Chereads / Diary Cia / Chapter 12 - Janji Danil

Chapter 12 - Janji Danil

06 Januari 2019.

"Sebuah janji akan menjadi nyata, jika hal tersebut di katakan oleh lelaki sejati."

-adpdita-

Terik panas matahari membangunkanku dari tidurku. Aku melangkahkan kaki pergi menuju Dapur dan langsung membawa pakaian ganti untukku, rumah nampak sepi, sepertinya hanya ada aku saja dirumah. Aku duduk di kursi makanku dan mulai mengambil makanan yang sudah siap di meja, ku makan suap demi suap makananku.

"Agrrrhhh."

Aku kesal karena ini adalah pertama kalinya mama pergi tanpa berpamitan kepadaku, aku tidak tahu kemana mama pergi dan aku sangatlah takut jika ditinggal dirumah sendiri, walaupun itu ketika siang hari.

Kulangkahkan kaki menuju kamar mandi, ku buka pintu kamar mandi dengan rasa kesal di hati. Aku langsung membuka pakaianku dan langsung membuka shower. Ketika sedang bermandi, tiba tiba...

"Brukk." Suara benda jatuh.

"Maah." Teriaku dengan takut.

Aku sangat terkejut mendengar suara itu, ku panggil mama berulang kali tapi tidak sekalipun ada jawaban. Aku sangat takut, dan dengan cepat aku menyelesaikan mandiku.

"Mah." Teriakku sambil keluar kamar mandi dan melihat sekeliling.

Rumahku masih tanpak sepi, hanya ada aku saja disitu. Setelah aku melihat sekeliling didepan kamar mandi, tidak ada satupun barang jatuh, atau barang baru diletakan disini.

"Hufttt, mungkin tadi suara kucing." Batinku.

Aku melangkah kaki menuju kamarku, ku kunci pintu kamarku dari dalam. Aku langsung saja duduk di kursi kesayanganku lalu membuka jendela melihat pemandangan sekitar. Tidak ada anak kecil main disitu, hanya ada lahan hijau yang kosong.

Ku alihkan pikiranku dengan cara membaca novel. Sementara ponselku, aku meletakkannya diatas meja belajarku, karena hanya disitu aku dapat mengisi baterai ponselku.

"Hiks.. hiks.. hiks.."

"Sudah lama sekali mama meninggalkanku sendirian dirumah. Hiks."

"Mama pergi kemana? Kenapa Cia ditinggal sendirian? Hiks.."

Aku menangis karena sudah lama semenjak aku terbangun, tetapi mama tidak pulang juga. Aku heran kenapa mama meninggalkanku selama ini. Kini pikiranku sudah tak bisa untuk membaca novel dengan tenang, yang ku lakukan hanya menangis dan kebingungan.

Aku mengambil ponselku dan kembali duduk dikursi dekat jendela. Aku membuka pesan dari temanku satu persatu sambil menangis, tidak ada yang ku balas pesan mereka termasuk pesan dari Danil.

Kuletakkan kepalaku dikaca jendela.

"Hiks.. hiks.. hiks.."

"Mah, Cia takut."

Aku memang sangatlah manja, begitulah diriku kepada mama, aku tidak pernah suka jika mama pergi meninggalkanku bahkan jika mama izin denganku pasti aku merengek untuk ikut atau memberikan syarat kepada mama untuk jangan pergi terlalu lama.

"Tidak biasanya mama pergi selama ini, hiks.."

Tiba-tiba ponselku bergetar, karena aku mengaktifkan tombol silent pada ponselku, tidak perlu memikirkan siapa yang menelfonku, tentu saja itu pasti Danil. Aku dan Danil sudah menghabiskan waktu kurang lebih selama 1 minggu untuk bertelfon bersama, menghasilkan waktu dari sisa liburan. Aku tidak memiliki perasaan atau pikiran untuk dekat bahkan untuk menjadi kekasihku. Aku bingung harus ku angat atau tidak panggilan dari Danil.

"Hufttt." Aku mengela nafas dan menenangkan pikiran ku.

Aku mengakat telfon dari Danil karena aku takut Danil cemas dan mengkhawatirkan ku, dia pasti akan kebingungan jika aku tidak mengangkat telfon darinya.

Danil.

"Cia, lama banget angkatnya."

Aku hanya terdiam, dan suara tangisku masih bisa didengar walaupun aku sudah tidak lagi meneteskan air mata.

Danil.

"Ciaa."

Tentu saja Danil sangat khawatir mendengar suara tangisanku. Banyak sekali kata khawatir yang Danil ucapkan kepadaku, tetapi aku tidak menghiraukannya. Pikiranku terus memikirkan mama.

Tok.. tok..

Ketika hari sudah mulai gelap tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarku dan memanggil namaku.

"Cia."

"Buka pintunya sayang." Jelas itu suara mama.

"Mah.. hiks.. hiks.."

Aku langsung lari menuju pintu kamarku, aku sama sekali tidak menghiraukan Danil, ku lempar ponselku ke atas tempat tidurku. Aku membuka pintu dan langsung memeluk mama.

