"Bal, apa benar dengan apa yang gue dengar tadi siang?" tanya Salsha saat Aldi sedang tidak di tempatnya. Salsha mencuri waktu untuk berbicara serius dengan Iqbal. Ini seperti jalan mengkhianatan memang, hanya saja sejak tadi Salsha tidak fokus katena ini.
"Soal apa?" tanya Iqbal yang seperti tidak begitu menanggapi pertanyaan Salsha yang terbilang wajahnya sangat-sangat serius sekarang. "Lo akan ambil jalur kusus? Masuk ke perguruan tinggi lebih dulu?" Iqbal menganggukan kepalanya pelan.
"Ayah yang mendaftarkan, gue sama sekali enggak tahu. Lagipun belum tentu lolos tes kan? Alurnya masih terlalu panjang, lo tenang aja, gue sama lo dan hubungan gue sama lo akan baik-baik aja nanti, jangan berpikir terlalu jauh, gue masih bisa suka dan lihat lo dari dari auh sebelum gue benar-benar ditelan bumi," Salsha memutar bola matamya malas.
"Gue serius!" kesal Salsha saat dia sedang serius namun Iqbal menanggapinya dengan sangat bercanda. "Kenapa? Memang masih jauh alurnya Sal, gue enggak yakin juga akan lolos. Lo tenang aja," ucap Iqbal menjelaskan jika Iqbal tidak akan berpikir terlalu jauh untuk itu. Salsha menghela nafasnya berat.
"Apa gue sebodoh itu sampai Karin aja bisa ikut?" Pertanyaan sensitif ini membuat Iqbal sedikit terkekeh, dia mengelus puncak kepala Salsha pelan. "Tania yang hanya sebagai kakaknya aja dia enggak ikut kenapa lo merasa kalau lo bodoh? Lo hanya mengikuti alur, sedangkah gue melompati alur. Nanti lo akan merasakannya juga kok, tenang aja," ucap Iqbal memberi sedikit penjelasan pada Salsha.
"Aldi semakin melarang gue untuk mendekati lo, kenapa lo justru mendekati gue? Gue pasti akan kena marah. Kenapa lo terus memberi gue masalah besar ke Aldi dengan kaya gini, jangan diteruskan. Apa lo mau gue luka-luka karena gue didekati sama orang yang gue sayang?" Salsha memutar bola matanya malas.
"Enggak mungkin Aldi melakukan sampai separah itu," sangkal Salsha yang membuat Iqbal sedikit terkekeh. "Tapi Bastian hampir mati," sahut Iqbal tidak ingin kalah dan seksrang Salsha terdiam cukup lama, dia tidak bisa mengatakan apapun saat Iqbal berusaha mengingatkan bagimana Bastian menceritakannya sendiri juga padanya.
"Bastian koma waktu itu, dia juga cerita ke gue. Bastian enggak suka juga sama gue, selain perusahaan dady dia yang enggak gue ACC dari perusahaan ayah gue dia enggak suka gue mengerecoki hubungan lo," Iqbal terkekeh sedikit. "Orang yang gue suka ternyata memiliki banyak orang yang terus suka sama dia ya," anggap Iqbal seperti lelucon, Salsha memutar bola matanya malas.
"Lo pikir ini enggak sulit?" tanya Salsha tidak menanggapi lebih namun seperti nada mengadu. "Tapi lo bisa merasakan seenggaknya dari ketiganya kecuali Rio," jawab Iqbal membuat Salsha mengerucutkan bibirnya malas.
"Apa lo baik-baik aja sama Aldi? Telfon gue saat lo ada apa-apa. Kalau gue sibuk dan enggak bisa mengangkatnya, tolong kirimkan pesan dan gue akan langsung datang ke rumah lo," ucap Iqbal emnengaskan jika dirinya akan terus datang kepada dimana dan kapanpun yang dia bisa.
"Hati gue masih ada di lo Sal, tenang aja. Entah sampai kapan dia (hati) mau berharap, gue membiarkannya, hanya saja gue terus merasakan kenyamanan gimana gue menjalankannya. Jangan dianggap seperti beban perasaan gue Sal, hanya saja benar-benar telfon gue saat lo membutuhkan satu orang memeluk saat lo enggak menemukan satu orangpun yang mau menenangkan lo," jelas Iqbal membuat Salsha tidak bisa bergerak dari pertengkarannya sama sekali.
"Lo orang baik Bal," ucap Salsha menyahuti, namun Iqbal menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak semua orang baik hanya di wajahnya aja, jangan nilai gue baik karena nyatanya gue enggak baik. Lupakan gimana gue baik, kalau sejujurnya gue terus berusaha mendapatkan lo tanpa rasa malu," Salsha melirik Iqbal sebentar.
