Chereads / Keturunan Musuh / Chapter 5 - Tei

Chapter 5 - Tei

Tei akhirnya keluar menyusuri lorong setelah memastikan dirinya terlihat rapi, ia kembali ke ruang berkumpul sebelumnya.

"Locos kemari kau! Aku akan membunuhmu iblis kecil!" Zaire sedang mengejar dengan bola batu hitam ditangannya. Locos memalingkan wajahnya dan tidak sengaja bertatapan dengan Tei yang berdiri di pintu lorong.

Baggh! jika Dabria tidak segera menangkap Locos, mungkin dia yang akan menabrak dinding. Zaire mundur terhuyung dengan hidung berdarah sambil memegang kepalanya.

"LOCOSSS!! kau iblis kecil sialan! Hiks... hidungku..."

Tei meringis melihatnya, sedangkan Locos masih mematung di dekapan Dabria.

Pendarahan di hidung merupakan hal yang cukup sering dialami Tei dan itu berada di urutan kedua setelah rasa sakit penarikan kembali. Ia segera mendekati Zaire.

"apa kau baik-baik saja?" Tei meletakkan satu tangan di atas rambut biru muda, ini tidak separah luka Agatha jadihal ini mudah baginya. Juga ia sedikit terkejut karena merasa sangat mudah membuat clanya bersatu dengan cla Zaire. Zaire yang akhirnya pulih dari rasa sakit mulai menyadari keberadaanya dan menganga melihatnya. Begitu juga dengan Locos dan Dabria yang memakuk mata mereka ke arahnya. Darah dari hidung Zaire sudah berhenti sepenuhnya. Tei mulai merasa jika mereka seperti patung batu yang sedang menatapnya.

"hati-hati dengan bola mata kalian." suara Salome menyadarkan tiga pemburu yang tenggelam dalam pikkiran.

Dabria berdeham lalu segera menurunkan Locos dari dekapannya. Locos mendekati perlahan masih menatapnya tersirat kekaguman.

"Tei, aku tarik kata-kataku kemarin." Locos berbicara meyakinkan. "kau tidak akan menodai nama klan Hydra. Kau adalah anugrah klan Hydra!" Matanya menyala saat mengucapkan itu.

"untuk kali ini aku sepakat dengan si iblis kecil." Zaire mengangguk-angguk kan kepalanya cepat.

"kubuat beberapa pakaian lagi." Dabria menatapnya serius.

"dia sangat bahagia pakaian itu sangat pas untukmu dan ingin memberimu pakaian lagi" Locos menjelaskan sambil menepuk punggung Dabria yang hanya dibalas kernyitan sebelum akhirnya berjalan ke lorong.

Tei tidak tahu sikap seperti apa yang sesuai di situasi seperti ini, "em... terimakasih."

"kemarilah Tei, aku membuatkanmu sup ekor banteng." Salome meletakkan semangkok sup diatas meja bar. "rambut yang indah" ia sepertinya sudah tidak sabar ingin mengatakannya.

Tei mengucapkan terimakasih dengan lengkung senyum sebelum duduk dan menyesap supnya. Kerongkongkan keringnya segera dialiri kaldu lembut yang menyegarkan dan rasa gurih memikat. "ini rasa yang sangat luar biasa." Tei memakan supnya dengan lahap, ia ingin memulihkan energinya dan menenangkan perutnya yang sebenarnya sangat lapar. Makanan yang ia makan sebelumnya telah menghilang sepenuhnya karena Agatha yang tiba-tiba muncul telah menguras semuanya.

"perlahan-lahan, kau bisa makan sebanyak yang kau mau." Salome tersenyum hangat bagai seorang ayah melihat anaknya makan dengan baik.

Mata Tei berbinar mendengarnya "Salome, kau adalah anggota terpenting di klan ini. aku akan selalu melindungimu." Tei memberikan rasa hormatnya dan di balas tawa renyah Salome. Mereka dapat cepat menjadi dekat, Salome terasa seperti seorang paman baik hati yang menyayangi keponakan jauh yang sudah lama tak berkunjung. Dan sepertinya ia adalah orang tertua yang ada di klan ini, dirinya terlihat paling dewasa diantara lainnya.

"Salome bolehkah aku bertanya?"

"kau tidak perlu meminta ijin untuk itu."

"apa Gi-" ia merasa tidak baik untuk menyebut namanya, "... kapten pergi?"

Salome tersenyum mengabaikan keraguan Tei dalam memanggil Gin, "apa efek ikatan Yi sudah aktif?"

Tei mengangguk, efek ikatan Yi memang sudah berjalan bahkan peningkatan level clanya sudah mencapai borazon tingkat kedua saat ini. Efek ikatan Yi seharusnya membuatnya dapat merasakan keberadaan Gin saat ini, tapi ia tidak merasakannya.

"dia pergi ke Dupe bersama Agatha setelah sarapan." Salome berhenti sebentar untuk meletakkan kain lap di tangannya.

