Chapter 29 - Tergila-gila

Xiao Xixi terbangun, dia membuka matanya yang seperti aprikot itu dan memandang Selir Chen, "Apa yang terjadi?"

Seluruh tubuh Selir Chen bergetar karena marah, "Hari ini kamu harus memberi penjelasan kepadaku!"

Wajah Xiao Xixi tertegun, "Penjelasan apa?"

Selir Chen berkata, "Kamu membohongiku dengan mengatakan bahwa Yang Mulia Pangeran hari ini akan datang ke Aula Qingge, tapi dia tidak datang. Kamu sudah membohongiku, tidakkah kamu seharusnya memberiku penjelasan?!"

Xiao Xixi menjawabnya, "Aku tidak membohongimu…"

Selir Chen pun semakin marah, "Kamu masih berkata kalau tidak membohongiku? Kalau kamu tidak membohongiku, mengapa Yang Mulia Pangeran belum muncul?!"

Xiao Xixi berkata dengan polos, "Itu mana aku tahu?"

"Sudah seperti ini, tapi kamu masih berpura-pura bodoh? Selir Xiao, tidak disangka penampilanmu yang bodoh itu ternyata hanya pura-pura. Kamu sama dengan Selir Bai, kalian adalah orang yang di depan terlihat tenang tapi sebenarnya mempunyai pemikiran yang dalam. Berpura-pura menjadi lebih polos dari siapa pun, tapi sebenarnya pikirannya lebih jahat dan kejam dari siapa pun!"

"Siapa yang kamu maksud jahat dan kejam?"

"Aku bilang kamu jahat…" Sebelum kata-katanya selesai diucapkan, Selir Chen tiba-tiba tersadar.

Yang bertanya tadi adalah suara pangeran!

Dia bergegas menoleh mengikuti suara, dilihatnya pangeran sedang berdiri di depan pintu, diikuti oleh Kakek Chang di belakangnya.

Entah sudah berapa lama mereka berdiri di sana, berapa banyak percakapan tadi yang telah mereka dengar.

Jatung Selir Chen melompat, diam-diam dia meratap.

Dia cepat-cepat berdiri. Tapi karena berlutut terlalu lama, kedua kakinya sudah mati rasa. Dia menghabiskan banyak tenaga dan bangkit dengan susah payah, namun karena berdirinya tidak stabil, dia pun jatuh lagi ke lantai dengan mengenaskan.

Saat itu Xiao Xixi sudah turun dari tempat tidur dengan dibantu oleh Bao Qin. Mereka berdua berlutut memberi hormat kepada pangeran.

Hari ini Luo Qinghan sibuk menyelidiki masalah anggur beracun, dia terus sibuk dan baru saja selesai.

Melihat malam yang sudah larut, dia mengira Selir Xiao seharusnya sudah tidur. Awalnya dia tidak ingin datang, tapi setelah ragu-ragu dia memutuskan untuk tetap datang. Dia takut Selir Xiao akan terus menunggunya.

Tidak disangka ketika dia baru saja masuk ke Aula Qingge, didengarnya Selir Chen sedang memaki.

Kakek Chang memberi isyarat, dua orang dayang segera maju dan memapah Selir Chen.

Selir Chen menatap sorot mata dingin pangeran, tubuhnya pun gemetar tanpa bisa ditahannya.

Luo Qinghan, "Mengapa memaki?"

Selir Chen tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya, dia gelisah sekaligus takut, matanya sudah berkaca-kaca, suaranya pun sangat gemetaran, "Tadi… tadi aku bicara sembarangan, aku sudah tahu salah, mohon Yang Mulia tidak memasukan kata-kata tadi ke dalam hati."

Tatapan Luo Qinghan melewatinya dan jatuh kepada Xiao Xixi.

"Selir Xiao, katakan kepadaku, mengapa Selir Chen memakimu?"

Xiao Xixi menceritakan apa yang terjadi secara sistematis dan terperinci.

Setelah selesai mendengarkannya, sorot mata Luo Qinghan yang memandang ke Selir Chen membawa sedikit kejijikan.

"Bawa Selir Chen kembali ke gedung Yulu, jatah untuk tiga bulan ke depan akan dipotong setengah. Kelak dia tidak diizinkan untuk menginjakkan kakinya selangkah pun ke Aula Qingge lagi."

Raut wajah Selir Chen berubah drastis.

Jatah dipotong setengah tidak apa-apa, artinya konsumsi pangan dan sandangnya hanya berkurang setengah saja. Tapi kalau sampai hal ini tersebar keluar, semua orang di Istana Timur akan mengetahui bahwa dia telah menyinggung pangeran.

Orang di istana ini terbiasa menjilat yang kuat dan menginjak yang lemah. Kalau semua orang tahu bahwa dia telah ditolak pangeran, maka kemungkinan dia akan diinjak dengan kejam ke dalam lumpur.

Dia tidak ingin menjalani hidup semacam itu!

Dia berjuang untuk melepaskan diri dari pegangan para dayang lalu berlutut di kaki Luo Qinghan dan mengeluarkan kantong kecil dari lengan bajunya.

Itu adalah sebuah kantong kecil berwarna ungu muda dengan sulaman bunga anggrek putih di atasnya.

"Yang Mulia, apakah Anda masih ingat dengan apa yang Anda katakan kepadaku di saat pertama kali berjumpa? Anda memuji namaku yang bagus, juga memberiku satu pot anggrek. Anggrek itu sampai sekarang masih kurawat. Aku membuat kantong ini dengan mengikuti bentuk anggrek itu. Anggrek di atasnya kusulam sendiri, jahitan demi jahitan. Kelopak bunga anggrek juga dipakai di dalam kantongnya. Demi memandangku yang tergila-gila kepada Anda, mohon terimalah kantong ini."