"Udah izin?" tanya Iqbal dengan nada serius, Salsha menggelengkan kepalanya menjawab. "Gue sembunyi-sembunyi," jawab Salsha dengan suara kecil Iqbal terkekeh mendengarnya.
"Enggak akan ketahuan juga, gue cuma bercanda tadi siang. Gue yakin lo akan suka nanti, jangan khawatir," ucap Iqbal menenangkan Salsha agar tidak gelisah. Salsha memutar bola matanya malas. "Lo pikir pergi sama teman cowok saat udah punya pacar itu bukan definisi dari selingkuh?" Iqbal tertawa mendengarnya.
"Apa setiap pagi kalian saling tukar pesan untuk saling membangunkan?" tanya Iqbal membuat Salsha menggelengkan kepalanya. "Apa setiap tiga jam makan sehari kalian saling mengingatkan jadwal makan juga?" Salsha kembali menggelengkan kepalanya jika yang Iqbal tanyakan memang benar-benar tidak terjadi padanya.
"Dan untuk pertanyaan terakhir, apa kalian setiap satu atau dua minggu sekali pergi keluar?" Salsha kembali menggelengkan kepalanya tidak menjelaskan jika mereka melakukannya. "Itu tandanya kalian bukan pacaran," ucal Iqbal menimpali Salsha dengan sangat mudah.
"Pacaran bukan hanya karena statusnya aja yang berubah, kesibukan dan perhatian harus ada bedanya setelah kalian saling kenal. Bukankah derajat oacar dan sahabat udah berbeda? Kenapa harus disamakan? Kalau tahu gitu lebih enak jadi sahabat aja daripada pacaran karena enggak ada bedanya," Salsha memukul kepala Salsha cukup keras, Iqbal meringis karenanya.
"Apa yang gue katakan salah? Gue hanya mendefinisikan, bukan mengkritik ataupun menghujat. Apa gue ada salah?" Salsha berdecit sebal saat Iqbal melemparkan pembelaan dengan wajah sangat polos. "Mulut dan ucapan lo terlalu sakit gue dengar dan rasakan," Iqbal terkekeh mendengarnya.
"Gue enggak bermaksud untuk menyakiti, bagaimana gue bisa menyakiti orang yang gue suka dan sayang kalau tujuan gue pergi sama lo itu bukan untuk menyakiti tapi mengambil hati?" Salsha memutar bola matanya malas. "Lo harus menutupi kepergian ini dari Aldi," ucap Salsha meminta perlindungan, Iqbal mengacungkan ibu jarinya sangat siap.
"Gue enggak bermaksud lo untuk selingkuh, sebenarnya kita pergi bukan karena gue cowok yang suka sama lo dan lo pacarnya Aldi. Kita pergi sebagai gue Iqbal lo Salsha, kita sahabatan dan teman satu bangku kan?" Salsha terkekeh mendengarnya.
"Oke, gue Salsha, bukan pacar Aldi dan lo teman satu bangku gye," ucap Salsha menanggapi lelucon dari Iqbal. "Ayo masuk, gue enggak akan bawa lo ke Mall punya ayah lagi, gue trauma," sahut Iqbal membuat Salsha benar-benar tertawa cukup keras.
"Gue juga," sahut Salsha tiak mau kalah. "Dan endingnya gue yang kena masalah," Iqbal terkekeh kecil. "Apa lo bilang lo udah pacaran sama Aldi?" salsha menggelengkan kepalanya tidak terlalu berpikir jauh.
"Gue masih ragu, lagipula cinta gue sama Aldi masih enggak jelas juga. Aldi semakin dekat sama teman satu tempat duduknya," Iqbal menganggukan kepalanya pura-pura mengerti.
"Kania pindah kelas, kenapa dia pindah?" tanya Salsha cukup penasaran pada Iqbal, Iqbal menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya tidak tahu jelasnya seperti apa. "Lo tahu Kania itu adiknya Tania?" tanya Iqbal membahasnya dari hal-hal kecil, Salsha cukup terkejut mendengarnya. "Adik?" Iqbal menganggukan kepalanya.
"Kania adik kandung Tania," Salsha menganggukan kepalanya paham. "Jadi Kania dan Tania kakak adik, dan Tania minta tolong lo buat jagain dia?" Iqbal menjentikan jarinya menganggap ucapan Salsha benar.
"Lo cemburu saat itu, gue lihat dengan jelas. Jadi gue minta Tania untuk enggak terlalu mempercayakan Kania ke gue, terlebih dia juga mantan pacar gue. Tania enggam tahu soal hubungan itu. Tania setuju, dan lo duduk bareng gue. Kania pindah kelas," Salsha menghela nafasnya berat.
"Gue enggak cemburu sama sekali," Iqbal terkekeh mendengarnya. "Iya, mungkin gue aja yang terlalu percaya diri. Tapi dari tatapan enggak suka lo membuat Kania enggak nyaman. Dia sendiri yang minta ke Tania untuk pindah kelas. Lagipula dia hidup sendiri selama ini, kehadirannya enggak diinginkan keluarganya," Salsha mendengarnya sedikit miris, wajahnya memelas tiba-tiba.
"Kania hidup di Vietnam dengan uang transfer dari Tania," Salsha menghela nafasnya berat. "Gue enggak nyangka sekecil Kania dia bisa hidup sendiri," Iqbal tertawa mendengarnya.
"Kania bukan orang baik-baik yang bisa lo beri simpati sangat sopan sepeti ini," Salsha berdecit sebal mendengar Iqbal menasihatinya dengan baik, sayangnya sama sekali tidak bereaksi apapun pada Salsha.
