Galang meminta Alsad dan Lusi untuk berangkat lebih dulu, Galang memilih untuk bolos di jam pelajaran pertama.
Galang telah menghubungi guru mata pelajaran pertamanya, dengan alasan ia masih sibuk menyelesaikan tugas akhirnya.
Dan anehnya guru mata pelajaran itu percaya saja dengan Galang, memang Galang jago untuk menaklukan para guru.
"Lo beneran bakalan bolos?" Alsad tak percaya.
"Hh-hh," sahut Galang cuek.
Sementara Lusi telah bersiap, ia tak mungkin bolos di jam pelajaran pertama.
Lusi tau kapasitas otaknya yang standart dan jauh dengan Eva maupun Galang, Luis menuliskan pesan di atas kertas kecil.
Ia menempelkannya di meja, berharap ketika Eva bangun nanti akan melihatnya.
"Yaudah turun sana, nyokap udah sediain sarapan," kata Galang.
"Gue sarapan di kantin aja, titip Eva. Kalo sampe dia kenapa-kenapa abis lo di tangan gue." Ancam Luis.
Galang hanya menganggukan kepalanya saja, "Percaya sama gue, mana mungkin gue ngapa-ngapain Eva. Gue cowok baik-baik," Lusi hanya mencibir saja.
Semua laki-laki sama saja, mana ada cowok baik-baik kalo berpura-pura baik banyak memang.
Eva masih tertidur pulas, ia sama sekali tak terusik dengan obrolan Galang dan Lusi bahkan suara Alsad pun tak membuat Eva membuka matanya.
Karena waktu semakin berjalan, maka Lusi dan Alsad memutuskan untuk berangkat sementara Galang hanya menatap Eva yang masih bergelung dengan selimut tebalnya.
"Sengantuk itu emangnya, ya?" guman Galang sambil tersenyum menatap mata Eva yang terlelap.
Galang turun menuju ruangan makan, Bunda Gea sedang menata sarapan untuk Ayah Gema.
"Loh kok turun sendirian?" tanya Bunda Gea.
"Eva masih tidur bun," sahut Galang sambil mengambil beberapa roti tawar dan mengolesinya dengan selai.
"Alsad sama Lusi tadi bunda bekalin roti, mereka buru-buru amat," tangan Bunda Gea tak berhenti bergerak.
"Iya Bun, mereka sibuk," Galang telah mengolesi beberapa roti dengan selai.
"Susunya Bun?" pinta Galang.
Bunda Gea memberikan dua gelas susu, satu untuk Eva dan satunya untuk Galang.
"Lang.."
"Kenapa Bun?"
"Jangan macem-macem, jangan gangguin Eva. Bunda cek lewat cctv nanti,"
"Iya Bunda, Galang nggak bakalan aneh-aneh kok,"
Bunda Gea menganggukan kepalanya, sementara Galang langsung saja menaiki anak tangga dengan hati-hati karena membawa dua gelas susu.
Pukul setengah sembilan lewat dua menit, Eva langsung membuka matanya. Sinar matahari langsung menyilaukan mata Eva.
"Astaga!" pekik Eva.
Matanya celingukan kesan kemari, Eva tak melihat adanya Lusi maupun Alsad.
Satu lagi Galang tak tau berada dimana, "Baru bangun," sapa Galang.
Pemuda itu telah memakai seragam sekolahnya, kedua telinga Galang tersumpal oleh headseat.
"Kok nggak bangunin? Ini jam berapa?" tanya Eva.
Galang menunjukan jam dinding dengan dagunya, "Aisshh.." Eva sangat panik.
Ia mengambil tas miliknya dan langsung berlari ke salah satu kamar, Eva bahkan tak sadar jika itu kamar milik Galang.
Yang Eva butuhkan saat ini adalah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, seumur-umur Eva belum pernah kesiangan seperti ini.
Eva benar-benar kaget karena ia ingat dengan jadwal presentasinya hari ini, Eva hanya mandi bebek.
Ia tak peduli dengan rambutnya, yang terpenting tubuhnya Eva basuh. Saking kaget dan memikirkan presentasi, Eva memakai sabun mandi Galang.
Wangi citrus cool itu menempel ditubuhnya, Eva langsung membilas dan mengganti pakaiannya dengan seragam sekolah.
Kemudian keluar dari kamar mandi, "Akkhhhh.." Eva kaget karena Galang berada di dalam kamar.
Kedua tangan Eva langsung saja menutup wajahnya, terutama bagian matanya.
