Setelah kepergian Olivia. Suasana kembali hening, anehnya. Nayya masih tidak menjauh dari Lucas, bukan karena ia nyaman. Hanya saja, hatinya kini menjadi takut. Semua rasa sakit akibat di tinggal membuat Nayya kembali merasakannya.
Salahkah ia takut. Takut jika natinya, Lucas akan kembali pada mantan kekasihnya, lalu ia akan di campakan kembali. Bukan karena ia sudah mulai mencintai Lucas, hanya saja. Ia tidak sanggup jika harus di buang kembali, apalagi melihat wajah bahagia Olivia yang bahagia ketika di pilih. Mengingatkannya pada Vina, yang tertawa bahagia saat memberitahu pertunangannya dengan Leonal.
"Apa yang terjadi pada mu?" tanya Lucas penasaran. Ia juga tidak berusaha mendorong atau memarahi Nayya yang masih betah duduk di pangkuannya.
Nayya yang larut dalam lamunannya sama sekali tidak menghiraukan ucapan Lucas. Matanya bahkan mulai berkaca-kaca, membayangkan kejadian yang dialaminya akan terulang kembali.
"Hei, apakah kau tertidur di pangkuan ku?" Lucas yang tidak mendapatkan jawaban berfikir bahwa wanita itu sedang tertidur.
Menyentuh punggung Nayya, berniat memindahkannya ke sofa. Membuat Nayya sadar dari lamunannya, ia bahkan menatap suaminya dengan wajah sendu yang belum sempat ia tenangkan.
"Kenapa kau menangis? Apakah aku sudah membuat mu takut atau luka mu sakit akibat perlakuan ku yang tidak sengaja." Lucas benar-benar bingung dengan mata Nayya. Telihat sangat mudah meneteskan air ketika semuanya baik-baik saja.
"Tidak ada, Kak." Nayya berusaha bangun dari duduknya. Ia tidak boleh menunjukan ekspresi sedihnya di hadapan Lucas, takut pria itu kesal akibat matanya yang suka berair tiba-tiba.
"Apa kau yakin?"
Nayya menganggukan kepalanya, ia juga memutuskan kembali ke tempatnya melukis. Menyelesaikan lukisan untuk Sean, ingin memberikan hadiah karena sudah baik padanya.
Ruangan kembali hening, keduanya memutuskam melakukan pekerjaan masing-masing. Tidak ada yang saling mengganggu, meskipun Nayya memiliki sejuta pertanyaan untuk suaminya.
Mungkin rasa trauma membuatnya selalu takut. Takut di tinggal, takut dibuang dan takut di jadikan seperti sampah setelah wanita yang lebih baik darinya hadir.
Dia mulai ragu apakah pernikahan mereka akan sampai ke tahap 1 tahun. Apakah nanti mereka masih bisa sarapan bersama? Apakah masih ada Nayya sebagai obat tidur untuk Lucas? Apakah masih ada tawa di rumah itu, setelah Olivia berhasil merebut Lucas dari Nayya.
Pertanyaan itu terus saja mengganggu Nayya, membuatnya beberala kali berdecak kesal karena konsentrasinya hilang.
Lucas yang mendengar suara decakan dan wajah kesal Nayya menjadi tersenyum. Entah mengapa, di matanya. Ekspresi kesal Nayya terlihat lucu serta mengemaskan, tampak seperti keponakannya yang bernama Yasmine.
Pada akhirnya, Lucas menghentikan pekerjaanya. Asik dengan pemandangan lucu yang di buat oleh Nayya, tanpa sepengetahuan wanita itu. Lucas bahkan mengambil foto istrinya lalu menyimpannya di ponsel, dibuat sebagai koleksi jika nanti ia mulai jenuh bekerja.
"Ais, mengapa alisnya bisa menjadi tebal sebelah," ucap Nayya kesal. Ia lalu menebalkan kembali, namun tetap sama. Keduanya menjadi tidak mirip. "Ayo, Nayya. Kau pasti bisa, jangan sampai tuan sekretaris menangis ketika melihat lukisan mu."
Suara kecil Nayya yang masih terdengar, membuat Lucas semakin terhibur. Tidak pernah ia duga jika, wanita yang suka menangis seperti Nayya juga memiliki ekspresi kesal, tapi cukup menghibur untuknya.
Setelah berulang kali mengganti kertas. Akhirnya, lukisan Sean selesai. Nayya yang ingin segera memberikan lukisan tersebut pada Sean langsung menatap Lucas yang sedang berpura-pura bekerja. Takut ketahuan jika dirinya sedang menertawakan sang istri.
"Apakah aku boleh keluar sebentar?" tanya Nayya dengan gugup.
"Untuk apa kau keluar?"
"Aku ingin memberikan lukisan ini pada tuan sekretaris. Sebagai ucapan terima kasih karena dia sudah baik pada ku."
