Chereads / Heart's Owner / Chapter 8 - Just You

Chapter 8 - Just You

Kecupan dan lumatan yang Rey berikan pada Arata seperti percikan api kerinduan. Sudah berapa lama ia tidak memeluk dan mencium kekasihnya seperti ini??

Gila!!

Semua orang yakin jika Reynaldi sudah sangat gila sekarang. Belum cukup mengecupi leher Arata, menggigitnya, dan meninggalkan bercak merah di sana, sekarang lelaki itu berpindah tempat ke bibir mungil Arata. Melahapnya dengan rakus seperti tidak ada hari esok untuk ia nikmati lagi.

Rey menikmati setiap inci bibir itu dalam kulumannya. Mencecap setiap rasa manis yang keluar dari bibir kegemarannya itu dengan lumayan panjang dan penuh gairah.

Arata tak memprotes apapun yang  Rey lakukan pada bibir mungilnya. Sesekali Arata ikut serta melakukan aksi mengesankan dengan ikut mencecap bibir Rey. Dan terakhir yang lelaki itu lakukan adalah meraup semua bibir itu dalam kuluman panjang dan penuh rasa kerinduan.

"Ughhh!!"

Hingga lenguhan samar dari Arata membuat Rey menghentikan aktifitasnya.

"Astaga." Rey menempelkan keningnya ke kening Arata. Menatap manik jernih itu dengan senyuman khas miliknya "aku pasti sudah gila." tuturnya pelan ketika ia melihat hasil dari ulah bibirnya pada lekukan leher jenjang milik Arata.

Sedangkan Arata sudah tak terlalu peduli dengan kosa kata yang Rey keluarkan. Perempuan itu lebih memfokuskan diri untuk meraup oksigen demi mengisi seluruh paru-parunya yang hampir saja terkuras habis.

"Dasar sinting." cela Arata. Memukul dada bidang Rey ketika melihat seringaian itu muncul di balik wajah tampan kekasihnya.

"Apa aku peduli." jawaban itu sukses membuat Arata menggelengkan kepalanya pelan. "Aku masih belum puas,"

Dan akhirnya pergulatan antara bibir Rey dan Arata kembali terjadi. Menyisahkan lenguhan tertahan yang lolos dari bibir Arata karena ulah tak senonoh yang sengaja Rey berikan untuknya. Rey mempersempit tubuh mereka dengan saling menempel. Tidak terlihat ada jarak untuk lolos dari tubuh bidang miliknya. Seperti inilah jika Rey sudah berkehendak. Tidak memperdulikan aksi protes semacam apapun yang sengaja Arata berikan untuk melonggarkan sedikit aktifitas yang sedang mereka lakukan sekarang.

"EHHHHMMM..."

Hingga suara deheman itu membuat kening Rey terlipat. Membuat lelaki itu merasa dongkol luar biasa karena berani mengusik aksi kesenangannya pada bibir yang sedang ia lumat.

Seperti orang tuli lainnya, Rey bersikap masa bodoh dengan deheman yang ia tau siapa pemilik suara tersebut. Ia bahkan dengan sengaja memperlihatkan jika ia sedang menikmati bibir mungil itu dalam lumutan bibirnya. Menghiraukan bisikan yang ia dengar seperti nada menyindir.

Sedangkan Arata sudah kembali memberontak dengan segala cara untuk lepas dari pelukan, yang sialnya sangat kuat untuk dia lawan.

"Astaga, Reynaldi Atmadja!!"

Teriakan dari seorang wanita itu akhirnya membuat Arata, harus menginjak kaki Rey dengan cukup keras. Hingga Rey harus melepaskan tubuh mungil itu dari dekapannya dan lumatan yang ia berikan.

Arata menempelkan kepalanya pada dada bidang Rey dengan napas tersengal. Dan kembali menarik napas panjang demi mensterilkan diri.

"Mama menganggu," dengkus Rey. Namun kembali mengecup bibir Arata singkat sebelum benar-benar ia lepaskan. Namun lengan kokohnya masih bertengger sempurna di pinggang ramping kekasihnya.

Arata membalikkan diri dan menatap Riana dengan senyum tipis. Membiarkan lengan kokoh itu bertumpu di depan perutnya. Memeluknya erat dengan dagu bersandar sempurna di bahunya.

"Mama..." cicit Arata canggung. Dengan wajah merah padam perempuan kesayangan Reynaldi itu menyambut kepulangan Riana yang kata Rey pergi ke butik milik kakak iparnya.

Dan bisa di pastikan jika kegiatan yang baru saja mereka lakukan terlihat sempurna meski Arata membelakanginya. Apa yang terlintas dipikiran Arata sekarang adalah bagaimana ia bisa kabur dari tempat ini sekarang juga. Namun baru sepersekian detik pikiran itu terlintas di kepala cantiknya, Rey sudah merengkuh tubuhnya dan berbisik lirih di telinganya, "tidak semudah itu kau pergi, sayang"

Bisikan dengan deru napas yang menerpa telinganya itu membuat Arata merinding seketika. Di tambah lengan Rey yang masih setia bergelanjut manja di sekitar pinggangnya. Mempererat pelukannya.

