"Lo baik-baik aja?" Salsha menganggukan kepalanya santai, dia memakai masker pada wajahnya. Hari ini Salsha meminta Iqbal untuk menjemputnya limabelas menit lebih awal dari waktu biasa Aldi menjemputnya.
"Sangat, apa lo lihat gue sakit hari ini?" tanya Salsha membuat Iqbal sedikit terkekeh. Terlihat sangat jelas! "Lo oakai masker," Salsha menganggukan kepalanya.
"Gue pakai karena gue butuh," Iqbal tersenyum tipis sedikit menganggukan kepalanya santai. "Lo kirim pesan ke Aldi kalau lo bareng gue?" Salsha menggelengkan kepalanya jika dia tidak melakukannya.
"Gue mau lihat apakah Aldi berangkat terlambat atau enggak, atau mungkin. Mereka berdua atau bakal sampai kelas enggak beda jauh dari kita," ucap Salsha merapikan rambutnya sedikit.
"Lo marah?" Salsha menggelengkan kepalanya sedikit ragu, namun dia menjawabnya dengan tegas. "Cemburunya pasti, tapi kalau buat marah gue enggak bisa langsung marah. Gue belum dengar penjelasan dari Aldi, dan gue belum ketemu Aldi dari kemarin. Gue cuma mau nunggu, apa dia mau bahas masalah ini atau enggak," Iqbal sedikit terkekeh. Dia menghentikan mobilnya dan mulai memarkirkannya sangat rapi.
"Lo turun dulu, gue ada urusan," ucap Iqbal masih fokus pada ponselnya, Salsha menganggukan kepalanya singkat. "Makasih," Iqbal mengangguk santai. "Kalau lo mau pulang sama gue bilang aja, kursi depan gue selalu kosong," Salsha menggelengkan kepalanya saat dia keluar dari mobil Iqbal. Dia terlalu to the point, Salsha sulit menanggapinya untuk bercanda.
"Lo enggak berangkat?" tanya Iqbal pada seseorang disambungan telefonnya. "Mager, apaan si. Gue enggak suka sekolah di situ kalau cuma buat lo sama Salsha dekat. Apa setelah dekat gue dibiarin aja?" Kania berdecir kesal. Dia masih malas-malasan di ranjang apartemennya. Ah ralat, milik Iqbal.
"Gue belum benar-benar jadian sama Salsha," ucap Iqbal melemparkan kenyataan agar Kania berangkat hari ini. "Bukannya dengan gue di pindah kelas gini gue enggak ada gunanya?mending gue pulang ke Vietnam aja kalau kaya gini, cowok gue nunggu!" Iqbal berdecit kesal, dia meringis.
Tania memang egois, setelah membawa adiknya ke sini. Dia malah sibuk dengan acarannya sendiri. Tania melemparkan Kania padanya dan sangat senang saat Aldi sangat menempelinya. Sekarang yang sulit Iqbal, sangat-sangat sulit.
"Nanti ke kantin bareng gue," ajak Iqbal menenangkan Kania, korbannya hanya memutar bola matanya malas. "Percuma juga, Tania itu enggak suka gue sama lo," keluh Kania lagi, Iqbal menghela nafasnya berat.
"Lo enggak ada perasaan lagi kan sama gue? Kalau udah enggak gue rasa akan baik-baik aja kalau lo enggak bermain dengan perasaan. Jangan pakai perasaan, ini cuma permainan dan membantu teman," Kania mengerucutkan bibirnya bingung.
"Lo enggak tahu Sana," sahut Kania masih kesal setengah mati. "Apa yang enggak gue tahu? Gue tahu semuanya, dia egois, dia licik, dan dia maunya menang sendiri. Gue tahu point itu, cepet lo mandi. Limabelas menit lagi gue ke apartemen lo!" Iqbal mematikan smabungan telefonnya dan menyalakan mobilnya untuk menjemput satu orang.
"Tania aja udah merepotkan kenapa gue harus ngurus Kania yang statusnya mantan pacar gue?" kesal Iqbal menggerutu disetiap pergerakannya. Bahkan hatinya terus mendumel untuk kata yang sama. 'Ada gitu satu orang minta tolong sama mantannya untuk didekatkan mantan pacarnya sama gebetannya?'
Iqbal menaikan kecepatannya di atas rata-rata agar tidak terlambat. Dari satu persimpangan jalan, mata Iqbal melihat mobil seseorang. Ah, itu! Iqbal menggelengkan kepalanya sedikit lucu.
Tania memang seegois itu, kemarin sudah mendapat pelukan dari aldi, dan dia juga masih diantar jemput Aldi diam-diam dari Salsha. Beruntung sekali!
