Chereads / Sekarang dan Selamanya / Chapter 4 - EMPAT

Chapter 4 - EMPAT

'Do, kamu tau ga, papa aku senang banget liat nilai geografi aku. Hihihi... makasih banyak loh. Senang banget bisa ngebanggain papa. Yah walaupun nilai aku ga bagus-bagus amat tapi kata papa aku itu sebuah kemajuan.'

Aldo tersenyum membaca pesan whatsapp yang dikirimkan oleh Hira. Dia baru saja selesai mandi setelah pulang menembus hujan yang seperti badai. Jas hujan yang dikenakannya tidak mampu melindungi tubuhnya dari hempasan hujan angin yang mulai turun setelah separuh perjalanan pulangnya dari rumah Hira.

"Kamu lagi liat apa sambil senyum-senyum sendiri begitu?" tanya mama Aldo, Deina.

"Ah, cuma pesan lucu dari teman, ma." Aldo meletakkan ponselnya diatas meja televisi dan duduk di sofa sambil menggosok rambutnya yang masih basah.

"Kamu beneran ga mau makan malam, Do?"

"Ga ma. Aldo masih kenyang. Ha... Hatchiii..." Aldo menggosok-gosok hidungnya yang terasa gatal.

"Loh, kamu flu, Do?" mama Deina mendekati Aldo dan memegang kening cowok itu yang terasa hangat. "Kamu demam, loh, Do."

"Aku ga apa-apa kok ma. Istirahat juga nanti aku sembuh. Aku tidur duluan ya."

Mama Deina mengangguk lalu membiarkan Aldo beranjak ke kamarnya.

***

Hira mengintip kelas Aldo yang sudah hampir kosong, hanya tersisa beberapa siswa yang sedang piket di dalam kelas.

Tadi gadis itu sudah menunggu Aldo hampir 15 menit di parkiran motor namun cowok itu tidak kunjung muncul. Akhirnya Hira berinisiatif untuk mengunjungi kelas cowok itu.

"Aldo? Dia ga masuk hari ini, katanya sih sakit." kata Daniel, teman sekelas Aldo yang dicegat oleh Hira saat hendak membuang sampah.

"Ah, dia ga bilang sakit apa?"

"Kurang tahu, sih. Coba aja telepon orangnya langsung."

"Oh, oke. Makasih ya, teman sekelas Aldo." Hira segera menjauh dari kelas Aldo dan mengeluarkan ponselnya. Tidak ada pesan dari Aldo yang mengabari kalau cowok itu sakit. Perasaan Hira sedikit sedih karena dia tidak tahu sama sekali kalau Aldo sakit, dia pikir kalau mereka berdua sudah cukup dekat, tapi Aldo tidak memberitahunya kalau cowok itu tidak sekolah.

"Halo pak Amir, tolong jemput aku, pak. Iya, aku masih di sekolah."

Hira mematikan teleponnya dan duduk termangu di pinggir lapangan basket. Sekolah benar-benar hampir sepi, cuma ada beberapa orang yang sedang ekskul olahraga dan guru-guru yang masih belum pulang.

Gadis itu mengetuk-ngetukkan jarinya ke layar ponselnya, dan memutuskan untuk menghubungi Aldo dengan mengiriminya pesan.

'Do, aku dengar kamu sakit? Sakit apa?'

Lama tidak ada balasan dari Aldo membuat Hira tidak sabar dan akhirnya menelepon cowok itu.

Tut...tut... Ponsel Aldo berdering kencang sementara cowok itu sedang setengah terlelap. Matanya sangat berat untuk di buka dan kepalanya sakit sekali.

Mama Deina yang saat itu kebetulan masuk ke dalam kamar Aldo untuk mengecek kondisi Aldo melihat bahwa ponsel putranya itu berdering pelan, tertulis dilayar ponselnya nama Hira.

"Hira?" mama Deina bertanya-tanya, kira-kira siapa Hira.

Aldo masih setengah sadar dan kini sedang berjuang untuk membuka matanya. Melihat Aldo yang terlihat belum bisa menerima telepon, mama Deina memutuskan untuk mengangkat telepon dari Hira.

"Halo?" sapa mama Deina.

"Halo," balas Hira di ujung telepon. Hira sedikit mengerutkan keningnya saat mendengar suara lembut wanita.

"Ini siapa?" tanya mama Deina.

"A... ini Hira. Apa Aldonya ada?"

"Aldonya sedang tidur. Hira siapanya Aldo?"

"Saya, saya temannya Aldo. Kalau boleh tahu ini dengan siapa?" tanya Hira hati-hati.

"Saya mama Aldo," jawab mama Deina.

"Se... selamat sore, tante. Maaf saya tidak bermaksud mengganggu Aldo. Saya hanya ingin tahu Aldo sakit apa dan bagaimana keadaan Aldo sekarang," cerocos Hira.

Mama Deina tertawa. "Tidak apa-apa Hira. Aldo hanya flu. Kemarin dia kehujanan. Istirahat sehari besok juga dia akan sembuh."

"Begitu ya, ini semua karena saya," ujar Hira pelan.

"Apa?"

Hira tersenyum lemah. "Bukan apa-apa, tante. Kalau begitu saya akan...," Hira terdiam sebentar, menatap jam tangannya dan melihat mobil jemputannya yang baru saja memasuki pelataran sekolah.

"Tante, apa saya boleh menjenguk Aldo?"

