"aku pulang" seruku begitu memasuki rumah, meski tau tak ada siapa-siapa didalam. Aku mengambil minuman dingin dari dalam kulkas ketika sampai didapur, Seokjin oppa bilang ia akan sangat terlambat pulang karena harus bertemu dengan teman lamanya, aku tidak tau siapa yang ia maksud karena telponnya terputus.
Berbicara tentang Seokjin, aku akan cerita sedikit tentang dia
Kim Seokjin, 27 tahun, dokter. Uhm . salah satu dari 3 lulusan terbaik di Universitas ternama di Seoul. Orang-orang dulu menyebutnya si jenius yang tampan. Aku tidak setuju. Tentu saja. Tapi dunia mengakuinya. Terserah
Putra sulung dari Kim Jeong Min dan Im Soo Yang, semua hal-hal yang baik mengikuti ekornya sejak dulu, dia tampan, pintar, kaya, baik dan menawan. Bahkan seluruh definisi itu tidak cukup untuk menjelaskan tentang siapa dia.
Ugh, aku benci mengakuinya
Dari semua kelebihan yang ia memiliki mungkin hanya satu kekurangannya, dia memiliki ku
Secara harfiah dia adalah kakakku, usia kami terbilang terpaut jauh tapi itu tidak penting.
2 tahun yang lalu aku ikut dengannya untuk tinggal di Seoul, rumah orang tua kami ada di Gwachyeon. Sebenarnya tidak terlalu jauh. Tapi semakin hari orang tua kami semakin sibuk bekerja.
Aku masuk kekamar ku dengan malas setelah selesai makan, main game di komputer milik Seokjin selama berjam-jam hingga aku sadar sudah 5 jam aku terus duduk menatap layar komputer. Langit diluar jendela sudah sangat gelap. Aku bangkit dari dudukku dan "ah" keram sekujur tubuh melanda seketika. "aku benar-benar tau ini akan terjadi"
"aku pulang" suara Seokjin terdengar jelas dari luar kamar, berjalan sebentar dan mendapatiku berada didalam kamarnya.
"ya!, bukankah sudah kukatakan padamu jangan bermain game terlalu lama" serunya mendekat
Aku terdiam ditempatku bukan karena takut mendengar omelan Seokjin tapi keram dikakiku belum kunjung hilang.
"oppa mian"
Seokjin berjalan mendekati lemari pakaiannya dan membuka jas yang ia kenakan, kemudian kemejanya hingga meinggalkan kaos putih saja, begitu ia hendak meraih handuk diatas kursi ia melihatku masih berdiri dimuka pintu melihatnya.
"liat apa?"
Aku tersadar sebentar
"anii, hanya saja, oppa terlihat begitu keren" seruku sedikit manja
Ah, lidah ku jadi gatal
"aha, kau taukan aku memang terlahir seper... ya!, kau mau kemana?!" suara Seokjin mengeras diakhir kata bergitu melihatku berlalu begitu saja saat ia belum menyelesaikan perkataannya.
aku masuk kedalam kamarku dan langsung menghamburkan tubuh diatas kasur yang empuk, "agh, lelahnya" gumamku seolah aku telah bekerja begitu keras hari ini.
waktu malam pukul 9, aku dengan begitu serius duduk dimeja belajarku dengan santai, satu kaki ku bahkn kuangkat naik agar terasa lebih nyaman, sampai tiba-tiba suara pintu kamarku diketuk cukup keras, saking kerasnya kupikir pintu itu akan hancur seketika.
"OPPAAAA! WAEEE!!" teriakku begitu tak tahan dengan suara pintuku yang seperti akan dipatahkan oleh tangannya.
Seokjin menampakkan wajahnya dari balik pintu dengan senyum termanisnya seolah ia hanya menyentuh sebentar pintu itu dengan lembut.
"apa kau sudah tidur?" tanyanya
"ne, aku bahkan sedang mimpi belajar sekarang?"
Seokjin terkekeh melihatku, ia kemudian memasuki kamar dengan santai dan duduk di kursi belajarku, sementara aku melihatnya dengan malas.
"aku ingin berbicara serius, apa boleh?"
"heum" gumamku tak tertarik sembari terus berpura-pura menatap buku pelajaranku
"kau tau teman oppa di Universitas dulu?, yang berasal dari Daegu?" sambungnya sedikit ragu
Aku melihat kearahnya penuh tanya, tak berbicara tapi menunggu ia melanjutkan maksudnya.
"dia sedang sakit, aku mengantarkannya dua minggu lalu kembali ke Daegu, ia mengatakan ingin meghabiskan waktu di kampung halamannya"
"apa kau mendengarku?" tanya kemudian begitu melihat aku kembali menatap buku ku
"heum" gumamku lagi menjawab
"tapi,...."
Aku kembali melihatnya
"tapi... adiknya masih tinggal disini, ia masih bersekolah dan tak ada yang merawatnya"
"kenapa ia tak ikut pulang ke Daegu?" tanyaku
"ia bersekolah disini, dan yang paling penting ia sedang fokus kursus bermain piano, teman ku sangat ingin adiknya menjadi pemain piano yang hebat, kau tau... teman ku itu benar-benar sakit" katanya meyakinkan
"arasseo, lalu apa hubungannya teman oppa yang sakit dan adiknya" aku menghadapnya penuh berusaha mengerti alur cerita yang Seokjin katakan
"mereka bersaudara"
Aish!!, aku menggaruk keras kepalaku yang tak gatal
"lalu kenapa oppa menceritakannya pada ku?!!" hentakku kesal
"aku meminta adiknya untuk sementara tinggal bersama kita"
"MWO?!!" aku terkejut nyaris mematahkan pensilku
"oppa wae?!" teriakku lagi
Seokjin gelagapan mendekatkan kursinya padaku.
"ini hanya sementara, aku sudah melihatnya tadi ditempat ia les piano, dia anak yang baik dan ramah, kau pasti menyukainya" pintanya memelas
Aku melihat geram kearah Seokjin. Aku tidak berpikir ia akan sebegitu baiknya kepada teman lamanya itu.
"oppa tau aku tidak suka ada orang lain dirumah ini"
"ara ara, tapi ini hanya sementara, aku benar-benar kasihan dengan teman ku, manhi apaa"
Setelah melakukan berbagai trik memohon, memelas dan membujuk akhirnya aku sepakat dengan keputusan kakakku. Ia mengatakan akan membawa anak itu minggu depan saat kamar nya telah siap, begitu ia menjelaskan hal-hal lainnya mengenai perlengkapan sehari-hari, aku dibuat terkejut seperti ia telah menyiapkan ini jauh hari sebelumnya.
"kau tidak berniat menggantikanku bukan?" seruku ditengah penjelasannya
"wah, aaniiii, kenapa aku harus menggantikan adikku yang cantik ini" suara Seokji meninggi
"lalu kenapa, oppa begitu bersemangat?" selidikku curiga
"apa dia cantik?" lanjutku
Seokjin menggeleng
"apa ia lebih muda dari ku?"
Seokjin ragu kemudian mengangguk
"sepertinya ia lebih muda"
"ha?, ternyata oppa lebih memilih yang lebih muda?" tawaku sedikit meremehkan
"tapi disamping itu semua, ia adalah adik temanku, aku harus menyayanginya seperti aku menyayangi mu"
"jelas tidak boleh sama, nan chinja dongsaegi-ya"
"arasseo arasseo, uri ippeun dongsaeng" pujinya penuh maksud
***