kehilangan indra perasa di tangannya.
"apa akan terjadi sesuatu setelah aku memasuki gua?" Tei tidak bisa menahan kekhawatirannya setelah menyaksikan respon-respon berlebihan.
"Tei kau tidak tahu. Aku tidak pernah masuk gua itu, kapten bahkan tidak membiarkan aku melihat kedalamnya!" Locos menjelaskan dengan seluruh tubuhnya bagaimana dirinya sangat kesal saat ini.
"Aku jugaa!"
"Itu benar!"
Semua berlomba untuk mengungkapkan kekesalannya.
"cukuuup, hentikan. Kalian tidak akan bisa memasukinya walau kalian memaksa. Gua itu tersegel dan hanya aku yang bisa memasukinya. Tei berikatan denganku jadi gua itu juga mengenalinya. Jika kalian memaksa masuk, hanya akan tersisa nama kalian setelahnya."
Semuanya terdiam mendengar jawaban gin, beberapa bergidik ngeri membayangkan hal buruk yang akan menanti di gua.
"aku tidak akan tinggal dengan kapten." Akhirnya Tei bersuara kembali, tapi Gin menatapnya tidak suka.
"itu bagus! Kau bisa menggunakan kamarku, aku bisa bergabung dengan Eltra."
"apa maksudmu Agatha, aku tidak mau. Aku mau memanjakan anak-anakku malam ini." Eltra memeluk cambuknya erat.
"terimakasih Agatha, tapi aku bisa tidur dimanapun, sofa itu juga jauh lebih dari cukup dibanding segala hal saat di dungeon."
Ucapannya membuat semuanya terlihat sedih mengingat cerita malang Tei sebelumnya.
"tidak. Kau akan tinggal dengan kapten." Salome menggebrak meja menegaskan ucapannya, matanya terlihat berkaca. Tei ingat bagaimana dia terus menangis dan menyodorkan makanan untuknya.
"uhh aku tidak sudi membiarkanmu tinggal dengannya, tapi setidaknya aku yakin dia merawat gua itu dengan baik dan dapat menampungmu." Drac sepertinya telah mendengar segala kisahnya dari Gin, sehingga dia segera menghentikan aksi protesnya.
"hmm. hmm" semuanya mengangguk setuju. Agatha terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi dia hanya terdiam ditempatnya.
"Hei Tei katakan padaku. Apa yang ada di dalam gua bocah itu, apa Gin memiliki benda-benda aneh didalamnya?"
"tidak, itu ba-" kata selanjutnya tak akan terdengar lagi karena kain perak sudah melilit mulut hingga tubuhnya.
"sudah larut, waktunya istirahat. Sampai jumpa besok."
Semua terpaku sebelum akhirnya menyadari 2 orang itu telah pergi dengan cepat.