Chereads / Sekarang dan Selamanya / Chapter 3 - TIGA

Chapter 3 - TIGA

"Hayo, lagi ngapain?" Tanya Hira tiba-tiba datang dan berdiri di sampingnya membuat Aldo yang sedang memandangi foto-foto itu sangat kaget.

Hira ikut memandangi foto-foto tersebut lalu mengambilnya satu. "Wah, ini kan foto yang udah lama banget. Kalo ga salah ini waktu baru kelulusan SD. Ternyata dari dulu aku udah seimut ini."

Meski terdengar sedikit menggelikan tapi Aldo tersenyum. Dia lalu melirik Hira yang masih tersenyum-senyum memandangi foto dirinya sendiri. Hira meletakkan foto tersebut kembali ke tempatnya dan mengambil foto yang lain.

"Oh, ini juga foto yang udah lama banget, waktu liburan SMP kelas dua deh kalo ga salah. Nengokin oma di Jerman."

Kali ini Aldo terbatuk-batuk mendengar ucapan Hira.

"Kamu gapapa, Do? Minum dulu,"Hira mengambil gelas milik Aldo dimeja dan memberikannya pada cowok itu yang langsung menghabiskan airnya tidak bersisa.

"Kamu, liburan sekolahnya jauh banget, ya," kata Aldo.

"Emm, iya. soalnya waktu itu oma lagi sakit, jadi papa sama aku kesana buat nengokin oma sekaligus liburan," kata Hira bersungguh-sungguh tanpa berniat untuk pamer.

Hira benar-benar gadis yang unik dan aneh.

"Kamu cuma pergi berdua aja?" tanya Aldo. Mereka akhirnya menuju sofa untuk mulai belajar.

"Hemm, iya. Om dan tante udah lebih dulu pergi, jadi kami berangkat belakangan setelah papa beresin kerjaan disini."

Aldo menggeleng. "Bukan, maksudku mamamu. Mamamu tidak ikut?"

Hira tertegun lama, membuat Aldo merasa canggung dengan keheningan yang tiba-tiba menyelimuti mereka. Hira kemudian tersenyum.

"Mama udah lama meninggal. Jadi kami hanya tinggal berdua sekarang."

"Ah," Aldo ikut terdiam. "Maaf."

"Hahahha... apaan sih, Do. Ngapain minta maaf," Hira tertawa. "Bukan salah kamu mamaku meninggal jadi kamu ga perlu minta maaf."

Aldo menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Hira masih tertawa dan dia mulai sibuk membuka bukunya, bersiap untuk belajar sambil sesekali menawarkan cemilan dan kudapan pada Aldo.

***

"Hira." Panggil Pak Yono, guru mata pelajaran geografi yang berdiri di depan kelas sambil mengembalikan nilai ulangan geografi minggu lalu.

Hira menghampiri Pak Yono dengan perasaan was-was. Pak Yono memiliki kebiasaan memukul tangan siswa dengan penggaris jika nilai mereka dibawah rata-rata yang ditetapkan oleh beliau.

Pak Yono memandang Hira lalu mengangsurkan selembar kertas bertuliskan nilai 7,5. "Kerja bagus."

Hira melongo. Dia ga salah dengar'kan? Barusan Pak Yono memuji dirinya kan? Guru yang terkenal pelit pujian itu memujinya?

Teman-teman sekelasnya mulai ribut saat mendengar pujian yang di lontarkan Pak Yono pada Hira. Sebagus apa nilai gadis itu sampai Pak Yono bisa memberinya pujian?

"Ma, makasih pak," Jawab Hira tersipu.

Hira kembali ke tempat duduknya dimana Farah yang duduk disebelahnya, lalu Kesha dan Santi yang duduk didepannya menatapnya dengan wajah penasaran.

"Dapet nilai berapa lo sampe-sampe Pak Yono muji-muji lo begitu?" Tanya Santi.

Hira tersenyum tipis. "Taraaa...,"

Dia memamerkan nilai miliknya pada ketiga temannya itu dan berhasil membuat mereka terkejut.

"Yaelah, kirain nilainya berapa. Ternyata biasa aja. Kok bisa-bisanya dipuji sama Pak Yono?" Kata Santi pedas. Dia memang yang paling judes dan yang paling jujur diantara ketiga teman-temannya. Santi tidak pernah berusaha berpura-pura berkata manis dan walaupun kata-katanya kadang menyakiti telinga, Hira tidak merasa sakit hati.

"Pak Yono memuji usaha gue. Kalian kan tau sendiri kalo nilai gue ancur semua. Kayaknya dia bersyukur deh gue bisa dapet nilai segitu."

"Hahaha... Bisa jadi. Abis guru-guru yang laen juga banyak yang putus asa ngeliat nilai lo," Kata Santi lagi.

"Tapi gila banget ga sih, tumben banget nilai lo bagus. kesambet setan pinter darimana lo?"

Hira tertawa. "Gue belajar loh, belajar."

Mereka bertiga mengerutkan keningnya, merasa sangsi dengan ucapan Hira barusan.