Anehnya, hati Lucas menjadi tidak rela ketika tahu mendengar ucapan Nayya. Ia tidak suka jika ada pria lain yang di lukis oleh istrinya.
"Aku akan memanggilanya masuk, tapi kau harus ingat bahwa ini pertama dan yang terakhir kau melukis wajah pria lain. Di masa depan, hanya wajah ku saja yang boleh kau lukis. Apakah kau paham?"
Benar kata orang-orang. Cinta itu unik, tidak tahu kapan ia akan muncul dan pada siapa dia akan menetap.
Ungkapan itu seperti cocok untuk Lucas, tidak tahu kapan cinta itu mulai tumbuh. Tiba-tiba saja, ia mulai bertindak posesif pada Nayya.
"Baik, Kak." Meskipun Nayya bingung, tapi dia akan tetap melakukan apa yang di minta oleh suaminya tanpa banyak bertanya.
Melihat bahwa istrinya selalu menuruti perkataanya. Lucas bangga akan dirinya, pria mana pun pasti senang bisa memiliki istri sebaik Nayya. Menuruti permintaan suaminya tanpa banyak protes atau bertanya.
Sean yang sedang mengatur emosinya kembali setelah mengusir Olivia, wanita yang ia sebut ular dan rubah terkejut ketika mendapat telpon dari bosnya. Mulai menduga-duga, apakah sang bos akan menghukumnya karena tidak bisa menghalangi kedatangan wanita ular tersebut.
"Apa yang bisa saya bantu, Bos?" tanya Sean gugup.
"Bukan aku, istri ku yang ingin bertemu dengan mu."
Mendengar hal itu. Sean langsung mengalihkan pandangannya ke arah Nayya, dan bertapa takjubnya ia ketika melihat lukisan tentangnya baru saja dibuat oleh sang nyonya.
"I-ini...." Sean tidak bisa berkata apa pun. Tatapan takjub sudah sangat terlihat jelas di matanya, ia tidak menduga jika lukisan Nayya bisa seindah itu.
"Saya membuatkannya untuk anda, semoga anda suka," ucap Nayya sambil memberikan lukisan itu pada Sean.
Sean menjadi tepana ketika mendengar perkataan Nayya. Ia bahkan terharu dengan kebaikan sang nyonya.
"Seharusnha anda tidak perlu repot-repot melakukan ini, Nyongya." Meskipun senang jika lukisan itu akan menjadi miliknya. Tapi Sean tidak akan mengambilnya, takut bosnya akan marah. Bagaimana pun, ia bisa melihat wajah tidak bahagia Lucas dari sudut matanya.
Nayya merasa tidak enak mendengarnya, mulai berfikir bahwa Sean tidak suka dengan lukisanya. Atau memang sejak awal, Sean tidak pernah mau di lukis.
Melihat wajah sedih Nayya. Lucas menjadi tidak suka sedangkan Sean menjadi gugup.
"Ambil apa yang yang telah ia beri pada mu. Anggap itu sebagai hadiah untuk mu dari Nayya, kau juga harus tahu. Bahwa ini lukisan pertama dan yang terakhir dari istri ku, jadi di masa depan. Kau tidak akan pernah mendapatkannya lagi," ucap Lucas penuh penekanan.
Benar bukan, Lucas mulai posesif. Pria seperti Sean saja bisa merasakannya. Jika saja Albert dan keluarga mendengar, maka mereka setuju dengan pemikiran Sean.
"Baik, Bos." Karena sang bos sudah mengatakan bahwa itu lukisan pertama dan yang terakhir. Maka ia harus mengambilnya, sebelum Nayya membuangnya. Dan dirinya tidak lagi bisa melihat wajah tampannya dari sang nyonya. "Terima kasih atas kebaikan anda, Nyonya."
Melihat bahwa Sean menerima hasil lukisannya karena ucapan suaminya. Nayya menarik lukisan itu, membuat Sean terpana.
"Anda tidak perlu mengambilnya, saya tidak apa-apa jika anda tidak menyukainya. Mungkin lukisan saya sangat jelek sehingga anda tidak suka, maaf karena sudah lancang melukis anda tanpa izin."
Sekarang Sean mulai menyesali sikapnya. Seharusnya ia langsung mengambil lukisan tersebut, lagi pula. Jika bosnya tidak suka, maka ia tidak akan di panggil untuk melihat lukisan itu.
"Bukan seperti itu, Nyonya. Lukisan anda sangat indah, dan saya menyukainya. Saya tidak menolak, hanya saja saya menunggu persetujuan dari bos. Bagaimana pun, dia adalah suami anda, dan akan sangat tidak sopan jika saya mengambil tanpa persetujuan bos."
Nayya akhirnya percaya dengan penjelasan Sean. Sedangkan Lucas, pria itu tetap diam, tapi sedikit kesal karena sudah di jadikan alasan tentang penolakan tersebut. Namun, demi melihat wajah bahagia Nahya. Ia berusaha menahan kata-kata kasar yang hampir keluar untuk Sean.