Gin dan Tei telah berada kembali ke jalanan ramai setelah melenggang susah payah menolak ajakan menggoda fellan dan mallen.
"Tei, apa kau punya uang?"
"tidak."
"apa kau tahu cara menghasilkan uang?"
"dengan menukar beberapa bagian griv yang tersisa."
"kau tahu!? Lalu kenapa kau tidak memiliki uang?"
"Luxia yang selalu membawanya, lagipula aku tidak membutuhkannya."
"itu disebut penipuan wahai adik lugu!" kepalanya jatuh tak berdaya, "Hhh... aku yakin kau telah menghasilkan sekitar 50 emas dalam 3 minggu."
"dia tidak menipu apapun, bahkan memenuhi kebutuhanku."
"ya, dengan pakaian lusuhmu saat itu, aku dapat membayangkan apa yang kau sebut dengan memenuhi kebutuhan."
"jangan terlalu memandang buruk."
Tei sangat berterimakasih pada Luxia walau memang tidak sebaik Gin dalam memperlakukannya. Tapi jika tidak ada Luxia, dia tidak akan ada disini.
"ah baik, baik terserah apa katamu." Gin menarik tangan Tei dan segera berlari memasuki sebuah kedai. "akan kuperlihatkan bagaimana pentingnya uang di sini. Paman! beri kami porsi yang besar."
"sungguh malam keberuntungan untukku! memiliki 2 pelanggan rupawan sekaligus." Pipinya yang memerah terkena panas api terangkat tinggi menunjukkan gigi yang sedikit tidak rapi tapi membawa rasa hangat, "Carilah tempat duduk dan akan segera kusiapkan."
Orang yang disebut paman itu menunjukkan kesenangan dengan seluruh otot wajahnya. Tubuhnya hanya sedada Tei tapi mungkin lima kali lebih lebar darinya.
Gin sudah menariknya duduk di pojok ruangan lantai dua yang memiki jendela kayu terbuka memperlihatkan jalanan di bawah. Dinding kayu di dalamnya memiliki beberapa gambar yang Tei tidak tahu tapi dapat membuat orang merasa gembira melihatnya, suara renyah berseru dari perbincangan orang-orang disekeliling.
"bagus bukan? paman pemilik juga juga sangat berbakat." Gin mengangguk-anggukan kepalanya menyetujui ucapannya sendiri. "Kedai ini memang patut di beri penghargaan."
Mereka tidak menarik banyak perhatian dengan duduk di pojok ruangan yang terhalan pilar.
"kakak kau kembali lagi!" seorang bocah laki-laki sekitar 10 tahun dengan kaos berpotongan di bahunya menunjukkan cengiran lebar. Dia meletakkan piring besar berisi omelet beruap dan dua gelas minum.
"bocah! kau juga masih disini."
Yang dipanggil bocah tidak menanggapinya, melainkan melongo menatap Tei.
"Sangat cantik..." ia kembali dari lamunannya dan segera merapikan dirinya, "Hei kakak, perkenalkan aku Kiko. Saat aku dewasa maukah kakak berikatan Yi denganku dan hidup bersama?"
Tei tidak bisa berkata-kata mendengar lamaran tiba-tiba yang melantun dengan lancar dari seorang bocah.
"hahaha, lama tidak bertemu denganmu dan kemampuan rayuanmu semakin meningkat." Gin mengusap bangga kepala bocah itu.
"itu karena kakak terlalu banyak menghabiskan waktu berjalan-jalan."
"aku tidak berjalan-jalan! Aku seorang pemburu hebat yang harus pergi ke Dupe, bocah sepertimu takkan mengerti."
"huh... jika kakak memang hebat seharusnya sudah sibuk di salah satu klan kuat, bukannya bersenang-senang sepanjang malam."
"huh. bahkan jika pemimpin Chimaera mengemis, aku tidak akan mau bergabung." Ia melipat kedua tangannya angkuh.
... Tei bahkan tidak berpikir Zura mau mengundang mallen bermuka tebal ini.
"bilang saja memang tidak bisa bergabung."
"aku bisa!"
"sangat meragukan..."
"kubilang aku bisa!" Gin mengerutkan wajahnya kesal pada bocah yang terlihat tidak tertarik.
"ya. Ya terserahlah."
