Siang itu, nyaris dipenghujung musim semi. Saat pulang, hujan turun untuk pertama kalinya. Aroma tanah yang mengudara semakin memperkuat suasana. Aku berdiri tepat dimuka pintu bangunan sekolah, hampir sama seperti yang lainnya, menunggu dan mengeluh.
Ada diantara mereka yang hanya diam saja dan terus menggerutu, dan diantara yang lain ada pula yang nekad menerobos hujan.
Aku memegang payung yang memang sudah selalu kusediakan didalam loker ku. Sangat beruntung aku menyimpannya disana. Saat Eunji pamit pergi dengan payungnya aku masih tinggal berdiri disana, untuk beberapa saat.
Seokjin menghubungiku sebelum pulang, anak yang ia maksud akan tinggal dirumah kami akan datang hari ini. Aku tidak ingin bertemu dengannya tapi aku juga merasa penasaran. Seokjin bilang dia anak yang pandai bermain piano dan sangat menyukai musik. Aku tidak tau apa-apa tentang musik jadi kurasa kita tidak akan nyambung satu dengan yang lainnya.
Lama aku berdiri di sana, tanpa sadar orang-orang sudah mulai berkurang. Mereka telah pergi satu persatu menyisahkan hanya satu dua anak saja yang masih disana.
"apa aku tidak usah pulang saja?"
Dia pasti anak yang cantik dan manis, pintar bermain piano, dan... dan. Entahlah, aku hanya merasa sangat tidak nyaman jika ada orang yang tak kukenali tinggal bersama ku. Walau ia adalah adik teman Seokjin. Tapi tetap saja!
"aiissh, hujan?" gerutu seseorang tiba-tiba terdengar
Aku menoleh karena suaranya sendiri tidak asing bagiku.
Dia Park Jimin
Ia terlihat memasukkan tangannya kedalam kantong celan karena suhu yang memang sedikit dingin. ia sendiri disana, tak ada orang-orang yang biasa bersamanya, menatap langit yang gelap sembari terus menggerutu.
Kulihat gerbang diluar sana tak ada tanda-tanda mobil yang biasa datang menjemputnya. Padahal ini sudah jam pulang, dan Jimin masih terlihat kebingungan dimuka pintu.
Aku berjanji tidak akan berbuat apa-apa, aku berjanji tidak akan berpura-pura peduli
Teguhku meyakinkan saat aku melihat payung ditanganku.
"pura-pura sajalah tidak melihatnya, pura-pura sajalah Kim Hyena"
Aku melirik sedikit kearah Jimin dibelakang, ia masih berdiri disana, disaat yang lainnya sudah lebih dulu pergi menerobos hujan. Kini tanpa sadar hanya tinggal aku dengannya yang masih berteduh.
"apa aku pergi sekarang saja"
Aku berusaha membuka kancing payungku dengan cepat, berusaha agar Jimin tidak memperhatikanku sama sekali. Aku kembali melirik ketempatnya dan Tepat! Ia justru melihat kearahku.
Aku tertegun beberapa detik sampai saat seseorang muncul dari balik pintu.
KIM TAEHYUNG!
Ia terlihat muncul dari balik pintu dengan tatapan yang sama seperti orang-orang sebelumnya, rasa heran karena hujan yang tiba-tiba turun.
Ia berjalan disisi lain dari tempat Jimin berdiri. Sedikit mendekat kearahku.
Aku melihatnya dengan seksama, sementara ia masih kebingungan dengan hujan yang justru semakin deras.
"hujannya deras" kataku setelah begitu lama diam
"heum" ia hanya mengangguk tanpa melihatku
"aku punya payung, kau bisa memakainya sampai halte, aku akan menunggu sampai hujan reda" tawarku padanya tanpa sadar
Ia menoleh padaku dan payung yang kupegang
"tidak, terima kasih, aku akan berlari saja" katanya kemudian berlari meninggalkan gedung
"ah, Taehyung-ah" panggil ku segera begitu ia menerobos hujan
Hah anak itu
Aku kembali terdiam menatap punggung Taehyung yang semakin menjauh. Hujan benar-benar akan membasahi bajunya keseluruhan.
