Chereads / Puisi Bisu / Chapter 3 - Pertama kali mengabaikannya

Chapter 3 - Pertama kali mengabaikannya

Satu jam pelajaran terlewati. Aku baru selesai dari hukumanku membersihkan halaman kelasku. Aku di persilahkan masuk oleh pak Bowo, dia memperingati agar aku tidak terlambat lagi lalu dia menyuruhku kembali ke tempat dudukku.

Aku merasa ada yang memperhatikanku, lalu aku menoleh kearah Jonathan. Benar saja. Aku membuang tatapan darinya. Menyebalkan!

Jam istirahat tiba. Aku dan sherly sepakat untuk bertemu di kantin. Sherly pergi duluan karena takut akan mengantri. sementara aku sedang menulis catatan yang diberikan pak bowo di papan tulis, yap! selesai, kumasukkan bukuku dan aku segera pergi menuju kantin.

Aku berjalan melewati meja Jonathan, dia masih duduk dan menyusun selebaran,

"Aliah! Mau kemana?" sahut Jonathan.

Langkahku terhenti. Ada angin apa dia memanggil dan bertanya begitu? Haha mungkin aku sedang berhalusinasi kali ini. Aku melanjutkan langkahku.

"Aliah, tunggu!" dia menghampiri.

Ah sial! Ternyata bukan halusinasi.

Aku hanya menoleh kearahnya. Dia kelihatan kesulitan membawa selebaran itu.

"Bantu aku bawain ini ya? Dikit aja deh biar kamu ga keberatan." Pinta Jonathan.

Aku hanya diam saja, memasang wajah datar. Dia memberiku selebarannya dan kuterima dengan terpaksa. Aku mengikuti langkahnya dari belakang. Dia berjalan lambat seperti mau mengimbangi langkahku tapi aku semakin melambat.

Dia berhenti, "Kamu kenapa?"

Aku masih diam memasang wajah datar sedari tadi. Dia menunggu jawabanku. Beberapa saat kemudian baru aku berniat untuk menjawab.

"Gapapa." Aku melanjutkan langkahku. Dia mengikuti. Kali ini kami berjalan seiringan menuju ruang osis.

Saat sampai aku mengikutinya masuk kedalam. Terlihat Anggun sedang sibuk dengan Andre, ketua osis.

Tampaknya mereka sedang mempersiapkan acara untuk pensi perpisahan nanti. Anggota lain juga terlihat sibuk dengan kerjaannya masing-masing.

Yunni menghampiri kami, ternyata dia juga anggota osis dengan Jonathan,

"Disini, Taruh aja selebarannya disini." Yunni menunjukkan sebuah meja kosong yang bertuliskan kelompok 4. Aku dan Jonathan meletakkan selebarannya.

"Makasih ya, lia." Kata Yunni ramah. Aku tersenyum padanya.

Lalu aku melangkah keluar dari ruangan ini yang di penuhi kesibukan. Baru sampai di depan pintu Jonathan menarik tanganku, "Tunggu, lia." Katanya.

Aku kaget, Spontan menghempas tangannya. Anggun melihat kami, dia bangkit menghampiri kami.

"Makasih ya." Jonathan tersenyum padaku.

aku diam saja dan langsung pergi sebelum Anggun tiba. Lalu aku menoleh kebelakang mereka berdua sedang berbicara di depan pintu dan mata anggun sinis melihatku.

Aku berlari menuju kantin, hendak menemui sherly. Dia pasti sudah menungguku dari tadi! Aku kesal dalam hati.

"hey lia! Di sini." Panggil sherly. Aku segera menghampirinya.

"Lama banget sih, liat nih bentar lagi jam istirahat kita udah mau habis." Sherly memasang wajah kesal.

Aku duduk di depannya, "Tadi aku bantu Jonathan bawain selebarannya ke ruang osis."

"Oh gitu. Aku kira kamu ketiduran lagi hahaha.." sherly tertawa meledekku, "Tapi nih ya, belakangan ini Jonathan jadi deket ya sama kamu. Aku heran deh." Perkataannya kali ini membuat aku juga heran.

"Iya nih, aku juga heran." Aku menyeruput es teh milik sherly. Matanya melotot padaku, "Itu es ku! Sana beli sendiri." Wajahnya kesal. Aku menertawainya.

***

Aku berjalan di koridor, melewati beberapa kelas yang sudah sepih. Kulirik jam tanganku, pukul 13.45 siang. Aku berjalan sendiri tak ditemani Sherly. Hari ini dia harus menjaga neneknya di rumah sakit bergantian dengan kakaknya jadi, dia harus pulang duluan.

Sebelumnya aku mampir ke perpustakaan sekolah dan meminjam beberapa buku disana. Hanya buku-buku pelajaran yang aku rangkul di tangan kiriku. Ujian akhir semester segera tiba sudah saatnya aku mulai mengisi pikiranku dengan beberapa materi pelajaran.

"Lia!"

Seseorang memanggilku, membuat ku tersentak. Langkahku melambat, mungkin itu hanya pikiranku saja atau aku sedang berhalusinasi. Setelahnya aku merasakan seseorang berlari dari belakangku.

