"Do, kamu tahu cara kerjain ini ga?" Seorang gadis menghampiri Aldo yang sedang sibuk mengerjakan tugas matematika yang di berikan oleh Pak Ditto yang berhalangan hadir saat itu.
Aldo meliriknya sebentar lalu sedikit kaget melihat gadis yang barusan mengajaknya bicara.
Dia adalah Karmila Meliana, gadis populer di kalangan anak IPA, teman sekelasnya, dan pujaan cowok-cowok SMA Patra. Tidak hanya anak kelas 2, bahkan kelas 1 dan kakak kelas mereka di kelas 3 pun sangat memuja Karmila. Gadis yang tidak hanya pintar, tapi juga sangat good attitude dan baik hati. Buktinya selama di kelas, dia sering mengajak Aldo bicara, walau hanya seputar pelajaran. Dan itu membuat teman-temannya yang lain merasa iri.
Apalagi belum lama ini mereka juga melihat Aldo berangkat dan pulang bareng Hira, cewek cantik dari jurusan IPS. Meski tidak sepopuler Karmila, tapi Hira cukup menonjol dan terkenal hingga ke jurusan IPA. Meski banyak yang tahu kalau nilai gadis itu sangat berbanding terbalik dengan Karmila.
Pokoknya karena kedekatan Aldo dengan 2 gadis itu, Aldo menjadi sasaran kedengkian beberapa orang yang bisa di bilang 'fans' gadis-gadis itu.
Aldo membetulkan kacamata yang bertengger di hidungnya dan mulai membantu Karmila mengerjakan soal matematika dengan suaranya yang pelan sehingga mungkin hanya Karmila saja yang bisa mendengarnya.
Karmila manggut-manggut mendengar penjelasan dari Aldo yang menurutnya sangat luar biasa, dia bisa langsung mengerti rumus yang di ajarkan oleh Aldo.
"Kamu hebat, Do. Makasih ya udah bantu aku." Karmila kembali ke tempat duduknya dan bergabung dengan teman-temannya yang lain.
Aldo cuma mengangguk dan kembali fokus pada soal di hadapannya. Sementara itu, Darrel, teman sebangkunya menyikutnya dan menggodanya sambil cengengesan.
"Cie Aldo. Laris manis banget lo, Do. Kemarin Hira, sekarang Mila. Jadi lo mau pilih yang mana?"
Aldo tidak menggubrisnya dan cuma melengos seperti biasa karena merasa terganggu.
***
Mama Deina membawa sekotak pizza sepulang dari kantornya sore itu. Beliau langsung di sambut oleh senyum ceria Hira dan anggukkan pelan dari Aldo. Putranya yang suram itu tidak menyambutnya seceria Hira, membuat mama Deina langsung memitingnya dan mengacak-acak rambutnya.
"Setidaknya kamu memiliki setengah dari sifat ceria Hira, biar kamu ga keliatan suram begini, Do."
Aldo merapikan rambutnya yang berantakan. "Apaan sih, ma. Biarin aja Aldo kayak begini."
"Kalau kamu begini terus, mama khawatir kalau kamu gak akan pernah punya pacar."
"Memangnya punya pacar sepenting itu, ya?" Kata Aldo.
"Tentu saja penting. Apalagi di masa-masa SMA seperti ini, punya pacar membuat kamu lebih bersemangat sekolah, pokoknya kehidupan sekolah jadi lebih berwarna," Ujar mama Deina berapi-api.
Aldo cuma mengangkat bahunya tidak peduli.
Mata mama Deina beralih pada Hira yang sedang asik mengunyah pizzanya sambil membaca buku tulisnya yang berisi latihan soal dari Aldo.
"Kalau Hira sudah punya pacar belum?" tanya mama Deina. Hira tersenyum canggung.
"Mama ngapain sih nanya-nanya begitu. Bikin orang jadi tidak nyaman, aja," kata Aldo.
