Mama masuk ke dalam kamar rawat Aldo sambil menenteng 2 termos stainless.
"Oh, apa itu ma?" Tanya Aldo keheranan.
"Bubur untukmu. Dari Hira."
"Oh ya? Lalu mana dia?" Aldo celingukan menatap arah pintu.
"Dia tidak bisa datang. Ada urusan keluarga. Ini tadi di antar sama pak Amir."
Air muka Aldo sedikit berubah menjadi muram. Meski sedikit, ternyata Aldo diam-diam menantikan kehadiran gadis itu.
***
Hari minggu siang, Aldo sedang bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Sementara itu, mama Deina sedang mengurus kepulangan Aldo dari rumah sakit di bagian administrasi.
Brak...
Pintu terbuka, terlihat Hira yang terengah-engah dan keringat membanjiri wajahnya.
"Ah, syukurlah aku tidak terlambat," Dia tersenyum ceria seperti biasa.
"Mau ngapain kamu kesini?" Tanya Aldo.
"Aku mau jemput kamu pulang. Kemarin malam tante Deina sudah ngasih tahu kalau kamu pulang hari ini."
"Kamu lagi beres-beres, ya? Ada yang perlu aku bantu?" Tanya Hira.
Aldo menggeleng. "Tidak. Tidak usah."
"Baiklah." Hira akhirnya duduk di atas ranjang dan hanya memperhatikan Aldo yang sedang sibuk merapikan baju dan barang yang akan dibawanya pulang kedalam tas.
"Bagaimana luka-lukamu?" Tanya Hira.
"Seperti yang kamu lihat," sahut Aldo ketus.
Hira diam. Mama Deina masuk ke dalam kamar dan melihat Hira yang terlihat murung dan Aldo yang terlihat kesal.
"Eh, ada Hira. Sudah lama sampainya, sayang?"
"Belum lama Tante." Hira terkekeh.
Mama Deina tersenyum. "Hira tahu ga, dari kemarin Aldo marah-marah terus. Moodnya lagi kurang baik."
Hira melirik Aldo yang tidak menjawab.
"Oh ya, kenapa tan? Apa karena badannya masih sakit?"
Mama Deina tertawa. "Bukan. Dia marah karena kamu ga jadi datang kesini kemarin."
"Mama! Aku marah-marah bukan karena dia ga kesini, ya!" Aldo mengelak. Telinganya memerah dan dia buru-buru membereskan tasnya sambil memunggungi Hira.
"Manis banget sih," batin mama Deina.
Hira tertawa. "Beneran?"
"Mana mungkinlah. Kamu jangan kege-eran."
Hira saling melempar senyum dengan mama Deina.
"Hahaha...baiklah. Aku percaya."
***
"Kemarin aku ke Bogor, tan. Pergi sama papa jenguk Tante yang baru habis lahiran," kata Hira saat mama Deina bertanya dia kemarin kemana.
"Oh ya, anaknya cewek atau cowok?"
"Cowok. Lucu deh bayinya, manis, gemas," Hira terlihat antusias saat menceritakan kunjungannya kemarin.
Sementara itu, Aldo menguap sambil menyenderkan kepalanya di jendela mobil di sebelah pak Amir yang sedang mengemudi dengan konsentrasi penuh. Sesekali dia tersenyum kecil saat mendengarkan Hira yang bicara dengan bersemangat. Meski menyangkalnya di depan Hira dan mamanya tadi, tapi memang perasaan kesal yang Aldo rasakan karena dia kecewa pada Hira yang tidak datang menjenguknya kemarin.
Sebenarnya Aldo sendiri merasa bingung dengan dirinya, kenapa dia harus sekesal itu pada Hira perkara hal yang menurutnya sepele. Lagipula Hira bukan siapa-siapa dia, kenapa pula dia harus sekecewa itu.
***
Semilir angin berhembus masuk melalui jendela-jendela yang terbuka lebar. Mama Deina sengaja membuka semua jendela di rumah biar udara segar masuk. Sementara mama Deina sibuk berbenah dan membereskan rumah yang di tinggalkan semalaman karena menjaga Aldo di rumah sakit, Aldo dan Hira duduk bersantai di ruang tengah.
Aldo membaca buku sementara Hira sedang asik mengemil keripik pisang yang ada di toples meja ruang tengah sambil nonton youtube. Gadis itu sesekali cekikikan dan tangannya cekatan mengambil keripik dari dalam toples. Suara mengunyahnya sungguh membuat Aldo terganggu tapi cowok itu hanya diam, terkadang dia merasa rumah ini lebih hidup karena ada suara berisik Hira.
"Oh ya, gimana kalau sekolah besok kamu aku jemput lagi?" Tanya Hira tiba-tiba memecah kesunyian. Aldo mengangkat wajahnya dari balik buku yang sedang di bacanya.
"Tidak," sahut Aldo singkat.
"Oh, ayolah. Aku khawatir kamu jatuh lagi," kata Hira.
"Kenapa?" Aldo menghentikan aktifitasnya. Dia menatap tajam Hira seraya menutup buku yang sedang dia baca.
Hira mengerutkan kening bingung. "Maksudmu?"
"Kenapa kamu khawatir?"