"Agatha sudah membuka gerbang teleport?"

"dia bahkan terlihat lebih sehat berkatmu. Ah, sepertinya Agatha terkena pelumpuh ingatan."

"pelumpuh ingatan? Aku ingat itu hanya bisa dilakukan seseorang yang selevel Gin?"

"kau benar. Karena itu dia hanya membawa Agatha bersamanya sekarang."

Tei mengangguk, "bagaiman dengan Eltra? Aku juga tidak melihatnya."

"tante itu pergi ke kota membeli barang Agatha yang hancur." Nada nyaring terdengar di sampingnya.

"yang mulia Tei, kami akan mengawalmu berkeliling bangunan ini. apa kau memberi kami kehormatan itu?" Zaire bernada bagai pengawal yang ingin mencari muka. Ia membungkukkan badannya memberi hormat.

"ew, kau terlihat menjijikan paman." Wajah Locos tersirat penuh dengan makian memandangi Zaire.

"siapa yang kau sebut paman?! iblis kecil?!" Zaire melirik tajam.

"apa kalian selalu sedekat ini?"

"tidak dekat." Dabria muncul dari lorong menuju pintu keluar, aura gelap seakan menguar disekeliling tubuhnya. Wajah Tei sedikit menegang mengeluarkan suara berbisik "apa aku salah bicara?"

"haha, Tei jangan di ambil hati. Dia memang seperti itu. Biasa kan dirimu. Tapi aku dan paman tiang memang tidak dekat." Locos menepuk bahunya ringan.

"ya, tidak dekat. Tei ayo pergi melihat sekeliling." Zaire akhir menarik lengannya menuju lorong.

"paman, jangan menariknya begitu saja! Aku yang akan mengajaknya berkeliling!"

"berhenti memanggilku paman! Umurmu bahkan hanya berbeda 4 tahun dariku!"

"4 tahun?" Tei berhenti menatap mereka berdua bergantian.

"mmh... apa kau menyakini jika anak kecil ini benar-benar anak kecil?" Zaire seakan sudah menebak pikirannya.

"hahahahahahaha! Aku menipu satu orang lagi." Locos terlihat bagai memenangkan penghargaan.

"bocah gila itu seumuran denganmu. Tapi, dia tidak tumbuh lagi saat mencapai usia 16."

"jangan iri padaku paman, aku tahu aku sungguh awet muda."

Zaire memutar matanya menanggapi Locos yang menepuk-nepuk pipinya sendiri membanggakan.

"..." =-=

Setelah berkeliling cukup lama, mereka berada di ruang terakhir yaitu tempat latihan yang lebih pantas di sebut dengan aula yang memuat berbagai senjata dan arena berlatih.

Rasa hangat tiba-tiba terasa di pergelangan Tei, mengisi perasaan kosong sebelumnya.

"hei Tei apa kau hanya menggunakan belati?"

"ya, aku hanya pernah menggunakan belati."

"Dabria membentuk banyak belati, kau bisa mengambil salah satu. Semua anggota klan dapat mengambil apapun disini."

Locos mendorongnya menuju barisan belati dengan berbagai macam bentuk.

Tei meneliti satu per satu, Ia melihat satu belati yang cukup mirip dengan belati yang sering digunakannya. "ini terlihat baik."

Ia mengangkat belati yang memiliki liukan di satu sisi dan disambung garis tegas hingga membentuk siku, menyala berkilat menyerukan ketajaman, dan terhias kristal kecil. Ini adalah belati yang paling sederhana diantara lainnya.

"waw, entah mengapa belati itu terlihat gemilang di tangamu, itu hanya akan terlihat menyedihkan jika paman cungkring disebelahmu memegangnya."

"dan akan terlihat seperti mainan anak-anak jika ada di tangan bocah sepertinya."

Tei mulai terbiasa dengan perilaku Zaire dan Locos yang tidak berhenti mengejek satu sama lain.

"bagaimana kalau kita kembali?"

"tentu." Zaire dan Locos menjawab bersamaan.

~

"kapten kau sudah kembali!"

Pria rambut perak menoleh dan melebarkan matanya terlalu tiba-tiba mengundang lainnya bertanya-tanya, melihat kearah Tei yang diapit Locos dan Zaire.

"TEI!!! Apa yang terjadi?! Ada apa dengan rambutmu?! rambutmu menyusut setelah menyembuhkan Atha?" Gin segera menangkup wajah Tei histeris memutarnya mencari hal janggal lain di kepalanya dengan teliti.

"uhhmm! Lemphass... kan." Tei mendorong Gin sekuat tenaga hingga akhirnya dapat melepaskan dirinya. Ia segera berlinding ke balik tubuh besar Salome dari kapten aneh yang akan meremukkannya.

"oh tidakk! Kita tidak bisa melihat Tei menyembuhkan lagi atau Tei akan botak." Ia berlutut menjambak rambutnya frustasi.

