LACTATING NEW VERSION
Tandai jika kalian menemukan
TYPO Ya.
.
.
Happy Reading!!
^ω^
•••••
Menjalani Induksi ASI selama dua minggu berturut-turut ternyata sanggup membuat Valerry menggeram frustasi. Dadanya berdenyut nyeri saat puting susunya harus dipompa selama lima hingga sepuluh menit. Tak lupa dengan Terapi Hormon untuk menunjang ASInya, yang hingga sampai saat ini masih mengeluarkan setetes dan itu pun tidak terjadi dalam jangka yang panjang.
Valerry benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana untuk mengatasinya. Dokter Anna hanya mengatakan jika ia harus tetap rileks dan tidak membuat persediaan ASI yang hanya setetes itu menghilang.
Menggeram kesal, Valerry sungguh tidak tahu bagaimana dia harus membuat persediaan ASInya semakin banyak atau paling tidak stabil seperti wanita menyusui pada umumnya. Ia hanya mengikuti instruksi dokter Anna untuk memijat payudaranya dan sesekali memompanya.
Dan sialnya, hingga sampai saat ini ASI yang keluar dari dadanya hanya setetes dan tidak sampai satu sendok takaran.
Padahal, satu jam dari sekarang, Valerry sudah harus bertemu dengan orang tua dari si bayi tampan itu. Sesuatu yang semakin membuatnya depresi saat mengingat pertemuan pertama mereka.
Kenzo Alarix. Ya, Valerry akhirnya mengetahui siapa nama ayah dari pemilik bayi itu.
"Sepertinya aku pernah mendengar nama Alarix di suatu tempat." gerutu Valerry mencoba mengingat-ingat dimana ia pernah mendengar nama itu. Namun hingga beberapa menit berselang, Valerry tak kunjung menemukannya. Hingga akhirnya Valerry tak begitu ambil pusing, toh sebentar lagi ia akan bertemu langsung dengan Kenzo Alarix.
Tapi jika boleh Valerry berkata jujur, kenapa keluarga itu tidak memberi bayi itu dengan susu formula berkualitas terbaik atau meminta seseorang yang sudah berpengalaman dalam menangani bayi yang menjadi alternatif.
Ahhhh... Kenapa pemikiran orang kaya selalu terlihat nyeleneh di bandingan pemikiran orang standart sepertinya. Batin Valerry menyahut bingung.
****
Lalu disinilah Valerry berada. Di sebuah restoran berbintang lima demi menjumpai seorang lelaki yang katanya adalah Ayah dari bayi yang akan di susuinya itu.
Valerry tampil dengan gaun yang sedikit menampilkan lekuk tubuhnya yang padat, namun tetap tertutup dengan rapat. Karena sungguh, ia tak terlalu suka dengan sesuatu yang sifatnya terbuka dan bisa mengakibatkan dirinya merugi jika melakukannya.
Ia berjalan dan mencari nomor meja yang Azura katakan, saat ia mendapati nomor meja tersebut, ternyata di sana sudah ada seorang lelaki dengan kemeja hitam yang duduk membelakanginya. Langkah kaki Valerry mengayun pelan dengan degup jantung yang kian menggila. Setelah berada di samping lelaki itu, Valerry berdehem pelan.
"Apakah kau ayah dari bayi itu?"
Tidak ada jawaban sama sekali dari mulut lelaki itu. Dan sungguh, Valerry merasa sangat kesal di buatnya. Ia kesini pun hanya karena sebuah kesepakatan yang sudah terlanjur ia buat, dan kalau Valerry boleh memilih, Valerry tidak ingin berada di posisi menyebalkan seperti ini.
Menyusui seorang bayi yang berusia lima bulan di saat dirinya sendiri belum menikah dan hamil. Bukankah itu lelucon yang luar biasa.
Tanpa di minta, Valerry langsung duduk di hadapan lelaki itu. Jemari Valerry mengetuk ngetuk meja dan tak memperdulikan tatapan tajam dari lelaki di depannya. Masa bodoh dengan pendapat lelaki itu, toh jika dirinya sedang merasa kesal, Valerry lebih mengabaikan seluruh pendapat siapapun.
