Keesokkan harinya, Hira berpapasan dengan Mila di lorong sekolah menuju kantin. Kebetulan sekali gadis itu sedang berjalan sendirian jadi Hira bisa menyapanya dengan tenang.
"Eh, kebetulan banget gue ketemu Mila," Batinnya.
"Hai, Mila," Sapanya sok akrab.
Karmila sedikit terkejut melihat Hira menyapanya duluan, tapi gadis itu tersenyum manis dan balas menyapa Hira.
"Aku mau ngomong sesuatu. Kamu ada waktu?" Tanya Hira to the point.
Mila tampak berpikir sejenak. "Tentu. Gimana kalau kita ke taman sekolah?"
"Oke."
Hira dan Mila berjalan bersama menuju taman sekolah yang saat itu tidak begitu ramai. Mereka duduk di salah satu bangku taman dan Mila mulai bertanya.
"Jadi, mau bicara apa, Hir?" Tanya Mila langsung.
"Em, aku mau tanya, kamu suka sama Aldo, kan?" Tanya Hira tanpa basa basi membuat Mila terdiam sejenak lalu sambil menatap Hira, dia bertanya, "Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?"
"Karena kamu baik dan terlihat care sama Aldo."
Sambil menahan tawanya Mila kembali menjawab, "Aku baik ke semua orang kok bukan cuma ke Aldo. Sepertinya kamu salah paham. Atau kamu cemburu karena aku baik pada Aldo?"
"Oh, bukan begitu. Aku hanya ingin membantu Aldo supaya bisa dekat dengan cewek yang dia suka."
Mila mengerutkan keningnya. "Apa itu artinya Aldo menyukaiku?"
"Yah, bisa di bilang kamu tipe ceweknya sih."
Mila mendengus dan berusaha menahan senyumnya.
"Maaf, tapi sayang sekali aku sudah punya pacar," Mila menunjukkan cincin couple berinisial J & K.
"Ah, begitu ya. Maaf ya, aku kira kamu masih single. Kalian pasti akan sangat cocok bersama," Ujar Hira. Raut wajah Mila berubah menjadi sedikit kesal.
"Jadi maksudmu aku cocok bersama dengan Aldo?" Tanya Mila sambil menekan intonasi suaranya agar tidak kentara kalau gadis itu marah.
"Ya, kalian berdua sama-sama pintar. Jadi kalian berdua sangat cocok."
Mila mengepal tangannya erat dan menekan amarah yang hampir keluar dari mulutnya.
"Oh ya? Padahal aku pikir, kamu lah yang paling cocok bersama dengan Aldo," Kata Mila.
"Cowok aneh memang cocok dengan cewek bodoh," Batin Mila.
"Oh, itu tidak mungkin. Aku tidak cocok dengannya. Aku bahkan bukan tipe idealnya Aldo." Hira tertawa tanpa menyadari kalau Mila sejak tadi mati-matian menahan kesal sampai-sampai wajah gadis itu memerah.
"Begitu ya. Sayang sekali ya. Btw aku harus kembali ke kelas sekarang," Kata Mila memutus percakapan mereka berdua.
Hira mengangguk-angguk. "Oh, ya. Maaf sudah mengambil waktumu. Makasih ya karena sudah mau bicara denganku."
Mila cuma mengangguk dan segera berjalan pergi meninggalkan Hira sambil sedikit menghentakkan langkahnya.
"Gila. Bisa-bisanya dia berpikir kalau gue sama cowok aneh itu cocok. Belum pernah gue dihina kayak gini. Gue tipe ceweknya? Cih, gue ga merasa tersanjung sama sekali." Batin Mila kesal.
Hanya karena dia sering menyapa, cowok itu sampai berpikir kalau dia punya perasaan padanya.
"Gila. Kepercayaan dirinya benar-benar luar biasa."
Dia berhenti sejenak di dekat lorong menuju kelasnya dan menelepon seseorang. Menceritakan kejadian yang barusan terjadi dengan berapi-api dan terakhir meminta pacarnya untuk memberikan sedikit pelajaran ke cowok aneh itu biar dia tau diri. Kalau Hira?