Mama Deina menoleh kearah Aldo yang sudah separuh sadar dan kini sedang menatap langit-langit kamarnya.

Aldo menatap mama yang sedang menerima telepon dari ponsel miliknya. "Mama telepon siapa?" tanyanya dengan isyarat tangan.

Mama Deina tersenyum pada Aldo kemudian kembali fokus pada telepon yang masih menempel di telinganya.

"Tentu saja boleh. Nanti alamatnya akan tante kirim lewat pesan WA, ya."

"Oke, baik." mama Deina menutup teleponnya dan beralih kearah Aldo.

"Bagaimana kondisi kamu, Do?" mama Deina memegang kening Aldo dan mengucap syukur karena demamnya sudah turun.

"Agak lebih baik, ma." Aldo beralih posisi duduk dan memperhatikan mamanya yang sedang mengetik sesuatu di ponsel miliknya.

"Apa yang mama sedang lakukan di ponselku?"

"Mama mengirim alamat rumah kita ke temanmu. Katanya dia mau datang menjengukmu."

Aldo mengerutkan keningnya. Teman yang mana? Seingatnya dia tidak memiliki teman dekat yang mau repot-repot menjenguknya.

"Temanku? Siapa?"

"Hira," jawab mama. Mama Deina lalu mengembalikan ponsel Aldo yang menatap mama dengan wajah bertanya-tanya. Apa yang barusan dia dengar itu benar?

"Hah?"

Mama Deina membawa beberapa mangkuk dan kaus kotor milik Aldo. "Kok hah? Kalau kamu sudah merasa lebih segar, bangun dan cuci mukamu dulu sana. Sebentar lagi temanmu mungkin akan sampai."

***

Nyatanya, butuh waktu satu jam untuk Hira sampai ke rumah Aldo. Walau kenyataannya jarak rumah Aldo ke sekolah tidaklah sejauh itu. Yang terjadi sebenarnya adalah Hira membawa Pak Amir memutari beberapa toko kue dan buah untuk membeli buah tangan.

Hira menatap bangunan rumah bergaya belanda dengan halaman yang penuh dengan pohon serta pot-pot bunga yang terlihat cantik. Dia kembali menatap jam tangannya, sudah hampir pukul 6 sore. Dia menimbang-nimbang, haruskah dia masuk dan bertamu kerumah orang sesore ini? Tapi... pandangan mata Hira beralih menatap kedua tangannya yang penuh dengan buah tangan yang sudah dibelinya.

"Sayang sekali kalau aku tidak jadi memberikan ini pada Aldo," gumam Hira.

"Baiklah. Ayo masuk saja dulu."

Hira lalu memencet bel yang ada di pagar.

Aldo baru saja selesai mencuci mukanya dan tertegun sejenak saat mendengar bel gerbangnya berbunyi, dia beralih kearah jam dinding.

"Yang benar saja, dia benar-benar datang?"

Mama Deina sudah membuka pintu teras lebih dulu dan tersenyum sumringah melihat sesosok gadis cantik yang masih mengenakan seragam sekolah berdiri didepan gerbang dengan wajah kikuk.

"Hira?" tanya mama Deina sok akrab.

"Selamat sore tante," sapa Hira ragu-ragu.

Mama Deina yang masih tersenyum lebar lalu mengangguk. Beliau terlihat senang sekali menerima kedatangan Hira di rumahnya.

"Panggil aja tante, mama Nana," Kata mama Deina membuat Hira terlihat syok. Mereka baru pertama kali bertemu dan mama Aldo memberikan sambutan yang luar biasa padanya.

Melihat Hira kebingungan, mama Deina tertawa. "Tante cuma bercanda,kok. Ayo masuk. Kamu kok baru sampai? Tidak nyasar kan?"

"Iya maaf ya tante, aku datang sedikit terlambat, oh iya, ini buat Aldo," mata mama Deina membesar melihat tentengan yang dibawa oleh Hira untuk putranya.

"Astaga. Makasih ya Hira. Tapi, ini apa tidak terlalu banyak? Kamu pasti kerepotan membawa ini semua."

Hira tertawa. "Tidak repot kok tante. Aku ga tau apa kesukaan Aldo jadi aku beli beberapa macam kue, dan kalau buah, buah bagus untuk orang yang sedang sakit."

Mama Deina tersenyum. Beliau menerima pemberian dari Hira dan tangannya yang satu lagi langsung menggandeng Hira dan membawanya masuk ke dalam rumah.

Aldo sedang duduk membaca buku di ruang tamu dan melirik mama yang kini menggandeng Hira. Aldo sedikit bertanya-tanya, bagaimana bisa mamanya langsung akrab dengan Hira yang notabene baru di kenalnya lewat telepon tadi sore.

Hira juga terlihat tidak canggung sama sekali dan mereka tertawa bersama.

"Hai Aldo. Bagaimana kondisimu?" tanya Hira.

"Lebih baik," sahut Aldo singkat.

"Aldo jangan kasar gitu dong," tegur mama Deina.

"Aku ga kasar kok, ma. Astaga. Aku memang biasanya ngomong begini," kata Aldo.

"Ya, tapi mama ga suka kalau kamu ngomongnya begitu ke Hira," kata mama Deina.

Hira tertawa. "Ya ampun gak papa kok tante. Aldo kan lagi sakit."

Mama Deina mendelik ke arah Aldo yang cuma menghela napas. Memangnya cara dia bicara harus bagaimana di depan Hira?