"Siapa namamu?"
Valerry mengernyit, begitu mendengar suara itu di gendang telinganya, sesuatu dalam dirinya seperti terasa mati rasa. Bahkan saat tanpa sengaja Valerry menatap bola mata segelap malam itu pun, Valerry merasakan sesak yang tiba-tiba menghimpit.
Sial!! Hanya karena lelaki yang baru di temuinya itu memiliki aura maskulin dan harum mint menyergap indra penciumannya, Valerry tidak berkutik di buatnya.
"Jadi?"
Valerry kelabakan dengan pemikirannya itu. Dengan cepat ia langsung menjawab pertanyaan, "Valerry, namaku Valerry Anggitha."
Lelaki itu menatap Valerry dengan pandangan meneliti. Sorot matanya tegas, tajam dan saat lelaki itu bicara, entah kenapa Valerry merasa bahwa lelaki itu tidak suka di bantah. Lelaki yang dominan.
"Kau tau apa pekerjaanmu?"
Valerry mengangguk, entah kemana rasa kesalnya itu menguap. Hingga tergantikan dengan gelenyar kepatuhan yang ia lakukan.
Sial!! Apa aku akan bekerja pada lelaki seperti ini. Jeritnya
Kenzo Alarix memang tampan. Namun lelaki itu benar-benar kaku dan irit dengan kosa kata. Saat makanan datang, lelaki itu hanya diam dan tidak ada indikasi untuk mengajak Valerry untuk sekedar berbincang. Dan saat Valerry menanyakan sesuatu pada Kenzo, lelaki itu hanya bergumam hingga membuat Valerry kesal di buatnya.
Dan hal itu berlanjut hingga hidangan penutup selesai.
Kenzo kembali menatap Valerry dengan pandangan penuh menyelidik. Mata jelaganya itu menelusuri tubuh Valerry dari bagian atas hingga bawah. Entah apa yang di pikirkan oleh lelaki tampan itu, tapi nyatanya, di tatap seperti itu sanggup membuat Valerry risih dan jengah di saat bersamaan.
"Ada yang salah denganku?" Valerry tak lagi peduli dengan tanggapan Kenzo yang kini sedang menatapnya. Lelaki itu benar-benar hampir menguras seluruh energinya. "Kenapa kau melihatku seperti itu, Tuan?!"
"Hn," hanya itu tanggapan yang Kenzo berikan atas semua pertanyaan yang Valerry lontarkan.
Ahhhh... Sial. Kenapa Valerry harus bertemu dengan lelaki yang irit bicara dan minim ekspresi seperti dirinya. Kenzo Alarix memang Tampan, gagah dengan rahang yang tegas, tapi sialnya lelaki itu benar-benar tidak bisa membuat Valerry memiliki ketertarikan sedikitpun.
Wanita yang terlahir di musim semi itu sesekali menghela napas panjang, merutuki dirinya sendiri yang hingga detik ini tak bisa berkata-kata. Diam mungkin lebih baik, daripada harus mendapat jawaban singkat yang tak Valerry mengerti maksudnya.
"Ikut aku." itu seperti nada perintah yang secara mutlak tak bisa Valerry bantah. Dengan lunglai, Valerry mengikuti langkah Kenzo. Dan saat sudah berada di luar restoran, mata Valerry langsung melotot ketika wanita bertubuh mungil itu di ajaknya ikut bersamanya.
"Kita akan kemana?" Kembali, Valerry tak mendapat sahutan dari Kenzo. Lelaki itu sungguh luar biasa merusak mood Valerry. "Terserah!"
Tak lama, mobil itu berhenti.
Valerry mendapati ada di sebuah Mansion yang sangat luar bisa. Takjub, terkejut adalah kombinasi yang Valerry rasakan. Dan tiba-tiba saja wanita itu tak lagi merasa kesal. Kekesalannya langsung menguap begitu saja ketika kaki jenjangnya melangkah masuk ke dalam. Kepala mengitari seluruh ruangan dengan mata berbinar. Sungguh pemandangan yang sangat luar biasa, interior di dalam rumah megah itu terlihat begitu mewah.