Yah Mila tidak bisa berbuat apa-apa karena dia adalah putri donatur terbesar di sekolah ini. Lagipula Hira bisa bicara omong kosong seperti itu padanya pasti ada sebabnya dan itu pasti karena Aldo yang bicara duluan. Mereka memang terlihat dekat belakangan ini sehingga menimbulkan gosip kalau mereka pacaran. Tapi sepertinya itu memang cuma gosip murahan. Memangnya gadis waras mana sih yang sudi pacaran dengan cowok aneh dan suram seperti Aldo.
***
Hira menghela napas kecewa.
Kesha dan Farah yang berjalan di sebelahnya terlihat kebingungan melihat Hira yang tidak bersemangat seperti biasanya.
"Heh, lo kenapa dah?" Tanya Farah keheranan.
"Gak papa, cuma suntuk aja karena harus pulang ke rumah. Masih siang banget ga sih," Hira memandang langit yang biru bersih tanpa awan sama sekali.
"Kalian berdua ga mau ajak gue kemana gitu? Culik gue plisss," kata Hira pada kedua temannya. Mereka berdua menggeleng sambil memberikan tanda silang dengan kedua tangan mereka.
"No money. Kita bukan anak orang kaya kayak lo sayang," Sahut Kesha.
Farah mengangguk. "Money eopso. Lagian gue mau bantuin nyokap jagain warung."
Hira manyun.
"Emang lo ga belajar bareng si Aldo, Hir?" Tanya Kesha.
Hira menggeleng. "Makanya bete banget kan gue. Masa gue harus langsung pulang dan tidur siang, ga produktif banget kan?"
"Padahal tidur siang itu enak, loh," kata Farah.
Hira mencebik, lalu menghela napas. Sungguh, dia punya teman-teman yang membosankan.
"Kalo gitu gue ke rumah Aldo aja, deh."
"Memangnya dia ada di rumah?" Tanya Kesha.
"Yah, ga tau sih. Klo ga ada bisa gue tunggu di mobil dulu. Gue duluan." Hira melambaikan tangannya dengan semangat pada kedua temannya, lalu berlari menuju mobilnya terparkir.
"Dia semangat banget mau ketemu sama Aldo, gue curiga kalo dia punya hubungan spesial sama si Aldo," kata Farah.
"Heh, dia udah bilang kalo mereka cuma temenan," tegas Kesha.
"Duh, Lo kok ngotot banget sih soal Hira sama Aldo. Lagian kalo mereka pacaran ya terserah mereka, dong," cetus Farah tak mau kalah.
"Kok malah gue yg ngotot? Bukannya Lo yg ngotot banget berharap kalo mereka punya hubungan. Padahal Hira tuh sukanya sama kak Jeff, loh."
"Aduh, lo tuh ya, jaff Jeff terus. Asal Lo tau, kakak Jeff favorit lo itu udah punya pacar," kata Farah kesal.
"Hah? Siapa anjir? Kok gue baru denger? Perasaan dia kemana-mana sama gerombolannya tuh."
"Ih, lo ga tau ya. Kasian, deh ketinggalan berita," Ejek Farah.
"Wah, parah banget lo ga kasih tau. Kasih tau dong. Ah, elah. Farah!" Kesha berlari mengejar Farah yang sudah berlari lebih dulu sambil meledeknya.
***
Aldo mengemudikan motor maticnya dengan hati-hati dan sesantai mungkin. Hari ini sepulang sekolah dia bisa mampir ke toko buku langganannya terlebih dulu. Aldo senang karena akhirnya dia memiliki waktu untuknya sendiri setelah beberapa waktu belakangan ini waktunya banyak tersita untuk membantu Hira belajar. Bahkan kadang gadis itu mencuri hari liburnya di sabtu minggu dengan muncul di rumahnya hanya untuk membuat kue bersama mamanya atau hanya untuk sekedar numpang tidur siang di sofa ruang tamunya yang sejuk. Kalau sudah begitu, mau tidak mau Aldo sekalian mengajarinya beberapa soal dan akhirnya mereka jadi belajar bersama.