Aku menatap payung ditanganku, apa seharusnya aku pulang saja. Waktu juga semakin sore jika aku terus tinggal disini menunggu hujan, mungkin akan selesai saat malam.
Ah
Tanpa sengaja saat aku akan pergi, aku menoleh kearah Jimin yang masih berdiri ditempatnya. Ia sendiri disana. Menatap dingin kearahku. Seketika membekukan suasana. Tangannya terlipat tepat didepan dadanya.
Sejak kapan ia menatapku dengan cara seperti itu.
"wae?" tanyaku berusaha santai
"ani" jawabnya tak kalah lebih dingin dari tatapannya
Aku benar-benar tidak terlalu pintar membaca suasana tapi aku sadar jika aku bahkan kesulitan membuka payungku hanya karena melihat matanya.
"kenapa kau melihatku seperti itu?" tanyaku lagi
"kubilang tidak" jawabnya lagi yang lebih dingin
Apa aku tinggalkan saja anak ini disini
Aku bahkan tidak bisa merasa kasihan padanya jika seperti ini
Aku menggoyang-goyangkan payungku begitu berhasil terbuka, dan kembali menoleh kearah Jimin, tepat sekali lagi ia melihat kearahku. Apa sejak tadi hanya itu yang ia lakukan?.
"wae?" tanyaku untuk kesekian kalinya
Jimin tidak menjawab
Huftt
Aku membuang napas berat. Dalam otakku saat ini sepertinya sedang berdebat hebat. Tatapan anak itu benar-benar menganggu.
"pakailah, aku akan menunggu didalam sampai hujan reda" tawarku tiba-tiba, mengarahkan payung milikku padanya.
Jimin yang masih melipat kedua tangannya, menatap payungku dihadapannya. Tetap dengan sikap dinginnya.
"seorang Park Jimin tidak meminjam payung orang lain" katanya kemudian menatap kearahku
"apalagi itu adalah payung yang jelek" sambungnya
Aku yang awalnya telah berusaha mengumpulkan rasa kemanusiaanku pada Jimin sontak runtuh seketika, aku lupa jika ia adalah Park Jimin. Aku membelalakkan mataku saking terkejutnya.
"ya!, tidak bisa kah kau katakan tidak saja?" kataku padanya
"aku mengatakannya lebih jelas agar kau mengerti sedang kasihan pada siapa" jelasnya
"aku tidak merasa kasihan, aku hanya ingin membantu" kataku lagi
"aku tidak perlu bantuanmu" balasnya lagi
"aish chinja!!"
"terserah, aku hanya mencoba bersikap baik padamu"
Aku segera berbalik karena kesal, aku benar-benar tidak menyangka akan ditolak begitu rendah seperti ini.AUHHH.
Aku bahkan tidak bisa berteriak karena begitu marah mendengar caranya berbicara.
Kugerak-gerakkan payungku dengan kasar , dan mulai beranjak pergi. Tapi baru saja aku mengambil langkah kedua Jimin tiba-tiba berlari masuk kedalam payungku.
"ya!, kenapa kau cepat sekali berubah pikiran?" katanya segera menarik tanganku tepatnya payungku untuk mendekat
Kurasa bola mataku akan segera keluar begitu saja karena saking terkejutnya, mungkin tidak hanya terkejut tapi marah yang tadi ingin kulepaskan kini tertarik kembali ke kepalaku.
"YA! PARK JIMIN APA YG KAU..."
Jimin menyeka dengan tangan rambutnya yang basah.
"ya, kau tidak perlu berteriak padaku" keluhnya
"aku sudah menawari mu, tapi kenapa kau sekarang ikut dengan ku?"