"Mama pergi kemana? Hiks.."

Mama memelukku sambil berjalan menuju kamarku dan menutup pintu kamarku. Suara tangisanku semakin kencang, hatiku merasakan sesuatu yang berbeda dari mama.

"Mah, jawab Cia. Hiks.. hiks.."

Ttuutt..

Ponselku berbunyi, itu adalah notif mengakhiri panggilan, aku menatap ponselku.

"Ohiya, aku lupa mematikan panggilan dari Danil tadi." Batinku sambil menangis.

Mama mencium keningku dan menghapus air mataku.

"Sayang, jangan nangis dong, kan mama udah pulang." Kata mama dengan lembut.

"Mama kemana? Hiks."

"Kenapa mama pergi selama ini? Hiks.. hiks.." ku lontarkan pertanyaan yang dari tadi belum mama jawab.

"Sayang, kamu udah gede. Jangan ceneng terus ya." Kata mama sambil meneteskan air mata.

Aku melepaskan pelukan dari mama, ku tatap wajah mama, ia nampak sedang menyembunyikan sesuatu kepadaku. Ini adalah pertama kalinya mama menyuruhku agar tidak cengeng lagi.

Ku hapus air mataku dan langsung tersenyum kepada mama.

"Maafin mama sayang." Ucap mama sambil mencium pipiku.

Aku hanya tersenyum, menutupi rasa sedihku dari mama. Aku tidak ingin membuat mama semakin sedih, karena bisa ku lihat dengan mataku kalau mama sedang sedih dan tertekan.

Mama melangkah kan kaki pergi keluar dari kamarku, ku tutup pintu kamarku dan duduk diatas meja belajarku. Aku mencoba menulis perasaanku dan menangis sejadi-jadinya situ.

"Hiks.. hiks.. hiks.."

"Mah, maafin Cia."

"Cia sangatlah manja walaupun udah sebesar ini. Hiks.."

Aku terus menangis tanpa henti. Mama atau keluargaku yang lain tidak akan mendengarkan suara tangisku karena ruang kamarku kedap suara.

Aku masih tidak menyangka mama pergi selama itu tanpa berpamitan denganku, dan ketika dia pulang, dia menasehati ku untuk jangan cengeng lagi, bahkan mama tidak menanyakan 'apakah aku sudah makan?' 'apakan aku sudah mandi?' ini sangat membuatku sedih.

"Cia! Kamu kuat." Batinku.

Aku mengapus air mataku dan meminum air yang ada di kamarku. Ku ambil ponsel dan langsung membuka aplikasi whatsapp. Aku melihat-lihat story whatsapp milik teman-temaku.

Danil kembali menelfonku.

Danil.

"Cia."

Suara Danil nampak lebih khawatir dari sebelumnya, dari nada suara Danil, aku tau dia sedang kacau.

Cia.

"Iya Danil.

Danil.

"Cia."

"Danil bakalan jadi lebih baik lagi."

"Danil juga janji akan jadi tempat Cia berkeluh kesah."

"Suatu saat Cia pasti akan berbagi perasaan dengan Danil.

"Hiks.. hiks.. hikss.."

Aku hanya menangis setelah mendengarkan kata yang Danil ucapkan. Sikapku memang judes kepada siapapun termasuk Danil, tapi kali ini hantiku tersentil dengan kata-katanya. Rasa takut dan khawatir juga sempat mucul setelah Danil mengucapkan kata itu.

Danil.

"Cia harus tau, Danil senang berkenalan dengan Cia."

Cia.

"Iya Danil, maafin Cia."

Danil.

"Danil tunggu Cia, sampai Cia mau bercerita denganku.

"Cia ngga perlu maksain diri Cia untuk sekarang ini. Aku yang akan ngusahin buat Cia merasa nyaman denganku."

Aku tidak tahu harus besikap bagaimana kepada Danil, aku masih takut menaruh harapan kepada lelaki, aku tidak mau patah hati lagi. Walaupun aku tau Danil itu lelaki baik, tapi untuk saat ini aku malas untuk memikirkan hal yang berujung ke cinta dan sebuah hubungan.

Danil mencoba menghiburku, ia menceritakan sesuatu yang lucu untuk membuatku tersenyum. Banyak sekali cara yang Danil gunakan untuk membuatku tersenyum, aku tertawa untuk menutupi sedihku dan menghargai usaha dari Danil.

Danil.

"Udah sedinya?"

Cia.

"Udah ah cape."

Aku dan Danil saling tertawa, Danil bercerita tentang pengalaman nya tadi. Ia juga menceritakan tempat favoritnya, yaitu kedai mata angin. Tempat berkumpulnya para pendaki yang mampir setelah berkelana untuk ngopi dan menceritakan pengalamannya.

"Ah, kalau kedai itu dekat rumahku pasti itu menjadi tempat favorit ku juga." Batinku setelah mendengarkan cerita dari Danil tentang tempat itu.

*****

Danil.

"Selamat tidur Cia."

"Makasih sudah mau tersenyum walaupun itu hanya pura-pura."

Danil menutup telfon.

Aku hanya tersenyum dan langsung tidur.