Selir Chen menggenggam kantong itu bagaikan menggenggam sebuah jantung hati.
Menghadapi pernyataan yang penuh cinta itu, ditambah dengan wajah mungil cantik Selir Chen yang berderai air mata, pria normal mana pun pasti akan melunak hatinya.
Sayangnya Luo Qinghan bukan pria normal.
Dia adalah pria aneh tanpa emosi.
"Aku ingat, namamu adalah Chen Lanxin yang mencerminkan kebaikan hati dan keanggunan. Nama ini memang bagus, hanya sayangnya kamu tidak pantas untuk nama itu."
Suara yang dingin dan tanpa sedikit pun emosi itu dalam sekejap langsung menjerumuskan Selir Chen ke neraka.
Dia tidak menyangka kalau pengakuan cinta yang telah dipersiapkannya dengan sepenuh hati itu ternyata akan mendapatkan hasil seperti ini.
Wajahnya menjadi pucat seperti kertas, jari-jarinya yang menggenggam kantong kecil gemetaran.
Dia masih ingin mengatakan sesuatu, sayangnya Luo Qinghan tidak memberinya kesempatan untuk itu. Dengan satu lambaian tangan sang pangeran langsung menyuruh orang untuk menyeretnya keluar.
Setelah Selir Chen tidak ada, suasana di ruangan itu seketika menjadi sunyi.
Bao Qin dan Kakek Chang menundukkan kepala tanpa berani mengeluarkan suara, takut mendapat kesulitan.
Luo Qinghan memandang Xiao Xixi.
Xiao Xixi merasa kalau sepertinya suasana hati Luo Qinghan kurang baik. Dia tidak tahu bagaimana cara menghibur orang dan hanya bisa bertanya dengan datar.
"Apakah Yang Mulia sudah makan?"
Luo Qinghan, "Belum."
"Aku juga belum makan, aku terus menunggu Anda."
Entah mengapa suasana hati Luo Qinghan yang tadinya agak tertekan langsung jadi agak membaik begitu mendengar perkataannya.
Dia berkata, "Hari ini aku terlalu sibuk dan lupa waktu. Lain kali kalau situasi semacam ini terjadi lagi, kamu boleh mengutus orang untuk mengingatkanku."
Xiao Xixi mengangguk mengiyakan.
Sup ayamnya terus dihangatkan di atas kompor, sekarang sudah bisa langsung dihidangkan dan dimakan. Bao Qin juga memasak beberapa masakan rumah sehari-hari, semua bahannya menggunakan bahan yang mereka tanam di halaman belakang.
Xiao Xixi sejak tadi sudah sangat lapar, tetapi dia mengingat statusnya sebagai selir. Maka dia pun menyajikan semangkuk sup ayam dulu untuk pangeran.
Setelah pangeran makan sesuap, barulah dia mulai menyentuh sumpitnya.
Luo Qinghan yang melihatnya mendorong makanan dengan cepat ke dalam mulutnya pun mengingatkan dengan datar, "Jangan makan terlalu cepat, tidak baik untuk pencernaan."
Mulut Xiao Xixi penuh dengan makanan, pipinya menggembung.
Dia mengunyah sambil menjawab tidak jelas.
"Iya."
Gaya makan Luo Qinghan sangat anggun, setiap gigitan makanan harus dikunyah perlahan. Namun melihatnya seperti itu, dia tidak seperti sedang mencicipi makanan yang enak tapi lebih seperti sedang menyelesaikan tugas tertentu.
Saat dia selesai menghabiskan satu mangkuk nasi, Xiao Xixi sudah makan mangkuk ketiga.
Bao Qin takut kalau nonanya akan meninggalkan kesan rakus yang buruk di hati pangeran, maka dia pun mengingatkan dengan suara pelan, "Nona, Anda mestinya sudah kenyang, kan?"
Xiao Xixi menelan makanan di mulutnya, "Tidak, aku masih bisa makan satu mangkuk lagi!"
Bao Qin, "…"
Dia pun putus asa.
Dia bahkan tidak berani melihat bagaimana ekspresi pangeran saat ini.
Selir lainnya saat di depan pangeran sangat ingin berpura-pura bahwa dirinya adalah peri kecil yang hanya minum embun, tapi hanya nonanya ini yang aneh. Dia makan semangkuk demi semangkuk, sepertinya di dalam perutnya tersembunyi sebuah lubang tak berdasar.
Luo Qinghan mendorong mangkuk kosongnya ke depan Xiao Xixi.
Xiao Xixi mengangkat pandangannya dari mangkuknya, di mulutnya ada sebutir nasi. Dia bertanya, "Apakah Yang Mulia mau tambah nasi?"
Luo Qinghan berkata, "Aku mau makan sup."
Dia terus menahan diri, namun pada akhirnya dia tetap tidak tahan dan mengingatkannya, "Di mulutmu ada butiran nasi."
Xiao Xixi meraba mulutnya, "Apakah di sini?"
"Bukan di sana, di sisi lainnya."
Xiao Xixi meraba lagi sisi lain mulutnya, tetapi dia tetap tidak bisa menemukan butiran nasi itu.
Luo Qinghan mengulurkan tangan, jarinya yang dingin mengusap mulut Xiao Xixi.
Bagaikan hujan musim panas yang jatuh ke tengah danau, menimbulkan lingkaran-lingkaran riak.
Luo Qinghan mengambil sapu tangan dari Kakek Chang dan menyeka jarinya lalu berkata datar, "Sudah."