"Memangnya aku tidak boleh khawatir sama kamu?"
Aldo mendengus. "Kita bahkan bukan siapa-siapa. Tapi kamu sok mengkhawatirkan aku."
"Sok? Aku benar-benar mengkhawatirkanmu. Lagipula siapa bilang kamu bukan siapa-siapa? Tentu saja kamu tutorku'kan. Kalau kamu sakit atau kenapa-kenapa, aku belajar dengan siapa?"
"Kamu benar," sahut Aldo pelan. Diam-diam cowok itu tersenyum pahit. Ternyata dia tidak seberharga itu bagi Hira. Ya, tentu saja, memang apa yang dia harapkan.
Suasana mereka berubah menjadi canggung dan tidak nyaman. Aldo terdiam lalu kembali membaca bukunya, dan Hira kembali menonton youtube.
Sampai akhirnya Hira pulang sore itu, mereka tidak saling bicara lagi.
***
Senin pagi, hari pertama ujian akhir sekolah. Hira sudah tiba di sekolah pukul 6 pagi, dia akhirnya memutuskan untuk tidak jadi menjemput Aldo ke rumahnya. Sambil berjalan ke arah kelasnya, Hira membaca notes kecil berisi catatan-catatan pelajaran yang sudah dia siapkan sebelumnya. Aldo yang memberikan tips tersebut jadi Hira bisa belajar di manapun.
Aldo yang juga sudah sampai melihat Hira yang sedang berjalan sendirian sambil membaca notes kecil. Dia meletakkan helmnya dan berjalan mengikuti Hira di belakangnya. Wajah memar dan bengkaknya masih terlihat membuatnya menjadi pusat perhatian orang-orang yang berbisik keheranan.
Aldo tidak terlalu mempedulikannya, dia bergegas menuju kelasnya dan melewati Hira begitu saja tanpa menyapa gadis itu. Hira tertegun melihat Aldo yang segera menghilang di ujung koridor menuju lantai 2.
"Apa gue gak terlihat? Kenapa dia ga nyapa?" Pikir Hira. Di sudut hatinya timbul rasa sedih karena di abaikan oleh Aldo.
"Hiraaa," Kesha berlari menghampiri Hira dan terpukau melihat Hira memegang notes kecil berisi rangkuman pelajaran yang akan di ujikan hari ini.
"Iih, apaan nih? Catetan pelajaran? Ih, lo kayak bukan Hira yang gue kenal, deh."
Hira terkekeh.
"Gue mesti dapet nilai bagus atau gue ga bakal naik kelas. Lo tau sendiri si Pak Bambang mah kalo ngancem bukan pepesan kosong."
Kesha mengangguk-angguk.
"Ngomong-ngomong ya, si Aldo itu kenapa mukanya bonyok gitu, deh? Dia abis digebukin sama orang ya?" Tanya Kesha.
"Dia bilang sih jatuh."
"Hah? Lo percaya kalo dia jatuh?"
Hira mengangkat bahunya. "Dia sendiri yang bilang begitu."
Hira termenung sejenak. Dia memang tidak menanyakannya pada Aldo, berharap cowok itu akan memberitahu apa yang sebenarnya terjadi tapi Aldo hanya diam, bertindak seolah-olah hal buruk itu tidak pernah terjadi. Hal itu membuat Hira frustasi. Padahal Hira berniat ingin membantu Aldo untuk menangkap penjahat itu dengan bantuan polisi kenalan keluarganya.
***
Aldo masuk ke dalam kelas dimana sudah ada banyak teman-temannya yang duduk di bangku mereka masing-masing. Mereka tidak terlalu peduli siapa yang baru saja masuk ke dalam namun perhatian mereka tertuju pada Aldo saat Darrel berteriak heboh.
"Astaga Do, muka lo kenapa?!"
Teman-temannya menoleh dan terlihat terkejut.
"Bukan apa-apa," sahutnya tidak suka. Dia malas sekali untuk menanggapi setiap orang yang bertanya padanya tentang apa yang terjadi pada wajahnya. Dia bahkan berniat untuk tidak masuk sekolah sampai memarnya hilang, namun seminggu ini ada ujian akhir semester 1, mau tidak mau dia tetap masuk sekolah.
Mila mendekati Aldo. "Ya ampun, Do. Kamu gak apa-apa?"
"Aku ga apa-apa."
"Tapi wajah kamu penuh memar, loh," wajah Mila terlihat khawatir.
"Aku baik-baik aja, Mila."
"Baiklah. Moga cepat sembuh ya."
Aldo mengangguk pelan dan Mila kembali ke tempat duduknya. Aldo berusaha fokus pada materi ujian hari ini.
Mila yang kembali ke tempat duduknya mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Gadis itu mengetik pesan pada pacarnya.
'sayang, aku udah lihat penampilan Aldo hari ini. Kerja bagus.'
Sementara itu di kelas yang lain, seorang cowok dengan penampilan bak anak alim yang sedang sibuk membaca buku pelajaran , menerima pesan dari kekasihnya sambil tersenyum lebar. Dia membalas dengan mengirimkan emote hati.
'Tentu saja. Semua sesuai keinginanmu my princess.'