"Mama kan hanya nanya. Mana mungkin kan Hira yang cantik begini belum punya pacar."
"Sekarang sih gak ada, tan."
"Oh gitu. Tapi Hira'kan cantik. Nanti pasti cepat dapat pacar. Atau kalau Hira mau, sama Aldo juga boleh nih. Dia belum pernah pacaran, tante sampai khawatir apa dia bisa nikah nanti."
"Mama apa-apaan, sih?" telinga Aldo memerah.
Aldo menatap Hira yang tidak kunjung menjawab, membuat suasana menjadi canggung.
"Kenapa kau jadi diam begitu?" batin Aldo sambil mengigit bibirnya. "Harusnya kamu langsung bilang kalau ga suka."
Melihat Hira yang terlihat bingung harus menjawab apa. Akhirnya Aldo memutuskan untuk berbicara. "Dia bukan tipe aku. Aku ga suka cewek bodoh," sahut Aldo pedas.
Deg...
Hira hanya tertawa garing.
Aldo menyadari perubahan raut wajah Hira yang tiba-tiba muram. "Apa ucapanku keterlaluan, ya?" Pikirnya.
"A…aku…," Aldo berusaha mencairkan suasana suram yang tiba-tiba terjadi.
"Eiy, tante dengar sendiri'kan. Aldo tipenya cewek yang pintar. Hira mah cuma remahan rengginang," kata Hira kemudian sambil tertawa-tawa seperti biasa.
"Hemm, putra tante ini memang sangat sombong."
"Iya'kan. Hahahahaha…." Hira tertawa bersama mama Deina sementara Aldo hanya bisa geleng-geleng kepala dan memilih untuk membaca buku kembali, mengabaikan percakapan yang barusan terjadi.
***
"Duluan, ya Do." Karmila melambaikan tangannya pada Aldo yang sedang berdiri di parkiran motornya menunggu Hira datang. Setelah beberapa hari di antar jemput oleh Hira, akhirnya Aldo kembali naik motor matic kesayangannya. Cowok itu bersikeras ingin bawa motor sendiri ke sekolah, mengabaikan permintaan Hira yang menyuruhnya untuk terus berangkat bersamanya.
"Uhuy, siapa, tuh?" Goda Hira yang tiba-tiba nongol di belakang Aldo. Gadis itu cengar-cengir tidak jelas, sepertinya Aldo bisa tahu apa yang ada di pikirannya.
"Bukan siapa-siapa." Aldo memakai helmnya dan bersiap naik ke motornya.
"Cewek tadi Karmila'kan?" Tanya Hira.
"Kalau sudah tahu kenapa kamu masih nanya?" kata Aldo kesal.
Hira terkikik. "Hanya memastikan."
"Jadi tipe cewek kamu kayak Karmila, ya?" Tanya Hira di sepanjang perjalanan mereka menuju rumah Aldo.
Setelah Aldo sembuh, Hira memutuskan untuk belajar di rumah cowok tersebut, dan meminta pak Amir untuk menjemputnya di petang hari. Hal itu di lakukan Hira karena dia menghindari Aldo pulang di tengah cuaca buruk yang memang akhir-akhir ini sedang berlangsung. Jika dia yang ke tempat Aldo, setidaknya dia pulang naik mobil dan tidak akan terlalu terpengaruh dengan kondisi cuaca yang tidak menentu.
"Bukan, kok." Aldo mengelak.
"Eiy, ga usah malu-malu. Mau aku bantu mendekati Karmila?"
"Jangan lakukan hal yang tidak berguna, Ra," Sahut Aldo.
"Jangan begitu, dong. Tante pasti akan senang kalau dengar kamu punya pacar. Apalagi pacarnya spek kayak Mila. Mila juga sepertinya suka sama kamu, deh," Ujar Hira yang tidak di dengarkan oleh Aldo.