"huh? I-itu menyusut? Aku tidak memikirkannya karena itu terlihat indah. Bagaimana bisa?!" Zaire ikut terkejut dan mulai was-was.

"tunggu! Tei baru saja menyembuhkan hidung orang tua ini." jari telunjuk kecilnya menghakimi Zaire.

Locos, Zaire, dan Gin tersentak karena lintasan pikiran yang selaras, mereka melirik ke arah Tei perlahan dengan ekspresi was-was.

"dia hanya memotong rambutnya." Dabria tersenyum melingkarkan lengan pada seekor musang di perutnya, seakan sudah terbiasa akan adegan opera murah yang terjadi saat ini.

Suara helaan napas kompak dikeluarkan. Gin menunjukkan ekspresi bagai telah terlahir kembali dengan warisan melimpah di tangannya.

Tei memiliki kekhawatiran lain saat ini. Apakah penyakit aneh pemimpin klan ini dapat menular?

Seorang fellan dengan wajah lembut dan perawakan yang sempurna mendekatinya. Walau ia tidak banyak bertemu fellan, Tei yakin dia termasuk fellan yang banyak dikagumi para laki-laki di luar sana. Rambutnya berwarna merah maroon yang memberi kesan seperti ceri diatas sebuah makanan penutup lezat.

Tei tidak terlalu memperhatikan Agatha sebelumnya, lagipula dengan tubuh penuh bagian terkoyak siapa yang masih dapat berpikir kecantikan?

Namun saat ini, perasaan bagai pahlawan merambat di dirinya. Menyelamatkan fellan didepannya membuatnya merasa juga telah menyelamatkan banyak kehidupan mallen.

"hai, terimakasih telah menyembuhkanku."

Ia memberikan senyuman kelegaan, setidaknya ada tambahan pemburu lagi yang masih normal. "aku senang dapat berguna." Jawaban tulus telah mengalir senang.

"panggil aku Agatha. Oh, aku sudah mendengar tentangmu dari Eltra. Selamat bergabung di klan." Agatha melengkungkan bibirnya yang membuat wajahnya semakin terbingkai indah. Agatha awalnya mengira Tei adalah fellan, tentu saja nama bisa menyesatkan. Setelah mendengar cerita Eltra ia merasa cukup lega, karena Gin mengikat mallen dan itu untuk menyelamatkannya.

"kau bisa memanggilku Tei." Tei membalas tersenyum ringan.

Suara dehaman Gin menarik segala perhatian. Ia telah duduk dengan peta terpampang di meja, menarik yang lain mendekatinya.

"kita tidak menemukan apapun, tidak ada jejak apapun tertinggal disana. Aku dan Agatha juga sudah mengecek beberapa wilayah disekitarnya."

Gin memandang peta Dupe seperti menerawang ke dalamnya. Penampilan serius itu entah bagaimana dapat menghilangkan sesaat semua ingatan perilaku Gin yang tak pantas dalam kepala Tei.

Agatha melanjutkan "kita bertemu Harpies dan Chimaera."

"Sungguh?!" Tangan Locos tertahan Dabria sebelum memberikan pukulan pada meja.

"hmm, tifora mereka juga mengalami hal yang sama sepertiku. Tifora Harpies tidak terluka parah, namun ingatanya juga telah terhapus. Tifora Chimaera seorang pemula dan mungkin harus beristirahat selama 1 tahun penuh."

"Bukankah klan Kraken sangat beruntung. Memiliki tradisi menggali informasi dari pemburu, sehingga mereka tidak mengalami hal ini." Salome memberi penjelasan yang dibalas anggukan beberapa anggota.

"lalu.. si-siapa yang bisa melakukan ini?" rasa takut menjalar di wajah Zaire, namun tidak ada yang dapat merespon pertanyaannya.

Tei tiba-tiba merasakan perasaan menekan diudara tapi entah mengapa ini terasa menenangkan untuknya tidak seperti lainnya yang menegang.

"Gin...? ada ap-" Agatha yang duduk tepat di sisi Gin terpotong sebelum menyelesaikan.

"Dabria, sambut tamu kita." Dabria mengangguk pada Gin dan melesat ke pintu.

Kekuatan Gin sudah terlepas dari segelnya dan menyebar aura berat diudara. Terdengar suara ketukan sebelum Dabria mengucapkan mantra pembuka.

"Penjaga Kerajaan."

"oohhh... ! biarkan mereka masuk. Cepat. Cepat." Gin sudah membereskan perkamen yang ada di atas meja dan menghilangkan kembali aura kekuatannya. Jika ia tidak menggunakan penutup, Tei yakin ia sedang tersenyum lebar.

Situasi yang berubah dengan cepat membuat Tei hampir meluapkan ketersimaannya. Saat ini Gin bahkan terasa tidak lebih berbahaya dari bocah berumur 10 tahun.