"Gue rasa Kania orang baik-baik," komentar Salsha membuat Iqbal sedikit tertawa. "Hey! Enggak semua wajah mencerminkan kepribadiannya,"
°°°
"Ada apa? Tumben lo ngajakin ketemu semendadak ini," Tania datang dengan pakaian asal karena dia menggunakan piyama tidur dan di tutup dengan hoodie kebesaran miliknya menutupi atas kepalanya.
"Lo menuntut jawabannya kan? Gue akan jawab sebelum waktu tiga bulan," Alis Tania mengkerut bingung penasaran. "Ini baru satu setengah bulan, kenapa lo mau jawab sekarang?" Aldi menggelengkan kepalanya tidak masalah.
"Gue bisa jawab sekarang, kenapa gue harus menunggu tiga bulan?" Tania terkekeh mendengarnya. "Gue tahu lo mau bilang agar gue jauhi lo kan? Gue menolak sebelum lo bilang. Kesepakatannya tiga bulan," Aldi memutar bola matanga malas.
"Di sini gue manggil lo bukan untuk membahas soal itu juga, gue ke sini buat bilang kalau gue Aldi dan lo Tania," Dia bingung, Tania mengangkat alisnya bingung. "Gue memang Tania," Aldi menganggukan kepalanya.
"Gue pacar Salsha dan lo teman gue," Sekarang Tania terdiam sampai tersedak. "Maksud lo?" Aldi tersenyum memahamkan sekarang.
"Selesaikan permasalahan ini sekarang, gue merasa selama ini bukannya care dan baik ke lo justru gue merasa dirugikan," Alis Tania terangkat bingung.
"Gue harus mengakhiri hubungan ini diam-diam sebelum Salsha tahu," sambung Aldi lagi, Tania masih diam saja. "Gue keberatan," Aldi menggelengkan kepalanya malas. "Gue lagi ngomong, enggak menerima dibantah atau dipotong. Dengarkan dulu," Tania berdecit sebal, dia memutar bola matanya malas.
"Tapi gue enggak terima, kenapa lo gini," protes Tania, Aldi terkekeh mendengarnya. "Nat, lo enggak salah. Yang salah adalah gue, maaf selama ini gue memberi lo harapan. Tapi jujur, gue harus lari ke Salsha dulu, hubungan yang seharusnya dipertahankan lebih dulu adalah Salsha, lo hanya cadangan kan? Gue perlu mengedepankan yang seharusnya gue prioritaskan dulu," jelas Aldi dengan nada suara lembut sekali.
"Nat," Aldi mengambil tangan Tania agar digenggamnya cukup nyaman. "Gue tahu gue salah, gue tahu gue brengsek, gue minta maaf," ucap Aldi selanjutnya, ibu jarinya mengelus lembut genggaman tangan mereka.
Tania menutup kedua matanya malas, dia melepaskan tangannya dengan menghempaskan dan menjauhkan wajahnya dari Aldi.
"Bodoh! Kenapa lo bilang gini saat lo memberi gue harapan terlalu besar? Kenapa lo baru bilang sekarang saat gue udah benar-benar nyaman sama lo? Al, aish. Gue benci," kesal Tania pada dirinya sendiri.
Bahkan mulutnya tidak bisa berbicara terlalu jauh untuk menjelaskan apa isi hatinya sekarang. Tania kira dia diajak pergi semendadak ini karena apa. Dia tidak berpikir hal aneh-aneh. Kemarin mereka masih baik-baik saja. Kenaoa sekarang memburuk?
"Sorry, gue tahu gue salah," ucap Aldi untuk kesekian kalinya lagi, pada orang yang sama dan mengeluarkan air mata kesakitan yang sama. "Nat, maaf," Tania terus memberontak dari genggaman keras tangan Aldi padanya. Dia tidak benar-benar ingin disenuh sekarang. Tania menangis dengan diam.
"Gue enggak bisa melakukan apapun, untuk protes dan menyalahkan lo aja gue enggak bisa. Kenapa lo memberi harapan saat gue percaya kalau lo pasti milih gue dari pacar lo," Tania mengucapkannya dengan suara lirih khas perempuan menangis. "Lo jahat Al," Aldi menggigit bibirnya gugup, dia tahu dia jahat dan juga bodoh. Tapi hanya dengan seperti inilah dia tahu kalau membuat satu sakit akan membuat satu menjadi bahagia. Semenyakitkan itu memang.
Aldi menarik Tania kedalam pelukannya, dia membiarkan Tania menangis dipelukannya untuk terakhir kalinya mungkin saja. Seseorang melihat pada mereka berdua.
"Udah gue bilang jangan lihat, kenapa lo tetap keras kepala si!" kesal Iqbal menarik tangan Salsha agar menjauh dari tempat yang sama dimana Tania dan Aldi pergi berdua. Taman kota cukup ramai.
"Itu Aldi ternyata," keluh Salsha dengan suara lirih. "Gue udah berusaha mengeblok akses lo dari tadi. Tapi lo terus penasaran," keluh Iqbal justru mengomeli Salsha.
"Ish, gue bingung. Apa gue harus marah atau apa, gue lihat Tania sama pacar gue tepat di depan mata gue dan gue lihat mereka berdua sama lo," adu Salsha dengan suara sangat lirih, Iqbal melihatnya terlalu jelas. Mata Salsha berkaca-kaca sekarang. Percuma saja, Salsha nyaman dengan Iqbal dan perasaannya masih pada Aldi. "Ayo pulang," ajak Iqbal menggandeng tangan Salsha agar cepat pergi ke mobilnya menjauhkan matanya dari Aldi.
Bastian melihat dua pasangan ikut hanya bisa terkekeh. "Gue sebagai penonton aja bingung harus pilih yang mana, mereka terlalu manis,"