Arata selalu berkata bahwa lelaki tampan di depannya itu benar-benar tidak adil padanya. Kadang Ara berpikir, lelaki arogan dan penuh intimidasi itu bagaimana bisa di gandrungi oleh beberapa wanita yang menurut versi Arata sangat luar biasa dalam berpenampilan.
Jika di telisik dan di lihat dengan detail, Arata terlihat biasa saja jika di bandingkan dengan mereka. Pakaian Sexy yang menyembulkan belahan dada. Rok mini yang hampir mengikis pangkal paha. Dan make Up super tebal yang tak lepas dari wajah mereka.
Arata selalu tampil sederhana. Perempuan itu akan berpenampilan rapi jika di perlukan saja. Tidak selalu memakai make up tebal untuk memoles wajahnya, Arata akan hanya menyapukan make up tipis untuk wajahnya. Sederhana, tapi hal sederhana itu bisa membuat seorang Reynaldi jatuh hati padanya.
Dan kali ini entah kenapa perempuan kesayangan dari seorang Reynaldy itu harus mengelus dada beberapa kali dan menarik napas dalam-dalam.
Seperti saat ini misalnya.
Perempuan itu selalu menemukan beberapa lembar surat cinta dari
berbagai wanita yang terletak dilaci meja kerja Rey setiap saat. Arata benar-benar merasa sangat kesal tiap kali ia membaca seluruh lembar surat yang ditunjukkan langsung untuk kekasihnya tersebut.
Ohhh... terakhir kali Arata membacanya, wanita itu langsung mengernyitkan keningnya dalam begitu tahu dari siapa surat itu berasal.
Karina --Wanita dengan rambut mencolok dan selalu memakai kaca mata itu berani sekali mengirim surat yang berisi kalimat vulgar nan menggoda. Rey memang lelaki yang memiliki karismatik yang sangat tinggi, kadang Arata binggung sendiri, kenapa lelaki irit bicara itu bisa menarik perhatian dari para wanita-wanita di luaran sana.
Bahkan tak jarang pula para kolega
perusahaan Atmadja Corp mencoba untuk membuat Rey berdekatan dengan anak gadis mereka meski mereka telah mengetahui jika Arata adalah kekasih dari Reynaldy Atmadja sekarang. Arata juga tidak heran jika lelaki emo itu memiliki banyak penggemar, dari wanita sederhana sampai yang sangat luar biasa penampilannya.
Sedangkan Arata?
Wanita itu sepertinya hanya memiliki beberapa. Errr... sebut saja Kevin. Lelaki pirang yang memiliki gaya rambut seperti buah durian yang selalu berjingkrak riang setiap kali mata langitnya itu menangkap bayangan Arata. Mereka memang tak pernah memiliki hubungan khusus, namun ketika samasa kuliah dulu, lelaki itu selalu berusaha menarik perhatian. Yang tentunya di tanggapi Arata dengan tak acuh.
Dan yahhhhh... harus diakui jika ada sedikit kebanggan yang Arata miliki karena Kevin adalah lelaki tampan yang hampir takbpernah absent di kelilingi para wanita.
Namun sekarang ini, mempunyai seorang kekasih yang begitu dipuja dan digandrungi oleh kaum hawa terkadang membuat Arata kesal sendiri. Semua mata selalu memandang penuh damba pada sosok yang berdiri tegap di sampingnya setiap kali mereka pergi jalan berdua. Apalagi wanita-wanita itu terlihat lebih cantik dan memiliki tubuh langsing menggoda.
Ohhh... ingatkan pula bagaimana mereka memakai baju sexy yang
sedikit menyembulkan belahan dadanya keluar. Astagaaaa! Siapa lelaki yang tak akan tergoda dengan pemandangan terkutuk seperti itu, ehhh?
Seperti halnya Maya Ayunita. Wanita yang berprofesi sebagai seorang modelling sekaligus penyanyi papan atas yang saat ini namanya melejit atas lagunya itu pun ikut memuja sosok tampan dari bungsu Atmadja.
Meskipun begitu, Arata sangat yakin sekali kalau Rey tak pernah sekalipun mengindahkan mereka. Membaca surat yang khusus ditujukan untuk dirinya pun tak pernah. Jangankan dibaca, Rey bahkan tak berniat untuk membukanya. Terkadang Arata berpikir, kenapa kekasihnya itu memiliki daya tarik yang luar biasa.