"Why? Aku memakai baju Eva, dan ini kamarku. Kenapa harus sehisteris itu?" kata Galang.
Untungnya Bunda Gea pergi bersama Ayahnya, jika tidak Galang yang akan kena jewer oleh Bunda Gea karena mendengar suara jeritan Eva.
"Oh..maaf," ucap Eva pelan.
Kedua tangannya di turunkan, Eva langsung mengintari kamar Galang dengan kedua bola matanya.
"Sorry," Eva langsung berjalan menuju pintu.
Galang hanya menarik sudut bibirnya, ia kemudian memanggil Eva kembali.
"Nyisir dulu Va, rambut kamu kayak singa," kekeh Galang.
Eva langsung saja mendelikan matanya, Galang mengatakan rambutnya seperti singa, Eva tentu saja tak terima.
Mata Eva melihat sisir yang tergelatak, dengan cepat Eva menyambar dan langsung menyisir rambutnya.
Dari sudut manapun di lihat, rambutnya benar-benar rapih tapi Galang memang sering usil.
"Nyebelin," guman Eva.
"Apa…? Aku denger loh Va," goda Galang.
Tak..Eva meletakan sisirnya di atas meja, ia kemudian langsung keluar kamar mandi membawa tas dan paper bag yang berisi baju kotor miliknya.
Secarik kertas telah Eva baca, ia juga membuka pesan yang Lusi kirimkan.
Melirik jam masih ada satu jam setengah lebih, Eva tak mungkin berangkat sekarang.
"Ayo makan siang dulu," ajak Galang.
Eva tau jika Galang sedang mengejeknya, "Terima kasih, gue nggak lapar," tolak Eva.
Galang membawa nampan itu ke dekat Eva, "Gue bikin susu sama roti ini pake perasaan loh Va, masa nggak dihargai," wajah Galang dibuat seimut mungkin membuat Eva tersenyum.
"Nggak lucu," seru Eva, tangannya mengambil satu tumpuk roti yang telah diolesi oleh roti.
Galang hanya terkekeh saja, "Lo cantik kalo senyum kayak gitu Va," puji Galang.
Eva hanya menarik sudut bibirnya, hatinya sedikit menghangat mendengar pujian dari Galang.
Keduanya mengunyah roti dengan diam, sesekali Galang dan Eva saling melempar senyuman satu sama lain.
Galang semakin sering menatap Eva, ia terus saja memperhatikan setiap lekuk wajah gadis yang ada dihadapannya ini.
Eva benar-benar sangat cantik, hari ini wajahnya tak sepucat biasanya.
"Gue harus rapihin bekas tidur dulu," kata Eva.
Setelah menyelesaikan sarapan kesiangannya itu, Galang hanya menganggukan kepalanya saja.
"Hmmmhh, gue bantu," kini Eva dan Galang langsung melipat selimut dan kasur.
Sesekali mata keduanya saling mencuri pandang satu sama lain, "Lo baru pertama kali kesiangan ya?" Eva menganggukan kepalanya.
"Kalo gitu sering-sering nginep di rumah gue," sambung Galang menggoda Eva.
Eva hanya tersenyum saja, ia tak mampu menjawab pertanyaan Galang yang menggodanya seperti itu.
"Kata Bunda, lilinnya wangi. Bunda juga suka," Galang kembali berbicara.
Eva hanya menatap wajah Galang, "Thank you," ucap Eva.
Galang menarik sudut bibirnya lagi, Eva memang selalu menjawab singkat jika digoda ataupun diberi pertanyaan.
Tak banyak kata yang keluar dari mulut Eva, seolah bibir itu tak pernah berbicara dengan siapapun.
"Oh ya, lo berangkat naik motor gue? Keberatan enggak?"
Eva melihat seragam sekolahnya, kemudian menatap Galang.
"Nggak usah khawatir, gue pinjemin jacket," Eva menganggukan kepalanya setuju.
Lagi pula lebih cepat menaiki motor di banding mobil, kini Eva memakai sepatunya begitupun dengan Galang.
"Pegang yang kenceng Va, geu bakalan ngebut," teriak Galang.
Tangan Eva malah bergetar, Galang langsung saja membalikan tubuhnya.
"Oke deh, gue nggak ngebut kalo gitu, pegangan tapi ya," Galang menarik tangan Eva untuk memeluk pinggangnya.
Tangan Eva masih sedikit bergetar karena ini pertama kalinya ia memeluk seseorang.
***
Bersambung.