"Mana Kania?" Iqbal menggelengkan kepalanya saat Salsha menanyakan Kania padanya. "Pulang duluan mungkin, ada apa?" Salsha tidak menyahui lebih jauh. "Gue boleh pulang bareng lo?" Iqbal cukup terkejut saat melihat Salsha menanyakan pertanyaan semendadak ini. "Pulang?" Salsha menganggukan kepala menjawabnya.
"Aldi ada urusan lain dan gue rasa lebih baik dia selesaikan urusan dia daripada harus bolak-balik cuma untuk antar gue," ucap Salsha menjelaskan yang sebenarnya terjadi padanya, namun reapon Iqbal sedikit lucu. Dia terkekeh kecil dan melirik Salsha dengan mata sangat murung.
"Apa lo enggak merasa ada yang aneh sama Aldi?" tanya Iqbal dengan intonasi suara dibuat-buat, Salsha menggelengkan kepalanya polos. "Enggak, memangnya kenapa?" Iqbal menggelengkan kepalanya tidak ingin membahasnya lebih jauh. "Lupakan," perintah Iqbal yang langsung dituruti oleh Salsha.
"Lo mau langsung pulang?" Salsha menganggukan kepalanya cepat. "Enggak ada yang asik juga untuk dikunjungi, tolong antarkan gue pulang ya?" Iqbal menganggukan kepalanya dan mengelus puncak kepalanya santai sekali. "Ayo masuk," ajak Iqbal mempersilahkan Salsha masuk ke mobilnya.
"Tumben bawa mobil?" Iqbal menganggukan kepalanya. "Ayah yang minta, dan gue bawa aja. Kasian juga kalau di garasi enggak dipakai," jawab Iqbal memberitahu jika dia tidak bermaksud menghilangkan motornya dan beralih ke mobil.
"Apa menurut lo hubungan gue baik-baik aja sama Aldi?" tanya Salsha tiba-tiba sekali menanyakannya pada. Iqbal terkekeh mendengarnya. "Apa yang lo rasakan pacaran sama Aldi?" Salsha terlihat sedang berpikir sangat keras sekarang.
"Mungkin, cuma sedikit 'lega'?" jawab Salsha sedikit ragu dan menggigit bibir bawahnya ragu. "Lo ragu sama jawaban lo sendiri," Salsha terkekeh mendengar Iqbal mengomentarinya.
"Memang, karena pada faktanya. Gue emang cuma merasa lega, gue pikir pacaran sama Aldi akan lebih dekat, nyaman dan asik. Tapi Aldi kelihatan lebih biasa aja, jaga jarak, egois sendiri dan yang dia mau harus di 'iyakan' sama gue. Percuma juga, gue enggak bisa bilang apa-apa soal ini," Salsha terkekeh mendengar ucapannya sendiri.
"Kenapa ketawa? Itu isi hati lo kan?" Salsha menganggukan kepalanya mantap. "Apa menurut lo perasaan ini normal saat gue baru pertama kalinya punya pacar? Mungkin seperti lo pacaran sama Kania misalkan?" Iqbal terkekeh mendengar pertanyaan polos dari Salsha padnaya.
"Gue lebih lengket saat itu sama Kania, dan lebih santai dan bisa memahami satu sama lain. Kalau Kania enggak tiba-tiba pergi ninggalin gue, gue rasa gue enggak akan pernah suka dan sampai ada pada fase sayang sama lo. Dulu gue sayang banget sama Kania," jawab Iqbal to the point sekali, Salsha cukup terkejut mendengarnya. Perasaan tidak nyaman mulai ada saat Iqbal mengatakan hal sesensitif ini. Padahal, dia sendiri yang menanyakannya.
"Gue buruk dalam satu hal, dan dia bisa menutupi semua keburukan. Pasangan itu saling menutupi kesalahan dalam hubungan," sambungnya lagi, Salsha menganggukan kepalanya pelan. Dia terdiam cukup lama menilai hubungannya sendiri dengan Aldi.
"Gue rasa sampai sekarang gue enggak benar-benar pacaran sama Aldi, dia cuekin gue sampai detik ini," Iqbal hampir tidak bisa menahan tawanya saat Salsha mengatakannya dengan santai sekali.
"Nanti malam lo ada acara? Gue mau ajak lo beli kado ulang tahun lo hari ini. Kalau enggak bisa malam ini, kabari aja gue kapan lo bisa. Semua jam gue flaksible," ucap Iqbal mengalihkan pembicaraan menarik paksa Salsha dari permasalahan Aldi.
"Untuk hari ini enggak ada, kita bisa pergi. Tapi gue rasa gue harus izin dulu sama Aldi," Iqbal hambil mengeluh didalam hati saat Salsha mengatakannya, namun dia menahannya.
"Apa lo enggak mau pergi sama gue dengan lo menanyakan izin sama Aldi? Gue rasa, Aldi enggak akan suka itu," ucap Iqbal menjelaskan pada Salsha jika dia pasti tidak akan mendapat izinnya.