Valerry menelan salivanya. Apakah ini bisa disebut sebuah rumah?? Bukankah lebih cocok di sebut sebagai kerajaan. Oke!! Valerry mulai menggila. Karena untuk pertama kalinya ia memasuki rumah semegah ini.
"Tuan," Azura tiba-tiba saja sudah berdiri di depan Kenzo. Membungkuk sekilas dan kembali memberi senyum sopan seperti biasanya. Dan saat ia melihat Valerry berdiri di belakang Kenzo, wanita itu melipat dahi, "nona Valerry disini?"
Pertanyaan itu sukses membuat Valerry mengernyit. "Apa ada kesalahan?" Tanyanya.
Namun sebelum Azura kembali menjawab pertanyaan itu, suara tangis seorang bayi langsung menyergap. Dan tanpa perlu mengatakan apapun, Azura langsung berlari kecil melihat keadaan tempat suara tangisan itu berada.
Sedangkan Kenzo, ia langsung melirik Valerry seolah mengatakan jika wanita itu harus mengikuti langkahnya.
Dan disinilah mereka semua berada. Di sebuah kamar tidur yang di isi berbagai mainan dan beberapa hiasan dinding khas anak kecil. Dari sana, Valerry bisa menyimpulkan jika kamar bayi yang akan ia susui itu terlihat luar biasa luas. Berbeda dengan kamarnya yang hanya beberapa meter dari kamar ini.
Ohhhh... Dunia memang tidak pernah adil padanya. Gerutunya.
Namun sebelum khayalannya semakin melambung tinggi, sebuah kalimat seolah menyeretnya dalam dunia nyata yang ia huni.
"Kenapa kau diam saja?" Valerry ter lonjak di tempatnya. Menatap Kenzo dan kemudian pandangan matanya langsung tertuju pada Azura yang sejak tadi menatapnya. Seolah-olah mengatakan. 'cepat ke sini'
Dengan langkah pelan Valerry menghampiri Azura. Wanita paru baya itu menatap Valerry untuk segera melakukan tugasnya. Namun karena memang kadar otak Valerry sedang tidak dalam kondisi normal, wanita itu hanya diam dengan dahi terlipat. Dan mengatakan, "Ya?"
Azura menghela napas berat di buatnya, "bukankah kau kesini untuk melakukan tugasmu?"
Sadar dengan apa yang Azura ucapkan, Valerry dengan sigap mengambil bayi itu dalam gendongan Azura.
Valerry duduk di kursi merah yang berada di sana dengan nyaman. Mata bening itu menatap lekat-lekat wajah bayi yang ada di dalam dekapannya. Mata hitam, rambut hitam, dan wajah yangluar biasa tampan. Valerry tak pernah melihat bayi setampan dan selucu ini, ia memang pernah sesekali menjaga seorang anak, namun tidak dengan penjagaan seperti ini. Yang harus siap sedia menyalurkan ASI miliknya meski Valerry tak pernah hamil sekalipun.
Saat ia ingin membuka kancing bajunya, tiba-tiba saja ia mengingat sesuatu bahwa di dalam ruangan ini tidak hanya ada dirinya dan Azura saja, melainkan ada satu sosok lelaki yang sejak tadi menatapnya dengan mata tajam bak elang siap memangsa.
Kenzo Alarix masih berdiri di sana. Menatap Valerry yang sedang mendekap Keanu dalam pelukannya.
"Bisakah kau keluar sebentar?"
Meski sedikit enggan, Kenzo keluar begitu saja tanpa kalimat apapun yang keluar dari mulutnya. Dan hal itu sukses membuat Valerry mendengus akibat wajah datar dari si pemilik rumah.
"Dasar menyebalkan.
.
TBC
.
.
YANG BACA CERITA INI WAJIB KASIH TANDA BINTANG.
Jika perlu, KOMENTAR JUGA!!
wkwkwkwk...
Why??
Biar Up makin cepat.
Boleh??
.
SALAM SAYANG, MEY
😘😘