"kau bilang namamu Kiko? Apa kau bekerja disini?" Tei segera memotong pergulatan mereka, karena ia yakin itu akan berlangsung lama jika dibiarkan.
"itu benar! kedai ini tetap berdiri karena ada aku yang menjaganya."
Gin mencibir, "itu karena masakan paman."
"Kakak apa kau seorang pemburu?"
"ya."
"aku tahu itu! Kau terlihat dapat diandalkan tidak seperti orang itu." Kiko memandang mengejek ke arah Gin yang di balas dengusan kesal.
"apa kau tahu, kakak rupawanmu itu telah di selamatkan oleh ku."
"lihat. dia bahkan pandai menipu."
Gin duduk tegap mengepalkan tangannya diatas meja, "tanya saja jika kau tidak percaya!"
... Kiko benar-benar bisa membuat mallen berlevel diamond terlihat buruk.
"apa itu benar?" Kiko memastikan menoleh ke arah Tei yang dibalas anggukkan.
"lihat!"
"apa karena itu kau bersamanya sekarang? Dia menawanmu menuntut balas budi? Sungguh tidak tahu malu." Dia menggenggam tangannya dengan tatapan penuh keyakinan. "Kakak cantik aku akan melindungimu, kau bisa melarikan diri darinya, aku akan menahannya disini."
...
Tei tidak bisa menahan kekehan tawa keluar dari mulutnya, mendengar bocah yang baru dikenal mengkhawatirkannya dari pemburu yang memberinya kehidupan ketiga.
Tawa renyah itu membuat dua orang yang melihatnya tidak rela untuk mengedipkan matanya.
Tei meberi tepukan di puncak kepala Kiko dan tersenyum senang, "Dia tidak menawanku, tapi aku memang harus membalas budi."
"be-begitu..." wajah kecilnya segera berubah terbakar seperti paman dibawah.
"KIKO! Apa yang kau lakukan, Cepat antar pesanan ini!"
"a-aku harus kembali, kakak kita bicara lagi nanti." Kiko meninggalkan mereka berlari dengan cepat.
"apa dia sakit?" Tei melihat kearah Gin, "kenapa kau menatapku seperti itu?"
Gin menatapnya dengan sedih, "Tei." menghembuskan napasnya menunduk kecewa.
"ada apa?"
"kau terlihat buruk saat tertawa."
"..."
"lebih baik kau tidak tertawa selain di depanku, karena aku memiliki kontrol diri yang tinggi, aku bisa tahan melihat wajah burukmu saat tertawa."
Bedebah.
"lupakan. Aku tidak akan tertawa lagi." Tei menegak minumannya dengan cepat memadamkan sulutan.
"Tei Tei kau harus tetap tertawa, jika kau sering menahannya. Kau akan membuang angin dengan suara yang keras dan bau mematikan."
"diam."
"kau harus makan dengan baik agar terlihat baik. Cepat coba telur daging terenak yang pernah ada ini." Gin menyodorkan potongan besar ke arah Tei. "Buka mulutmu, cepat."
"aku bisa memakannya senmb-" saat ini wajah Tei memiliki 2 lengkungan muncul di kedua pipinya, Gin tertawa terbahak membuat meja di depan mereka ikut bergetar.
Tei ingin mengumpulkan air di sekitarnya dan menenggelamkan mallen biadab di depannya. Tapi ia dengan cepat melupakan niat buruknya setelah merasakan telur daging di mulutnya. Matanya melebar dengan binar menyala.
"enak?"
Tei menganggukan kepalanya bersemangat, setelah beberapa saat ia akhirnya selesai menelan semua omelet dimulutnya. "ini luar biasa."
"aku tahu. Dan kau hanya bisa memakan seperti ini jika kau memiliki uang, kau mengerti?"
Tei hanya mengangguk menjawab sekenanya. Ia memotong sebagian omelet dengan ukuran yang pas dan memasukkannya dengan perlahan kemulutnya dengan bersih. Tanpa menyadari Gin terus memperhatikannya.
"Tei, apa kau berasal dari keluarga bangsawan?"
Tei hampir tersedak mendengarnya.
"cara makanmu terdidik dengan baik. Ah tidak, tidak mungkin. Tidak ada bangsawan yang membiarkan anak mereka berkeliling Dupe diusia 12 tahun."
...
Ya. Tidak ada bangsawan bahkan pemburu disini yang memperbolehkan masuk dupe sebelum usia ke-16.