Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Puisi Bisu

Rizky_Nabillah
--
chs / week
--
NOT RATINGS
20.8k
Views
Synopsis
Aliah Soraya atau yang biasa dipanggil Lia, menyukai teman sekelasnya bernama Jonathan Bryan. selama tiga tahun dia merahasiakan perasaannya pada Jonathan dan memilih tetap jatuh cinta dalam diam, hanya sahabatnya lah yang mengetahuinya. Pada suatu kesempatan Jonathan memberikan puisi cinta pada Lia di depan guru dan murid-murid sekelasnya, Lia berfikir apakah dia mengungkap perasaannya atau hanya sekedar iseng. Karena rasa penasarannya Lia mendatangi Jonathan bertujuan untuk menanyai maksud dari puisi itu, Dan sejak itu beberapa kejadian membuat mereka menjadi dekat. Lia telah mengetahui bahwa cintanya tidaklah bertepuk sebelah tangan, namun ada beberapa rintangan yang harus Lia hadapi terkait keluarga dan kisah asmaranya. Bagaimana kisahnya? Yuk baca!♥️ Semoga suka dan vote ya!✨
VIEW MORE

Chapter 1 - Puisi dari Jonathan

Bel berbunyi pukul 09.30 menandakan bahwa pergantian mata pelajaran dimulai. Kali ini kami akan belajar Bahasa indonesia. Semua murid histeris lantaran Bu Diyah, guru bahasa indonesia kami memberikan tugas mandiri yaitu, mengarang puisi bebas dan akan diberikan kepada teman sekelas setelah dibacakan di depan.

Aku mengeluarkan buku tugasku. Puisi yang aku tulis akan kuberikan pada teman sekelasku, sherly. Dia adalah sahabatku di sekolah, kami selalu menghabiskan waktu bersama apalagi kalau ada tugas kelompok, aku selalu minta di kelompokkan dengannya begitu juga dengan sherly. Jadi aku ingin memberinya puisi sebagai rasa sayangku pada seorang sahabat. Walaupun aku mengutip puisi ini dari internet tapi semoga saja dia suka. Sherly menatap kearahku sambil tersenyum dan memberi kode kalau dia membuat puisi untukku. Aku senang melihatnya.

Bu Diyah masuk ke kelas membuat keadaan di kelas menjadi hening, "Keluarkan tugas kalian, ibu akan panggil nama kalian secara acak ya." Dia memperhatikan setiap murid sambil memegang buku absen. Keadaan di kelas berubah menjadi ketegangan dan kegelisahan,"Ya, Jonathan silahkan maju."

sambungnya.

Keadaan di kelas kembali normal. Beberapa murid merasa legah karena bukan namanya yang di panggil. Jonathan bangkit dan berjalan santai kedepan. Sama sekali tidak ada ketegangan di wajahnya. Yang aku tahu dia memang murid yang pintar dan unggul di sekolah. Dia juga ganteng dan tinggi jadi tak heran bila banyak murid perempuan yang menyukainya. Bahkan dia pernah di tembak oleh adik kelas di lapangan sekolah pada saat jam istirahat, saat itu banyak murid yang menyaksikan kejadian itu. Tapi dia menolak. Membuat malu si adik kelas itu, tapi memang apa yang dia lakukan itu benar. Dan dengar-dengar setelah di tolak adik kelas itu tidak hadir ke sekolah selama seminggu hahaha mungkin dia malu karena hampir satu sekolah yang melihatnya di tolak.

Aku juga pernah mendengar rumor bahwa Jonathan berpacaran dengan Bella, murid kelas sebelah. Bella cantik sih cocok saja bila di sandingkan dengan Jonathan. Tapi Bella membantah. Dia bilang bahwa mereka dekat karena sedang ikut cerdas-cermat di sekolah, sedangkan Jonathan lebih memilih bungkam. Baginya rumor seperti itu tak perlu di klarifikasi. Setelah itu memang sempat terdengar lagi rumor bahwa Jonathan dekat dengan murid lain tapi itu semua hanya sekedar rumor yang tak ada bukti. Yang aku tau Jonathan memang tidak banyak bergaul dengan banyak murid perempuan, dia hanya berteman dengan Yunni, sekretaris kelasku dan Anggun, wakil ketua osis. Mereka berdua itu termasuk murid pintar dan unggul di kelasnya, memiliki wajah cantik juga menjadi daya tarik bagi sebagian murid laki-laki di sekolah. Aku mendadak iri dengan mereka.