Cowok itu malah sibuk membuka sepatunya dan menaruhnya di rak sepatu lalu berjalan meninggalkan Hira yang masih ngoceh ga jelas tentang Mila. Gadis itu bahkan berpikir kalau Mila menyukainya, hahaha... Siapapun yang mendengar ucapan gadis itu pasti akan tertawa. Aldo tidak tahu apakah Hira menyadarinya atau tidak, tapi Aldo sendiri sadar diri kalau dia cowok yang sangat aneh dan tidak keren. Sungguh tidak cocok bersanding dengan Mila. Bahkan dalam mimpi-pun Aldo tidak berani membayangkan dia dan Mila berpacaran.
"Aldo, kamu dengar aku ga sih?" Tanya Hira kesal.
Aldo menghentikan langkahnya membuat Hira akhirnya menubruk tubuhnya.
"Aduh," Hira mengusap keningnya yang membentur punggung Aldo.
Aldo menoleh dan membuat jarak di antara mereka hanya beberapa centi saja, Hira mengerjap-ngerjapkan matanya menatap Aldo yang balas menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Oh, bulu mata Aldo ternyata panjang juga," Batin Hira, yang memperhatikan mata Aldo yang tersembunyi di balik kacamata dan rambutnya yang berantakan.
Beberapa detik mereka saling menatap sampai akhirnya Aldo menyentil kening Hira pelan.
"Aa..aaaak...," Hira kembali mengusap keningnya. "Sakit tahu."
Aldo hanya melengos dan masuk ke kamarnya untuk ganti baju. Meninggalkan Hira yang sibuk mengusap-usap keningnya yang memerah dengan wajah gugup. Sementara itu di kamar Aldo, masih memegang knop pintu, cowok itu bersandar di belakang pintu sambil memegangi wajahnya yang tiba-tiba terasa panas.
***
Aldo memperhatikan Hira yang sedang memegangi kepalanya yang terlihat berasap. Diam-diam cowok itu tersenyum tipis.
"Hira, ini hari terakhir kita belajar bareng. Karena minggu depan kita udah ujian," Kata Aldo.
"Eeehhh, kita ga bisa belajar sama-sama lagi pulang sekolah?" Hira terlihat terkejut.
"Kalau musim ujian ini aku mau fokus sama ujian aku. Jadi kamu belajar sendiri, ya."
"Aaakkk, tidak. Gimana ini, aku belum siap untuk belajar sendiri."
"Kamu pasti bisa, kok. Kamu kan udah bisa ngerjain latihan soal yang aku kasih."
"Aku gak yakin."
"Kalau nilai ujian kamu bagus-bagus semua nanti aku kasih reward."
"Reward apa?"
"Gimana kalau nonton? Kebetulan banget nanti abis ujian selesai, film action yang mau aku tonton rilis di bioskop."
"Hemmm… oke. Tapi kamu traktir aku makan juga, ya. Masa rewardnya cuma nonton aja."
Aldo meringis. Padahal gadis dihadapannya ini adalah anak orang kaya tapi dia malah minta di traktir makan padanya yang uang jajannya tidak seberapa.
"Baik. Tapi ingat ya, nilainya harus diatas 7."
Kali ini Hira yang meringis. "Semoga aja, ya."
"Pasti bisa, kok. Nilai ulangan harian kamu juga banyak peningkatan," Kata Aldo jujur.
Biasanya menjelang ujian, para guru rajin memberikan ulangan harian pada para siswanya, dan di ulangan itu kemampuan Hira diuji. Apakah setelah belajar dengan Aldo dia ada peningkatan atau tidak, dan terbukti kalau nilai-nilai pelajarannya lumayan mengalami kemajuan. Pak Bambang memanggil Aldo dan memuji cowok itu yang sudah berkontribusi besar pada pencapaian Hira.
"Baiklah, demi nonton dan makan gratis. Aku akan berusaha," Hira kembali bersemangat.
Aldo hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar motivasi belajar gadis itu.