Kenapa Iqbal tidak mendapatkan Salsha semudah itu, apa Salsha itu sangat sulit, dan juga mahal? Iqbal tidak bisa berkata-kata lagi.
"Lo dimana? Jadi ke apartemen gue?" tanya Kania menelfon lebih dulu pada Iqbal, Iqbal mengangkatnya cepat-cepat. "Lima menit lagi sampai. Lo tunggu di depan," sambungan telefon terputus sepak oleh Iqbal.
"Lo nyusahin, dari dulu masih enggak berubah," keluh Kania langsung masuk ke kursi depan mobil Iqbal tidak canggung sedikitpun. Bahkan dia terus menggerutu. "Kakak lo sangat beruntung," sahut Iqbal langsung saja membuat Kania sebagai adik menaikan satu alisnya bingung.
•••
"Gue ke rumah lo, lo udah berangkat?" tanya Aldi masuk ke kelasnya lebih cepat dari Tania, hanya selisih dua menit setelah Aldi masuk. "Gue ada urusan tadi," Aldi menganggukan kepalanya pelan.
"Kenapa enggak menghubungi gue dulu?" Salsha menggelengkan keolaanya pelan. "Enggak sempat juga," jawab Salsha masih dengan suara biasa-biasa saja. "Lain kali kabari gue," ucap Aldi mengelus puncak kepala Salsha pelan. "Iya," Ah. Manis sekali!
Kelas menjadi kosong sekarang, Tania keluar dan beberapa siswa belum berdatangan. "Ada yang mau gue omongin," Salsha menganggukan kepalanya soal-olah dia tahu ala yang akan Aldi bicarakan. Salsha duduk santai biasa saja di tempat duduknya.
"Apa," Aldi menggelengkan kepalanya jika yang akan dikatakannya bukan masalah besar, Salsha terkekeh sedikit. "Gue minta maaf," ucap Aldi dengan sangat serius, matanya melihat ke arah Salsha benar-benar dalam.
"Maaf?" tanya Salsha benar-benar menjadi sangat bodoh, Aldi menganggukan kepalanya. "Ada apa?" balik Salsha bertanya, Aldi menghela nafasnya berat. "Kemarin gue ke tempat Bastian, malamnya gue ketemuan sama Tania," Salsha menganggukan kepalanya masih biasa-biasa saja. "Oke," jawab Salsha.
"Gue mengklarifikasi dan mempertegas hubungan gue sama lo di depan dia, dia nangis. Gue meluk dia tadi malam," Salsha kembali menganggukan kepalanya paham.
"Maaf buat lo kecewa," lirih Aldi, dia mengambil tangan Salsha untuk digenggam. "Gue mungkin terlalu buruk akhir-akhir ini sama lo. Maaf buat lo sendiri dan hubungan manis yang lo inginkan enggak lo dapatkan sesuai dengan apa yang lo inginkan," Salsha tersenyum manis.
"Gue lihat lo pelukan sama Tania tadi malam," ucap Salsha tiba-tiba, Aldi menaikan satu alisnya cukup terkejut. "Lihat?" tanya Aldi balik memastikan pendengarannya salah atau tidak sama sekali.
"Gue pergi sama Iqbal kemarin malam, gue merasa hubungan ini enggak sehat. Gue mulai membuka diri dengan Iqbal agar baik-aik aja, tapi saat gue lihat lo pelukan sama Tania malam gue rasa gue enggak salah pergi sama Iqbal," Salsha terkekeh sedikit, dia membelakangkan rambutnya sedikit.
"Gue enggak langsung marah, gue butuh lo cerita dan terus terang sama lo. Saat gue dengar lo ceritakan semuanya, gue merasa tenang sekarang. Aldi yang dulu kembali, Aldi yang gue harapkan kembali. Gue enggak merasa gue membenci dan menyudutkan Tania, tapi semenjak lo kenal dia. Lo enggak bisa jujur sama gue, gue menyadarinya," sambung Salsha membuat Aldi tersenyum sedikit miris. "Lo sangat baik," Salsha menggelengkan kepalanya tidak terima.
"Bukan gue yang baik, tapi lo yang butuh kesempatan kedua," sahut Salsha membuat Aldi merasa dia benar-benar sangat bersalah pada Salsha. "Maaf, gue akan memperbaiki diri gue yang sekarang," Salsha menganggukan kepalanya menanggapi.
Iqbal dan Kania yang melihat dari sisi jendela hanya bisa terkekeh. Kania sedikit menangapi. "Gebetan lo bodoh, dia terlalu kuno dan mudah dibohongi. Sangat disayangkan," Iqbal hanya bisa diam tidak berbicara apapun. Ada yang sakit, tapi bukan kenyataan.