Tiba-tiba semua murid bertepuk tangan, menyadarkan aku dari lamunanku. Aku tak mendengarkan puisi yang dibacakan jonathan.

"Baiklah, mau diberikan pada siapa puisinya jonathan?" tanya Bu Diyah.

Dia tidak menjawab pertanyaan Bu Diyah tapi dia malah berjalan kearahku. Aku mengira dia akan memberikan pada murid di belakangku tapi ternyata dia berhenti tepat di mejaku. Jantungku berdegup kencang. Suasana kelas menjadi heboh. Dia memberikan kertasnya dan tersenyum. Dia menaikkan alisnya, Kode agar aku segera mengambil kertasnya. Kuterima kertasnya. Seluruh murid berteriak cie..cie.. membuat aku tersenyum kecil sekaligus bingung dengan keadaan ini, aku melihat kanan dan kiriku semua murid tersenyum padaku.

Saat jam istirahat aku dan sherly pergi menuju kantin. Beberapa murid yang kutemui tersenyum padaku lalu mereka berbisik seperti sedang menceritaiku. Aku membawa kertas puisi milik jonathan, sudah aku baca dan sekarang aku mau menemuinya karena ingin bertanya maksud dari puisi cintanya ini. Aku melihatnya hendak masuk ke ruang osis, aku mempercepat langkahku sambil menarik tangan sherly.

"Jonathan." Panggilku. Dia berheti tepat di depan pintu ruang osis sambil membawa selebaran.

"Kenapa?" dia bertanya dengan wajah polosnya. Aku merasa heran dengan sikapnya seperti tak ada kejadian pikirku.

"Apa maksud puisi ini?" aku menunjukkan kertas itu di depan wajahnya.

Dia mengambilnya dan tak ada jawaban. Lebih tepatnya dia diam tak menjawab pertanyaanku. Dia malah pura-pura sedang membaca puisi yang dia tulis sendiri itu.

"Simpan aja ya. Aku lagi ada urusan nih." Dia mengembalikan kertasnya dan masuk kedalam ruang osis.

Aku ingin menariknya tapi sherly menahanku,

"Lia, udah kita ke kantin aja yuk. Aku lapar nih." Kata sherly.

Mau tak mau aku pun menuruti permintaan sherly. Memang seharusnya aku tak perlu bertanya pada jonathan soal maksud puisi ini, sudah jelas bahwa dia hanya memberinya secara random. Aku yakin tak ada maksud apapun dengan puisi ini. Harusnya aku buang saja tadi cerutu ku dalam hati.

Sampai dirumah, aku menjatuhkan badanku ke kasurku. Merogoh kantung rok ku, terdapat kertas puisi milik jonathan tadi. Ku remas dan kucampak ke lantai. Perasaanku campur aduk. Apa dia tahu kalau aku menyukainya? Apa dia sengaja membuat aku malu pada murid satu kelas? Entahlah aku lelah memikirkannya. Dan tanpa sadar aku ketiduran dengan masih memakai seragam sekolah.

***

Besoknya seperti biasa sebelum sampai dikelas aku melewati lorong sekolah dan aku melewati satu persatu kelas. Dimana setiap murid yang melihatku masih tersenyum dan berbisik pada teman mereka. Rasanya aku ingin cepat masuk ke kelas. Apa jangan-jangan ini giliranku yang terkena rumor dengan jonathan? Aku menggelengkan kepala ku seperti ingin membuang pikiran itu.

Saat jam istirahat tiba aku merasa ingin di dalam kelas saja mengurung diri di mejaku. Sherly mendatangiku dan mengajakku ke kantin tapi aku menolak karena aku malas melihat tatapan para murid-murid itu padaku.

Lalu sherly memaksa,

"Ayo lia, Nanti kalo ketemu jonathan lagi kita mintai jawaban, kita cegat dia. Gimana?" bujuknya.

"Kayanya bakal sia-sia deh ngomong sama Si kepala batu itu! Tapi ayo deh."

Baru mulai berdiri, Tiba-tiba dari arah jendela aku melihat dia hendak masuk ke kelas. Terlihat banyak sekali murid-murid yang mengikutinya.