Dan pertanyaan itu selalu dijawab Rey dengan satu kata, "takdir!"
Ahhh... sepertinya itu adalah resiko yang harus ditanggung oleh Arata. Ia harus menerima resikonya karena telah menjalin hubungan dengan lelaki emo itu, bukan?
Memangnya siapa wanita yang tidak akan kepincut dengan ketampanan dari Reynaldy Atmadja? Apalagi dia adalah seorang lelaki yang begitu pintar dalam mengelola perusahaan meski ia masih berumur dua puluh sembilan tahun?.
"Kenapa mereka selalu menatap kesini." gerutu Arata sedikit menghentakkan kakinya kesal.
Rey yang melihat raut kesal dari kekasihnya itu hanya mengernyit dalam. Lelaki itu tak pernah melihat tingkah pola kekasihnya yang sedikit kekanakan seperti ini. Dulu, bahkan pernah kejadian seperti ini pun Arata pasti akan
menggodanya dan tersenyum tipis. Namun sekarang apa yang terjadi? Perempuan kesayangannya itu sepertinya dilanda cemburu yang teramat sangat.
"Harusnya aku menghabiskan hari libur sendiri saja," dumel Arata yang kemudian dapat tatapan tajam dari sampingnya.
"Apa? Kenapa menatapku. Perkataanku memang benar kok. Seharusnya aku berlibur sendiri dan tidak mengajakmu."
Arata yang pada awalnya begitu antusias dan mengebu mengajak kekasihnya itu kesini sekarang mulai malas. Lihat saja, beberapa pasang mata dari berbagai wanita menatap Rey tanpa henti.
"Kenapa? Cemburu, ehh?" tanya Rey menaikkan sebelah alisnya. Menggoda kekasih mungilnya yang terlihat kesal dengan wajah tertekuk lucu baginya.
Arata mendengus kesal, "Tentu saja. Bukankah cemburu tanda cinta." Pernyataan Arata tersebut sukses membuat Rey menarik kedua sudut bibirnya tertarik keatas secara bersamaan.
"Kau akan menyesal jika sudah membuatku cemburu sayang. Dan laki-laki mana yang akan berani mendekati milik Reynaldy, Heeh?!"
Arata mengerucutkan bibirnya sebal. Memang benar apa yang dikatakan Rey. Lelaki itu memiliki sifat yang sangat mengerikan jika seseorang menganggu miliknya.
Ohhh... dan ingatkan pula bagaimana murkanya Rey begitu tahu jika kekasihnya itu kepergok makan siang bersama Samuel tempo hari. Meski Arata dan Samuel adalah rekan kerja di
sebuah Rumah Sakit, namun tetap saja hal itu sangat menganggu.
Yang intinya adalah, tidak ada yang boleh memiliki ataupun mengajak Arata-nya tanpa seijin dari si pemilik. Dan itu wajib hukumnya untuk Arata jika ingin berpergian, ia harus meminta ijin terlebih dahulu pada Rey. Atau kejadian beberapa minggu yang lalu akan terulang kembali.
"Dan jangan coba-coba kau berdekatan dengan Samuel seperti minggu lalu, atau kau akan mendapat hukumannya, sayang!"
Arata molotot tak percaya dengan
Pendengarannya.
Samuel? Memangnya ada apa dengan Samuel. Apa salahnya makan siang bersama dengan rekan kerja?
Ahhhh... sepertinya Arata lupa. Jika kekasih tampannya itu memiliki sikap posesif dan protektif yang Rey lakukan terhadapnya.
"Permisi?! Boleh minta fotonya?"
Arata langsung menoleh begitu beberapa siswa berkisaran SMU sudah mengerubungi Rey untuk minta foto bersama.
Lagi-lagi seperti ini. Meski usianya sudah diatas dua puluh tahun, tapi
tetap saja rasa cemburunya tak bisa ditahan begitu saja. Sekali lagi Arata akan mendengus tak tertahan. Perempuan itu sudah dibuat kesal samapi ke ubun-ubun. Pasalnya, Rey bukanlah seorang aktor atau seorang model yang pantas untuk dimintai foto. Kekasihnya itu hanya seorang presedir disebuah perusahaan yang memang sangat berpengaruh. Ohh... ingatkan Arata untuk selalu bersabar jika ia sedang berkencan dengan kekasihnya itu.