"kenapa kau tidak memberiku kesempatan berpikir?"
"berpikir?? Ha??"
"eehh, kesinikan sedikit payungnya, apa kau tidak lihat? Punggung ku basah" Jimin kembali menarik payung untuk menutupi punggungnya.
"ha, daebak" aku tidak habis pikir dengan apa yang dihadapanku saat ini
"apa yang kau tunggu? Cepat jalan" perintahnya santai
"WHAT?"
"kenapa kau diam?, ayo jalan, lihatlah hujannya akan semakin deras"
Aku mengigit bibir bawahku karena rasa kesal yang tertahan.
"pakailah kubilang biar aku menunggu disini" kataku memberikan payung pada Jimin
"tidak, tidak, kau yang pegang, cepat jalan sana" perintahnya lagi, ia bahkan melipat tangannya didepan dada setelah memberikan gagang payung padaku
"ya, Park Jimin kita bisa basah kuyup jika seperti ini"
"aku tidak peduli, ayo jalan"
"oh my god" aku memutar bola mataku kesal, andai saja anak ini mau menerima payungku sebelumnya tanpa banyak berkomentar mungkin aku tidak akan terjebak dengannya dipayung kecil ini.
Aku bergerak jalan akhirnya, ia juga mengikutiku. Hujan bahkan tidak memberi tanda akan segera reda, bahkan sesekali angin kencang tiba-tiba datang.
"hoo, kau lihat, kau lihat? Bajuku basah, apa kau benar-benar tau cara pegang payung dengan benar?" kata Jimin panik.
Aku melihat baju Jimin yang sedikit basah, aku dibuat tidak bisa berkata apa-apa bahkan disaat seluruh sisi pundak kananku telah basah seluruhnya.
"hoo, hoo, payungnya, dekatkan lagi" paniknya lagi
"ya, ya!, bisa kau jalan sedikit kesini, disana ada genangan air, sepatu ku bisa basah nanti" paniknya sekali lagi
Aku mengikutinya tanpa melawan.
"sini biar aku pegang payungnya" katanya, kemudian kuberikan begitu saja, dan Wah!. Mungkin ini akan jadi satu-satunya penyesalan terbesar yang kulakukan selama 18 tahun aku hidup didunia.
Jimin benar-benar menarik payung dari tanganku menjauh melewati genangan air dengan santai dan melupakan aku dibelakangnya.
Aku terdiam sebentar karena kupikir ia akan menungguku melangkah melewati genangan air.
Aku menatapnya dengan pandangan kosong saat ia benar-benar berjalan menjauh,
apa ia sadar atau tidak? ENTAHLAH.
Yang jelas saat itu juga darahku dengan cepat mendidih karena kesal.
Jimin yang berjalan sebentar kemudian menoleh kearahku. Wajahnya sedikit terkejut. Syukurklah.
"apa yang kau lakukan disana? Cepat kesini" katanya
Sialan
Aku berjalan mendekat padanya tanpa ekspresi dengan rambut yang hampir seluruhnya basah.
"apa kau suka basah seperti ini, kenapa kau tidak cepat berlari?" katanya dengan santai seolah-olah jika ini bukanlah karena dirinya
"YAAAH! PARKJIMIN" ujarku marah seketika
"auhs, kapjagi, neo wae irae?"
Aku mengambil gagang payungku dengan kasar dari tangannya, kemudian kembali berjalan.
"ya!, jangan terlalu cepat" katanya sedikit mengejar
Aku menoleh dan menatap matanya tajam
"kenapa kau melihatku seperti itu?" katanya
"apa kau marah?"
Aku tidak menjawab
"ya! Bukannya kau sendiri yang menawariku payungmu? Kenapa kau bertingkah seolah aku merebutnya dari mu?"