"Apa gue harus pergi diam-diam?" Iqbal total tertawa keras sekarang, dia tidak bisa menahan wajah polos Salsha yang merespon ucapannya dengan sangat serius karena berpikir terlalu jauh.
"Itu terserah lo, kalau lo mau minta izin pasti enggak akan dikasih dan kalau lo enggak minta izin gue rasa hari besoknya gue bisa dimaki-maki habis-habisan sama Aldi," jaqab Iqbal snatai sekali, dia terkekeh. "Pilihannya ada di tangan lo. Gue enggak berusaha memaksa siapapun di sini,"
•••
"Ada apa?" Aldi menggelengkan kepalanya jika dia ke sini bukan dengan maksud apapun. "Gue pusing sekarang," ucapnya dengan meremas kasar rambut yang sudah agak panjang miliknya.
"Kenapa? Apa lo masih bingung mau milih Salsha atau Tania yang harus lo ajak pacaran nanti?" Aldi menggelengkan kepalanya jika dia pusing bukan itu.
"Gue udah pacaran sama Salsha beberapa minggu yang lalu," ucap Aldi mengakuinya pada Bastian. "Bangsat, kenapa lo enggak bilang," umpat Bastian sangat terkejut mendengarnya.
"Waktu itu mendadak, dan gue juga enggak tahu bakal pacaran juga sama Aldi," Bastian sedikit terkekeh mendengar jawaban sepupunya. "Apa yang buat lo pusing sampai-sampai rela masuk ke apartemen gue cuma mau bilang lo pusing?" Aldi menggelengkan kepalanya sedikit pelan.
"Apa menurut lo gue putusin aja Salsha?" Bastian cukup terkejut saat Aldi menyakan hal sensitid seperti ini. "Putus? Kenapa putus? Bukannya lo mau banget pacaran sama dia dari jaman SMP?" Aldi menganggukan kepalanya jika yang dikatakan Bastian memang benar.
"Iya, mungkin itu dulu. Saat gue pacaran sama Salsha yang gue rasakan biasa aja, enggak ada yang istimewa dan gue enggak merasakan ada yang aneh sama diri gue sendiri. Gue merasa kalau gue biasa-biasa aja sama Salsha. Apa menurut lo selama ini gue memang enggak ada perasaan sama dia dan mempunyai obsesi cuma mau melindungi aja?" Bastian mengangkat bahunya tidak tahu.
"Lo yang punya hubungan, kenapa gue yang harus pusing jawab pertanyaan lo?" balas Bastian dengan nada tidak bersahabat. "Gue sibuk, kalau tujuan lo ke sini mau buat gue menanggapi curhatan lo gue rasa lebih baik lo pergi aja dari sini,"
"Semua yang gue bicarakan sama lo secara privat dan pribadi enggak baik-baik lo dengarkan. Lo terus berjalan dengan pemikiran lo sendiri, apa lo ke sini cuma mau membuat gue mendengar semua perjalanan cinta kalian bertiga dan membuat gue harus menelannya mentah-mentah?" Aldi menghela nafasnya berat.
"Gue butuh saran saat ini," Bastian memutar bola matanya malas. "Gue enggak ada saran," jawab Bastian sekenanya.
"Kok lo gitu?" Bastian meringis dengan memutar bola matanya malas. "Dari awal gue udah menyarankan lo pilih Tania aja karena dari perlakuan lo ke Salsha sama Tania itu beda. Gue melihat dengan mata gue sendiri, lo lebih leluasa sama Tania dan lebih menjaga jarak sama Salsha. Mungkin kesimpulannya lo memang cuma terobsesi aja buat menjaga Salsha tapi enggak dengan mencintai sebagai perempuan," ucap Bastian mengetuk-ngetuk dagunya dengan bolpoint.
"Percuma juga lo mempertahankan dan memperkeras perasaan lo sendiri kalau Salsha yang lo pilih kalau pada kenyataannya lo masih berhubungan sama Tania. Gue lihat lo beberapa kali keluar dari mobil berangkat bareng dan gue juga selalu lihat lo jemput Salsha dulu setelah itu Tania," Bastian terkekeh saat berhasil teleportasi mengingat kejadian itu beberapa hari yang lalu.
"Apa menurut lo gue harus putusin Salsha demia Tania," Bastian mengangkat bahunya tidak tahu. "Ini hubungan lo bijak-bijaklah memilih. Dan gue rasa kalau lo salah memilih padahal udah sampai detik ini, lo yang akan menyesal sendiri," jawab Bastian memberitahu Aldi apa yang akan menjadi masalah besar nanti.
"Jangan buat satu orang sakit hati dan membenci cuma karena masalah sesepele ini," ucap Bastian menasihati Aldi agar tidak salah memilih dan mengambil keputusannya. "Ternyata gue salah memberi waktu Tania untuk memperjuangkan gue, karena dengan begitu. Gue benar-benar terkunci sama dia dan melupakan tujaun awal gue sendiri," Bastian terkekeh mendengar gumaman kecil dari Aldi.
'Dasar bodoh!'