Di jalan raya yang tidak terlalu ramai, tiba-tiba beberapa motor mendekatinya dan berjalan mepet dengan motornya. Aldo yang awalnya tidak peduli, mulai panik saat motor-motor itu menjepitnya dari segala arah. Aldo menoleh ke kiri dan kanan, mereka semua menggunakan motor besar sejenis ninja, memakai jaket hitam dan helm fullface sehingga Aldo tidak tahu siapa mereka. Yang Aldo tahu mereka juga mengenakan celana SMA seperti dirinya.
Mereka semua menggiring Aldo ke tempat sepi, sebuah lapangan belakang komplek ruko yang tidak terpakai. Mereka memarkirkan motor merek, begitu juga Aldo yang tampak kebingungan.
"Hah, lihat wajah culunnya. Berani-beraninya cowok culun ini suka sama cewek gue yang cantik sempurna seperti dewi." Kata salah satu dari mereka. Tubuhnya tinggi atletis dengan tatapan tajam. Matanya berkilat marah.
Teman-temannya yang berdiri dibelakangnya tertawa sinis dan beberapa meludah sembarangan.
"Kalian siapa? Saya ga kenal sama kalian."
Mereka tertawa. Apalagi melihat Aldo yang tubuhnya sedikit gemetar.
"Hajar ga nih, bos?" Tanya cowok pendek gempal dengan suara nyaring.
"Gas, bikin dia sadar diri biar dia ga berani lagi suka sama cewek orang."
Sebagian dari mereka maju dan memukuli Aldo beramai-ramai. Ada yang menendang tubuhnya, ada pula yang meninjunya dengan membabi buta. Aldo bertahan sekuat tenaga melindungi kepala dan lehernya dari pukulan-pukulan mereka.
Bos mereka, cowok tinggi atletis tadi hanya memperhatikan dari atas motornya sambil menelepon kekasihnya.
"Halo sayang? Aku kangen banget nih sama kamu. Tebak aku lagi ngapain?"
Di ujung teleponnya, Mila tampak berpikir. Dia bisa mendengar suara berisik orang beradu pukulan dari tempat pacarnya menelepon.
"Ah, kamu lagi ngasih pelajaran ke si aneh itu?"
"Iya, enaknya di bikin sekarat atau mati aja kali ya sekalian, biar ngurang-ngurangin populasi cowok culun di muka bumi ini."
Mila terkekeh. "Jangan dong. Aku ga mau kamu masuk penjara. Udah deh kasih pelajarannya, kasian. Senin kan mau ujian juga."
"Hhh, baiklah. Seperti biasa, kamu terlalu baik hati, sayang. Padahal kalau buat kamu aku bersedia kok di penjara."
"Haha, apaan sih gombal banget omongan kamu. Udahan deh mukulinnya. Mending kamu kesini aja, aku lagi bareng-bareng temanku di kafe. Buruan ya, aku kangen, loh."
"Oke deh sayang. Apa sih yang gak buat kamu. Muah." Cowok itu akhirnya mematikan sambungan teleponnya dan bersiul memberikan isyarat untuk menyudahi pukulan mereka.
Mereka semua menoleh dan melihat bos nya itu mulai berjalan mendekati Aldo yang sudah babak belur karena di hajar tanpa henti. Cowok itu berjongkok dan menjambak rambut Aldo, tertawa menyeringai dari balik helmnya yang hanya terlihat matanya saja. Dia tampak puas melihat Aldo yang kesakitan dan penuh lebam terkena pukulan.
"Ini peringatan pertama dan terakhir, jangan sampai gue denger lagi omong kosong soal lo suka sama cewek gue kalo lo masih sayang sama nyawa lo."
Aldo tidak menjawab. Atau lebih tepatnya tidak sanggup menjawab. Dia bahkan tidak tahu siapa cewek yang sejak tadi di maksud oleh cowok ini.
"Gue anggap lo ngerti." Cowok itu melepaskan jambakannya dari rambut Aldo lalu dia bangkit berdiri. Membersihkan telapak tangannya yang kotor lalu memberikan instruksi pada teman-temannya yang lain untuk pergi meninggalkan tempat itu.