Aku masih tidak menjawab tapi tetap menatap kesal wajahnya
"apa yang kau lihat? Ayo jalan" katanya kemudian
"yah!, Park Jimin kenapa kau melakukan ini?"
"melakukan apa?"
"kau tidak sadar?"
"apa?? Apaa??"
Aku memalingkan wajahku, dan sekali lagi mengigiti bibir bawahku, harusnya aku bisa lebih tenang, ini bukanlah masalah yang besar. Tapi begitu melihat wajah Jimin kurasa seluruh darah dalam tubuhku menjadi sangat panas.
"Ya!, kenapa mereka tidak menjemputmu masuk kedalam?" kataku mengarah ke mobil Jimin yang terparkir diluar gerbang.
"kau pikir apa yang sejak tadi aku pikirkan? Kenapa mereka tidak masuk menjemputku didalam?" kata Jimin berbalik bertanya
"AUUUHH, AAUHHUH AAARRGG" aku berteriak tiba-tiba karena kesal, kenapa aku harus terjebak dengan anak sialan ini disini. Gerbangnya masih jauh, kupikir mungkin lebih baik jika aku memberikan payung sialan ini padanya saja dan berlari sendiri menuju halte, aku bahkan sudah terlanjur basah karenanya.
"apa suaramu selalu tinggi seperti ini? Kau membuatku sakit telinga"
Aku membuang napasku sekali lagi begitu mendengar keluhan Jimin. Kupikir aku tidak punya banyak pilihan selain memberikannya payungku segera dan mengakhiri kekesalan ini. Rasanya mungkin lebih baik basah kuyup dari pada harus bertahan dengannya dibawah payung yang kecil.
"pakailah" suaraku sedikit memelan, pasrah tepatnya.
Jimin menerimanya dengan tatapan bingung
"kau mau..."
Aku berjalan pergi meninggalkannya membiarkan diriku sendiri basah terkena air hujan. Kupikir ia masih berdiri disana kebingungan atau bahkan menjadi lega. Biarlah. Aku tidak ingin mempermasalahkan hal-hal kecil seperti ini.
"ya!, Kim Hyena, apa kau bodoh?" tarik Jimin tiba-tiba, memegangi tanganku.
Ha?
"haltenya masih jauh, cepatlah!" katanya kemudian menarik tanganku mendekat
Aku mengikutinya tanpa sadar, saat kulihat tangannya masih memegangiku, berjalan menuju mobil diluar gerbang yang terparkir. Sampai seseorang berjas hitam mendekat dengan membawa payung yang lebih besar.
"maafkan kami tidak menjemput masuk kedalam" kata pria berbadan besar itu
"ah sudahlah" balas Jimin
Ia berjalan masuk kedalam mobil begitu saja saat pria besar lainnya membukakan pintu.
"ya, ppalli wa" seru Jimin dari dalam mobil kearahku
Aku tertegun sejak tadi tidak bergerak dari tempatku sama sekali.
Pintu mobil masih terbuka, pria di muka pintu masih melihatku seolah sedang menunggu.
"ah? Wae?" tanyaku sedikit kebingungan
"silahkan naik" kata pria bebadan besar itu
"naega wae?" tanya ku lagi
Pria berbadan besar itu hanya tersenyum tipis, sementara Jimin yang sudah duduk didalam mobil masih menungguku.
"kenapa aku harus masuk?" tanyaku pada Jimin sedikit berteriak
"aku bilang naik saja" katanya santai
"silahkan" kata seorang pria lainnya kemudian mengambil payung ditanganku, dan mengarahkanku masuk kedalam mobil.
Aku yang belum sepenuhnya mengerti masuk begitu saja. Kemudian duduk tepat disamping Jimin duduk.
Jimin melemparkanku sebuah handuk yang ia ambil dari jok belakang mobil.
"keringkan kepalamu, nanti kau bisa jatuh sakit" katanya
Aku menerimanya dan benar-benar langsung mengeringkan kepalaku.