"Gue rasa saat Tania belum datang, gue adalah orang yang paling bodoh yang enggak mau menerima kedatangan lo," Iqbal tertawa sedikit keras sekarang. Salsha baru saja merasakan kenyamanannya setelah sekian lama. "Enggak nyangka ternyata lo merasakannya setelah sekian lama, seenggaknya perasaan gue sedikit terbalaskan sekarang. Dan gue lega mendengarnya," respon Iqbal membuat Salsha sedikit menarik diri.
•••
Iqbal akan pulang seksrang, kelas semakin sepi dan dia dipertemukan dengan Bastian. Sudah lama sekali dia tidak dipertemukan dengan Bastian karena dia sibuk ujian kelulusan. "Apa lo masih menunggu ACC dari gue lagi?" tanya Iqbal menanyakannya langsung pada Bastian tanpa basa-basi namun Bastian sedikit terkekeh.
"Gue berharap hal buruk terjadi sama lo," ucap Bastian langsung saja pada intinya, Iqbal yang mendengarnya hanya bisa tertawa canggung sekarang.
"Apa lolos sampai ayah gue sampai lima bulan terakhir ini?" tanya Iqbal kembali menggoda Bastian, mendengar itu Bastian semakin membenci Iqbal karena terlalu sombong. "Kenapa? Udah gue bilang seimbangkan dulu pengeluarkan dan pemasukannya seenggaknya duapuluh sembilan persen dari pemasukan pasti akan gue ACC dan gue kasih ke ayah dan perusahaan dady lo akan masuk nanti, sayangnya lo dan dady lo justru semakin merakyat dan turun drastis," kesal Iqbal menjelaskan apa yang dia inginkam namun tidak Bastian lakukan.
"Gue bukan mau bahas itu," ucap Bastian menegaskan, Iqbal menaikan satu alisnya bingung. "Terus?" tanya Iqbal penasaran, dia sedikit tersneyu tipis. "Apa yang lo bicarakan ke Tania sama Kania itu benar? Lo ikut jalur khusus masuk perguruan tinggi?" Iqbal total tertawa saat Bastian menanyakannya.
"Gue serius sekarang, ini memang lucu," ucap Iqbal yang tidak berhasil mengambil jalan tengah abtara tidak menertawakan atai bagaimana yang jelas. Iqbal merasa satu awalannya ingin menyerah.
"Iya, gue enggak bodoh soal itu. Dan untuk bagian kenapa gue sama Tania membicarakannya di dekat Salsha hanya untuk memberi sedikit cubitan kecil kalau gue enggak akan ada selamanya di samping dia dan hubungan mereka berdua. Kenapa memangnya?" Bastian mengelengkan kepalanya jika dia tidak bermaksud untuk hal lain.
"Gue hanya salut aja," ucap Bastian secara terang-terangan, Iqbal tertawa tidak main-main sekarang. "Makasih," respon Iqbal baik.
"Jadi kalau lo lulus, lo akan di kirim ke LA?" Iqbal tertawa kecil mendengarnya, dia hanya merespon anggukan kepalanya sedikit. "Iya,"
"Tapi gue enggak mengharapkan itu lulus atau enggak, dan jalannya masih terlalu panjang bukankah buat apa berharap kalau hal tersebut belum tentu terjadi," Bastian terkekeh sedikit.
"Jangan tinggalkan Salsha," Tiga kata itu membuat Iqbal sedikit terkejut mendengarnya. "Kenapa lo tiba-tiba berbicara kaya gini? Ini di luar konteks," keluh Iqbal yang merasa dirinya sedang di dukung untuk gagal.
"Sedikit mempertegas, gue muak melihat hubungan Salsha dan Aldi yang enggak jelas kedepannya akan seperti apa, dan melihat bagaimana Aldi yang terus mengoceh kalau dia benar-benar sangat mencintai Salsha justru berbanding terbalik dengan semua yang dia lakukan di belakang itu, bukankah lo bisa mendengar ceritanya dari Tania?" Iqbal sedikit tersenyum tipis.
"Apa yang bisa gue lakukan, selain gue ditindas Aldi untuk enggak mendekati Salsha? Gue hanya bisa membuat Salsha yang mendekati gue karena kesalahan Aldi sendiri," jawan Iqbal jika dia sama sekali tidak mengkutak-atik apapun milik seseorang.
"Gue suka sama Salsha? Jawaban gue pasti iya, karena gue memang cinta sama Salsha. Tapi, saat status gue seperti penjahat begini bukankah gue hanya bisa menarik Salsha nya aja? Aldi brengsek setelah gue lihat-lihat dari kesekian bulan terakhir ini, Salsha terlalu polos gue lihat," Bastian menghela nafasnya berat.
"Ayo ACC kan perusahaan dady gue dan gue akan membantu Salsha agar mencintai lo tanpa gue menyentuh Salsha sama sekali. Apa lo setuju?" Iqbal mendengarnya hanya bisa tertawa karena Bastian mendekatinya ada maksud dibalik itu.
Iqbal terus terkekeh mendengarnya sampai dia tidak banyak berbicara dan langsung meninggalkan Bastian tanpa menjawabnya sedikitpun.
"Primitif,"