"Kenapa lelaki itu bisa memiliki wajah setampan itu. Menyebalkan!" dengus Arata pelan. Dan kembali menggembungkan pipi chubby-nya.
Hingga sebuah tepukan tangan diarea bahunya mampu membuat Arata terlonjak kaget.
"Ups... apa aku mengagetkanmu, Arata?" sapa seseorang yang kini sudah berdiri disampingnya.
"K-kau?"
Arata terkejut menatap siapa gerangan yang menepuk bahunya pelan. Seseorang yang kini sudah berdiri disampingnya sambil menyeringai dan kembali mengusap surai rambutnya halus.
"Apa kabar?" dan setelah itu satu pelukan hangat diberikan untuk Arata.
"Baik. Kabarku sangat baik, Gibran."
Gibran menarik setiap sudut bibirnya tersenyum, lelaki yang memiliki tubuh tegap itu menatap Arata intens.
"Bagaimana, kau berhasil dengan jurusan kedokteran mu itu, eh?" tanyanya yang langsung mendapat anggukan semangat dari
Arata.
Gibran menatap Arata lagi, lelaki itu
memperhatikan setiap detail perubahan dari perempuan yang ada di hadapannya. Sudah hampir dua tahun lamanya ia tak bertatap muka dengan Arata dan tak jarang sekali ia bisa melepas kata untuk menghubunginya.
Dan begitu ia menemui perempuan ini, rasanya sungguh sebuah kejutan yang sangat luar biasa.
"Jadi, Gibran... bagaimana denganmu? Kenapa kau jarang sekali mengabariku. Lalu apa yang kau lakukan disini." cerca Arata tak terima saat ia tak pernah mendapat kabar dari sahabatnya, Gibran.
"Aku baru sampai di Bandung. Dan sekarang aku harus mengurus beberapa hal disini. Dan entah ini kebetulan atau apa, tiba-tiba saja aku melihatmu disini. Berdiri sendirian disini. Kau datang kesini sendirian?" tanya Gibran yang langsung mendapat gelengan kecil dari Arata.
"Jadi, kau datang kesini dengan siapa?"
Arata menghela nafas dan menunjuk seorang lelaki yang kini sedang sibuk bercengkrma ria dengan beberapa ibu-ibu untuk menanyakan sesuatu yang menurut analisa Arata sangat tidak masuk akal.
Gibran yang melihat arah pandang Arata langsung menyeringai. Ia bisa menyimpulkan jika perempuan yang ada dihadapannya ini pasti sedang dilanda cemburu.
"Sepertinya kekasihmu itu sangat terkenal dikalangan wanita," tutur Gibran yang langsung mendapat perhatian dari Arata. Perempuan itu mengangkat alisnya saat mendengar perkataan Gibran. Setelahnya menghela napas panjang.
"Apa kau mengenal lelaki menyebalkan itu?" tanya Arata.
Sedangkan Gibran hanya mengangkat bahunya acuh menanggapinya. Toh sebentar lagi Arata akan mendapat jawabannya begitu sosok tegap yang memiliki aurah dingin dan tatapan penuh intimidasi itu berjalan kearah mereka dengan raut wajah yang sulit diartikan.
"Ada apa ini?" intrupsi Rey yang tiba-tiba sudah berdiri dibelakang Arata. Menarik tubuh mungil itu dalam dekapannya.
Rey menatap Gibran sekilas dan kemudian ia mengalihkannya pada sosok perempuan di sampingnya. "Kau mengenalnya?" tanya Rey to the poin.
Arata mengangguk dan berkata, "dia Gibran... dan Gibran adalah--"
Dan belum sempat Arata melanjutkan perkataannya, Gibran sudah lebih dulu menyapa Rey yang sepertinya sedikit enggan melihatnya.
"Apa kabar?" sapa Gibran ringan. Senyum ramahnya menghiasi wajah tampannya seketika.
"Hn," Dan jawaban ambigu itu pun keluar begitu saja dari bibir seorang Atmadja.
Arata yang melihat kekasihnya seperti enggan berinteraksi dengan Gibran pun langsung menjadi kurang suka. Karena tak biasanya kekasihnya itu tak menjawab salam dari seseorang yang
mungkin dikenalnya.
"Kau harus menjawab pertanyaan Gibran dengan benar. Dia pasti tidak mengerti kata ambigumu itu." dumel Arata memperingatkan. Namun sepertinya itu sia-sia. Lihat saja, Rey. Ia bahkan tak mengindahkan perkataan Arata sama sekali.