Dari semua kejadian hari ini, kurasa ini mungkin yang paling aneh. Saat aku sibuk mengeringkan rambut dan bajuku, aku menoleh kearah Jimin duduk. Ia sedang melihat kearahku seperti sedang memikirkan sesuatu.
"ya!, apa kau selalu melihat seseorang seperti itu?" kataku sedikit heran dengan tatapannya
Jimin langsung mengalihkan pandangannya segera dan tidak menjawab apa-apa.
"ya! Park Jimin, aku tau kau orang seperti apa, jadi jangan coba main-main denganku"
"memangnya aku orang yang seperti apa?" Jimin kembali memadang kearahku dengan tatapan sedikit berbeda dari sebelumnya
"kau itu orang yang kasar, arogan, sombong, tidak tau diri, bo..."
Jimin tiba-tiba langsung mendekat dan menutup mulutku dengan telapak tangannya. Dapat kulihat jelas bola matanya tepat dihadapanku. Ia menatapku dengan wajah panik sekaligus kesal yang bercampur aduk, aku tidak mengerti apa yang anak itu pikirkan saat ini.
"apa kau selalu berbicara seperti ini?" katanya pelan
Aku masih tertegun ditempatku sementara tangannya masih kuat menutup mulutku. Aku tidak dapat bergerak sama sekali, saat aku sadar betapa dekat kini wajah Jimin dari wajahku.
Kulihat bola mata Jimin sedikit bergerak seperti sedang menilai apa yang ia lihat. Kemudian kembali memundurkan badannya menjauh, dan melepaskan tangannya dari mulutku.
"diamlah disana sampai tiba dirumahmu" katanya begitu memperbaiki posisi duduknya
"apa kau tau rumahku?"
"aku bilang diam!"
Aku menggerak-gerakkan mulutku seperti mengolok-ngolok cara berbicara jimin, sepertinya ia sedang kesal. Tapi saat ini aku lebih kesal.
Ia melirik tajam kearahku, aku membalasnya lebih tajam. Aku bahkan tidak tahan berlama-lama didalam mobilnya.
***
Entah sadar atau tidak, aku benar-benar pulang bersama Jimin sore itu. Hujan reda saat kami tiba dididepan rumahku. Aku turun mobil saat seseorang membukakannya dari luar, aku tidak menoleh sedikitpun kearah Jimin begitupun dengannya. Aku diam disana sampai dapat kupastikan mobilnya berbelok hinggah tak terlihat lagi.
HAHHH
Aku membuang napas berat, aku sudah kesal sejak keluar dari gedung tadi dan sepanjang jalan aku dibuat tak bergerak seperinchipun karena dirinya.
Ada baiknya aku segera mandi dan tidur.
"aku pulang" seruku begitu memasuki ruang tamu
"kau terlambat" sahut Seokjin dari arah dapur
Aku berjalan lunglai menuju dapur seolah menopang begitu banyak beban dipundakku.
"oppa, aku..." keluhku sebelum akhirnya aku tertegun beberapa saat ketika melihat sesuatu yang tak asing tepat berada dihadapanku
Diam disana membeku
Pandanganku lurus pada satu titik yang membuat ku sadar jika hidupku kali ini benar-benar sangat sulit dimengerti dan aneh. Aku bahkan heran mengapa semuanya terjadi hampir disaat yang bersamaan.
Jika kukatakan aku kesal ketika terjebak satu payung dengan Jimin, kupikir ini akan menjadi hal yang lebih aneh lagi dari itu.
"kenapa kau terlambat? Kau bahkan basah" seru Seokjin begitu membalikkan badannya dan melihat ku.
"Oh My God" seruku samar, melihat mata yang tak asing, ekspresi yang tak asing, tubuh yang tak asing duduk disisi meja makan, menatap lurus dan dingin kearahku seolah tak terkejut sedikit pun.
"Kim Taehyung"
terima kasih telah membaca,