"Nah itu Jonathan!" seru sherly .

Dengan membawa bucket bunga dan sebungkus coklat dia masuk ke kelas, iring-iringannya heboh berteriak. Dia mendekat ke mejaku, Berlutut dengan memberikan bucket bunga dan sebungkus coklatnya padaku.

Brakk!! Suara hentakan meja membangunkan ku, aku menegakkan kepalaku. Tersadar kalau aku sedang bermimpi. Aku melihat kedepan dengan mata setengah terbuka. Sepih. Hanya ada seseorang yang sedang membereskan buku-bukunya di meja dan dia juga yang membuat suara hentakan meja tadi. Aku mulai membuka mataku lebar, Ternyata jonathan.

Aku menoleh ke samping dan tidak ada siapapun. Kemana sherly? Kenapa dia tidak membangunkanku? Pikiranku bertanya-tanya. Aku teringat mimpiku tadi, spontan aku memukul dahiku. Aduh, sakit. Kenapa aku bisa bermimpi seperti itu? Aneh.

"Sherly pulang duluan. Dia dapat kabar neneknya masuk rumah sakit." kata-katanya membuat aku terdiam beberapa saat.

Aku melihat jam tanganku, masih menunjukkan pukul 10.30, "Kenapa sudah sepi?"

"Guru-guru pada rapat jadi semua murid di pulangkan." Dia menjawab tanpa melihat kearahku, dia sangat sibuk membereskan buku-buku itu.

"Oh, makasih infonya."

Aku bangkit dari mejaku dan berjalan keluar. Tiba-tiba dia menarik tanganku dari belakang. Langkahku terhenti. Seketika jantungku berdegup kencang. Apa mimpiku akan menjadi nyata? Ah tidak! Aku harus membuang jauh-jauh pikiran kotor itu.

Aku berbalik, "Kenapa?" tanyaku berusaha tenang.

"Bantu aku sebentar ya, nanti aku antar kamu pulang deh, atau mau ikut aku kerumah sakit jenguk nenek Sherly?" dia tersenyum padaku.

Aku tersenyum heran. Seperti mendapat sebuah keajaiban dia tersenyum padaku lagi. Menghipnotisku untuk menuruti pintanya. Tanpa sadar aku mengangguk.

Aku masuk kedalam dan membantu dia membereskan buku.

Sesekali aku melirik kearahnya, dia tampak serius sekali dan terlihat ganteng. Dia melihatku dan aku cepat-cepat membuang tatapan ku darinya.

"Selesai nih." Kataku.

Dia mendekat mengambil buku yang aku bereskan. Sedikit tercium aroma parfum darinya. Wangi yang cocok sekali dengan karakternya yg maskulin menurutku. Aku memperhatikan dia saat sedang mengepak buku-buku itu. Di dahinya mulai mengucur keringat. Ingin rasanya aku mengelap keringatnya dengan tissue di tas ku tapi itu tak mungkin.

"Sherly bilang kamu gamau diajak ke kantin, terus pas sherly balik dari kantin dia lihat kamu udah ketiduran. Untung aja Pak Bowo tadi masuk Cuma mau kasih tau kalo guru lagi rapat jadi dia gatau kalo kamu tidur." Kata-katanya menyadarkan aku.

"Oh gitu. Hehe aku ga sadar kalo ketiduran." Aku menjawab sambil malu-malu.

"Terus dia suruh aku bangunin kamu karena dia buru-buru. Sebelumnya dia udah kasih tau aku alamat rumah sakitnya."

Aku teringat soal puisi yang dia kasih, kenapa tidak tanya lagi saja, mungkin dia mau menjawabnya karena sedang berdua saja disini.

"Lalu, soal puisi yang kamu kasih itu. Apa maksudnya?" aku segera mengalihkan topik.

Dia tidak menjawabnya bahkan dia terlihat seperti tidak mendengar perkataanku. Aku mulai kesal.

Lagi-lagi dia mengabaikan perkataanku, "Kenapa ga dijawab?!" nadaku sedikit tinggi.

"Nanti aku jawab kalo udah pulang dari rumah sakit." Dia melangkah keluar membawa buku-buku tadi, "Ayo." Sahutnya. Aku pun segera keluar membawa beberapa buku saja dengan wajah cemberut.