"Lia tunggu!"

Tepat! Itu suara Jonathan, dia yang memanggilku. Aku terus berjalan kali ini sedikit lebih cepat. Aku harus menghindar!

Ah tidak! Tiba-tiba dia sudah berada di belakangku menarik tasku,

"Lia! Dari tadi aku panggilin loh. Mau pulang bareng gak?" Nafasnya terengah-engah berbicara padaku tapi dia tetap tersenyum.

"Enggak." Jawabku singkat. Aku pun melanjutkan langkahku. Dia masih mengikuti. "Aku udah bilang aku ga ma..u.." belum selesai aku bicara, dia berjalan melewatiku menghampiri Anggun.

Mereka saling tersenyum dan pergi ke parkiran. Wajahku cemberut langkahku semakin cepat agar tidak melihat mereka lagi. Dan aku semakin benci dengan Jonathan.

***

Malam ini aku duduk di kursi belajarku, hendak mengisi pikiranku dengan materi-materi pembelajaran. Aku buka lembar demi lembar halaman buku fisika ku, Namun aku terus kepikiran kejadian tadi siang di sekolah. Kenapa dia mau mengajakku? Dan apa mungkin karena aku tidak mau, jadi dia mengajak Anggun? Ha... Aku jadi pusing! Kenapa juga harus mikirin itu.

Tapi kenapa saat melihatku anggun terlihat sinis dan kurasa dia cukup dekat dengan Jonathan, apa mungkin dia suka ya? hah?! kalau benar dia suka juga masa aku bersaing dengan angguh sih, aku bukan levelnya. standar kecantikannya juga jauh diatasku, dibanding aku anggun jauh lebih menarik dimata Jonathan.

Aku mulai menyerah dengan buku fisika dihadapanku, pikiranku semakin menolak untuk memikirkan rumus-rumusnya. aku menutup halamannya dan pergi menuju ranjangku, aku terduduk dengan pikiran yang melayang-layang. Tiba-tiba ponselku bergetar, tertulis pesan masuk dari Sherly.

Aku terkejut membaca pesannya, mataku mulai berkaca-kaca. Aku memberitahu kabar itu pada kedua orang tuaku, dan kami sekeluarga pergi ke rumah sakit untuk menemui Sherly. Aku tak menyangka akan seperti ini akhirnya.

Aku memeluk erat Sherly yang histeris di depan pintu ruangan dimana neneknya dirawat, rasanya baru tadi disekolah kami tertawa-tawa sekarang malah diselimuti perasaan sedih. Aku melihat dari balik kaca pintu suster menutup seluruh tubuh nenek Sherly yang terbaring kaku. Air mataku mengucur deras, tak terbayang bila aku yang merasakan kehilangan ini.

Terlihat beberapa keluarganya mulai hadir, Dan ditengah ke sedihan ini Jonathan datang bersama dengan Andre. Mereka berdua menghampiri kami duduk di kursi ruang tunggu.

"Yang tabah ya sher, gue yakin nenek lo bakal tenang di alam sana." ucap Andre, sambil mengusap kepala Sherly.

"Maka..sih.. ya, ndre." jawab Sherly sambil menangis tersedu-sedu.

"Ini sher, pake aja." Jonathan memberikan sapu tangannya.

Sherly menerimanya dan mengusap pipinya yang basah oleh air mata, "makasih ya, kalian udah nemenin aku." kata Sherly. dia berusaha tenang namun aku tahu bahwa dia benar-benar sangat terpukul dengan rasa kehilangan ini.

Aku, Jonathan dan Andre berjalan ke parkiran rumah sakit. Andre merasa ada yang perlu dibicarakan, aku berjalan lambat di belakang mereka. Tiba-tiba langkah mereka terhenti, "Ponsel gue tinggal!" Andre meraba saku celananya dan tak menemukan ponselnya, "Entar ya, gue balik lagi." dia berlari meninggalkan kami berdua di lorong rumah sakit.

Kami hanya berdiam diri menunggu kehadiran Andre, aku menyandarkan bahuku ke dinding sementara disampingku Jonathan jongkok sambil melipat tangannya, dia tampak murung dan aku bukanlah seseorang yang suka menanyakan apa yang sedang dirasakan orang lain. Aku hanya diam melihati jam tanganku, keheningan ini membuatku merasa sedikit ngeri. lorong ini begitu sepi hanya ada kami berdua, aku merasa dingin sekaligus ngeri, aku ingin bicara namun mulut ini terasa kaku dan aku menunggu Jonathan untuk bicara.

"Dingin ya?"

Tiba-tiba suaranya bersambut, aku tersentak dan langsung menoleh kearahnya. Dan akhirnya suara itu memecahkan perasaan ngeri yang aku rasakan.

Jonathan bangkit, membuka kemejanya, "Ini pakai." dia memberikan kemejanya. Aku terdiam sejenak, "Aku gapapa." jawabku lirih. Dia langsung memakai kembali kemejanya. Aku melihat matanya sedikit memerah, apa dia menangis? pikiranku bertanya-tanya.

"Ayo." sahut Andre yang tiba-tiba muncul. kami pun mengikuti.

***