"Seorang Hira belajar? Apakah ini tanda-tanda matahari akan terbit di barat?" Ejek Kesha.

Hira meringis.

***

"Do. Aldo!" Hira berlari-lari kecil menuju Aldo yang sudah berada di sebelah sepeda motornya.

"Coba liat ini. Nilai ulangan harian geografiku," Hira memamerkan kertas ulangan hariannya pada Aldo yang tersenyum tipis melihat nilai Hira.

"Aku hebat kan? Puji aku dong."

Aldo tersenyum. "Kerja bagus, Ra."

Hira mendengus bangga.

"Karena nilai ulanganku bagus, hari ini aku akan traktir kamu makan," Kata Hira.

"Gimana kalau kita ke resto favorit aku?" tanya Hira saat motor Aldo sudah keluar dari pelataran sekolah.

"Yah, terserah kamu. Kan kamu yang mau traktir," kata Aldo.

"Oke. Nanti habis lewat gedung itu kamu belok kiri ya."

***

Lagi-lagi Aldo melongo saat mereka tiba di resto yang katanya 'favorit' Hira. Hira tersenyum sumringah.

"Udah lama ga kesini. Kangen sama pastanya deh," kata Hira. Aldo meletakkan helmnya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling parkiran. Rasanya hanya mereka yang datang menaiki motor ke tempat itu. Tiba-tiba Aldo merasa tidak pantas berada di tempat itu.

Hira yang sudah lebih dulu berdiri didepan pintu resto melihat Aldo yang masih termenung di samping motornya.

"Do, Aldo. Kamu ngapain bengong disitu? Ayo sini." Teriakkan Hira membuyarkan lamunannya.

"Ra, ini kita ga salah tempat'kan?"

"Ga kok. Kenapa memangnya?"

"Rasanya aneh datang ke resto semewah ini dengan motor butut dan seragam sekolah."

"Gapapa kok, aku sering kesini pulang sekolah kalo lagi pengen makan pasta dan steaknya. Ayo kita masuk."

Hira menarik tangan Aldo yang masih terlihat kikuk, seorang petugas di depan pintu membukakan pintu untuk mereka dan menyapa mereka dengan ramah.

"Tolong meja untuk 2 orang ya." kata Hira, segera saja petugas itu mengantarkan Hira ke sebuah meja di sudut dekat jendela yang menghadap ke taman belakang restoran yang memiliki taman, restoran ini memiliki konsep setengah ruang terbuka hijau untuk memberi kesan segar dan sejuk.

Seorang waiter mendatangi mereka dan memberikan buku menu yang terlihat mewah dan terbuat dengan kertas tebal. Setelah itu waiter tersebut pergi meninggalkan mereka berdua untuk melihat-lihat dulu buku menunya.

"Kamu mau pesan apa, Do?" tanya Hira, matanya sesekali menatap buku menu lalu beralih menatap Aldo yang masih berkutat menatap menu satu persatu. Cowok itu mencari kira-kira makanan apa yang paling murah di restoran tersebut. Dia menelan ludah, tidak ada satupun makanan yang murah tertera di buku menu

"Kayaknya aku pesan minum aja, deh," kata Aldo lalu menutup buku menunya.

Hira mengerutkan keningnya. "Kenapa?"

"Yah...," Aldo kehilangan kata-kata. "Aku tidak begitu lapar."

Tidak lama terdengar suara dari arah perut Aldo membuat Hira terkikik. Sementara itu wajah Aldo memerah karena malu.

"Pesan aja apa yang kamu mau. Kan udah aku bilang, hari ini aku yang traktir," kata Hira tegas.

"Tapi...," Aldo berusaha untuk mencari alasan namun Hira mengarahkan telunjuknya ke arah bibir Aldo.

"Ssshhh...," Hira tersenyum. Akhirnya Aldo hanya bisa diam dan membiarkan Hira yang kemudian memanggil waiter yang sudah siap untuk mencatat pesanan mereka.

Beberapa waktu kemudian...

"Makasih untuk traktirannya, Ra," kata Aldo. Itu adalah pertama kalinya dia makan steak seenak itu.

"Itu bukan apa-apa kalo di bandingin sama bantuan kamu," kata Hira. Mereka kini berdiri di depan gerbang rumah Hira dan Aldo memutuskan untuk meniadakan belajar bersamanya dengan Hira hari ini karena hari juga sudah terlampau sore dan udara sudah mulai sedikit dingin disertai dengan awan mendung.

"Kayaknya udah mau hujan, kamu ga mau mampir dulu? Nanti biar kamu diantar sama pak Amir."

"Ga. Ga usah. Aku bawa jas ujan, kok."

Hira mengangguk-angguk. "Hati-hati ya."

Aldo tertegun lalu mengangguk. Dia lalu bersiap-siap untuk menstarter kembali motor maticnya kemudian pamit pada Hira dan pak Sarino yang kebetulan saat itu sedang berdiri didepan pos jaga security.

Hira melambaikan tangannya lalu masuk kedalam rumahnya setelah motor Aldo menghilang di ujung jalan.