"Kenapa aku harus merasa khawatir dia mengerti atau tidak. Kau bisa menyampaikannya jika dia tidak mengerti. Bukankah kau yang paling mengenal siapa aku, eh."
Lagi-lagi Arata mengelengkan kepalanya dan tersenyum kecut. Meski apa yang dikatakan oleh Rey memang benar.
"Sepertinya aku harus pergi sekarang." sela Gibran mengintrupsi.
Arata menatap Gibran sambil menarik nafas dalam dan kemudian berujar, "baiklah. Kita akan bicara lagi nanti." Gibran mengangguk pelan menyetujui.
Setelah itu lelaki bernama lengkap Gibran Wijaya itu langsung berlenggok pergi. Melambaikan tangan kanannya dan berlalu meninggalkan Arata dan Rey disana.
"Jadi, bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?" tuntut Rey meminta kejelasan.
"Hmmm... tidak ada. Kami hanya mengobrol, tidak lebih."
"Lalu apa yang kalian bicarakan?"
"Bukan sesuatu yang penting. Hanya sekedar salam pertemuan antara sahabat lama yang lama tak berjumpa. Kenapa?."
"Tidak ada."
Ok!! Sepertinya bungsu Atmadja ini sudah dalam batas kontrol. Dan entah kenapa Arata ingim sekali menguji kesabaran yang Rey miliki sekarang ini.
"Ohh... baiklah kalau begitu. Aku rasa setelah ini aku harus menemui Gibran dan mengajaknya untuk..."
"Jangan coba-coba bermain di belakangku Sayang. Sudah kukatakan berulang-ulang kali jangan pernah kau menemui seorang lelaki tanpa sepengetahuanku atau seijin dariku. Kau mengerti!?" ujar Rey yang lebih mendominasi dari kata perintah.
Lelaki itu memang benar-benar tak suka jika kekasihnya bertemu dengan seorang lelaki lain tanpa seijinnya. Ia tidak akan pernah rela jika perempuannya itu ditatap penuh damba apalagi saat para lelaki itu melihat lekuk tubuh Arata yang begitu sempurna.
"Kau akan menerima akibatnya jika kau melanggar perkataanku."
Arata tau pasti apa yang sedang Rey katakan padanya. Sehingga ia bergedik ngeri hanya untuk membayangkannya saja. Seperti kejadian tempo hari tentang album foto miliknya.
"Dan, sekarang jawab pertanyaanku dengan jujur. Apa kau mengenal lelaki itu?" Rey menekankan setiap kata yang terlontar. Ia hampir saja lepas kendali jika seandainya ia tak berada di tempat terbuka seperti ini.
Arata berdehem dan menghela nafas, "Dia Gibran. Lelaki itu adalah teman seperjuanganku saat kuliah dulu. Meski kami beda fakultas." jelasnya sambil bergelanjut manja dilengan Rey. "Dan... tak seharusnya kau secemburu itu hanya karena Gibran." sambung Arata cekikikan.
"Sudah kukatakan, aku tidak cemburu! Kenapa aku harus merasa cemburu. Mereka mana pernah mencicipi bibirmu itu selain aku."
Kalimat itu sontak membuat wajah Arata seketika memerah seperti cherry. Meski Rey menyangkal jika ia tidak sedang cemburu, tapi semua orang juga tahu seberapa besar rasa sayang dan cintanya yang Rey miliki untuk perempuannya itu.
"Astaga!! Bicaramu, Tuan."
"Aku selalu mengatakan yang sebenarnya, sayang. Bibirmu memang paling nikmat untuk di hisap."
Arata melotot dan memukul lengan Rey pelan. Kemudiam menelusupkan wajahnya yang kian memerah pada dada bidang Rey.
"Menyebalkan." gumamnya.
Sedangkan Rey semakin mengeratkan tangan kokohnya pada pingang ramping milik Arata. Menghirup harum tubuh kekasihnya adalah jalan satu-satunya yang biasa Rey lakukan untuk menghilangkan emosinya. Rey memang terkadang memiliki sisi dimana ia tak bisa mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Karena seorang Atmadja selalu menunjukkannya dengan sebuah tindakan nyata. Karena itulah Arata begitu mencintai lelaki yang saat ini ada dipelukannya..
.
.
..
See You.
😙😘😚.
..
..
..
26.04.2017