"Halo, Mama." Arata menyapa Riana. Yang di tanggapi dengan anggukan kecil dan ikut tersenyum menyambut kedatangan perempuan itu di rumahnya. "Mama sehat?"

Riana ikut tersenyum menatap Arata yang terlihat agak canggung ketika ia memergoki dirinya sedang di mangsa oleh anak bungsunyanya sendiri.

"Mama baik. Kuharap kau pun sama seperti mama."

########

Rey tak melepaskan sedikitpun pandangannya pada perempuan mungil yang sedang duduk diam di sampingnya. Dengan satu toples di pangkuannya, Rey kembali menggelengkan kepalanya takjub.

Dari semua makanan di dunia, entah kenapa kekasih cantiknya itu sangat menyukai kerupuk.

"Sayang,"

"Hmm..."

"Sayang!!"

Rey kembali memanggil Arata dengan intonasi seperti nada merengek. Lelaki dengan paras tampan tersebut menatap Arata tanpa berkedip.

"Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Arata. Ketika ia mendapati kekasihnya menatapnya intens dengan satu senyuman menghiasi wajah tampannya.

Rey tak terlalu menggubris ucapan Arata padanya. Lelaki itu lebih dominan meneliti setiap lekukan wajah kekasihnya. Hampir setiap hari ia merindukan Arata, bahkan di waktu biasa pun Rey selalu ingin berdekatan dengan Arata.

Bisa di bayangkan bagaimana rasanya menahan hasrat rindunya yang sampai dua hari jarang bertatap muka karena ulahnya sendiri. Ditambah Arata semakin mengacuhkannya dengan tidak mengangkat telepon dan balik mengirim pesan. Alhasil, semua kekesalannya harus ia limpahkan pada sederetan kertas-kertas di meja kerjanya.

"Tadinya kupikir kau ini hanya ilusi."

Arata mengernyitkan keningnya begitu mendengar penuturan Rey, "maksudnya bagaimana?"

Rey menggeleng lalu mendekat ke arah Arata. Memeluk tubuh itu dalam dekapannya dan mencium puncak kepala Arata sayang. "Aku mencintaimu. Kau tau itu kan."

Arata tersenyum tipis dan mengangguk, "ya, aku tau."

Rey suka dengan situasi normal seperti ini. Dimana ia bisa berdekatan dengan Arata, bisa menghirup aroma yang mangaur dari tubuh kekasihnya. mengesampingkan bahwa beberapa saat yang lalu Arata masih enggan berbicara seperti biasanya.

Di dalam otak pintarnya, Rey menyakinkan dirinya bahwa tidak akan ada lagi wanita dengan sikap agresif menyentuh dirinya. Mengansumsikan bahwa wanita yang menatapnya dengan pandangan penuh minat padanya harus segera di enyah kan saat itu juga. Tidak ingin lagi memiliki kejadian seperti ini jika hanya karena sebuah ciuman yang bahkan tidak dikehendakinya, membuat ia dan kekasihnya memiliki situasi tak mengenakan seperti dua hari yang lalu. Bahkan mendapati Arata marah dan mengabaikannya begitu saja sudah membuat Rey melampiaskan dirinya pada seluruh bawahannya yang sedikit saja melakoni kesalahan.

Dan  jika suatu saat ada wanita yang dengan lancangnya melakukan hal-hal di luar batas kesabarannya, maka terkutuk lah mereka jika sampai berhadapan langsung dengan Rey.

Ingatkan pula jika kelemahan Rey adalah abaian dari kekasihnya sendiri--- Arata.

"Aku sangat merindukanmu. Apa yang kau lakukan saat tidak bertemu denganku dua hari yang lalu?"

"Tidak ada. Dua hari tanpamu ku gunakan untuk mengutuk mulutmu. Dan sialnya hari ini kau menghabisi bibirku di depan mamamu." Arata mendengus bercampur malu ketika mengingat peristiwa yang cukup menguras energi dan napasnya. Ditambah bahwa adegan itu di saksikan langsung oleh pemilik rumah dalam keadaan yang sangat memalukan.

Rey yang mendengar rajukan dari kekasihnya hanya mampu terkekeh, "setiap hari aku bahkan bisa menikmati bibirmu dan juga memelukmu sesuka hati. Dan dua hari yang lalu adalah hari terakhir aku merasakannya."

Arata menggelengkan kepalanya, "jadi kau hanya merindukan ciuman dan pelukanku. Tidak merindukanku sama sekali?" tanya menuntut.

"Tentu saja aku merindukanmu, sayang."

"Kau yakin?"

"Tentu!! Berjanjilah untuk tidak mengabaikan ku lagi seperti itu. Akan sangat menyebalkan jika kau bertingkah seperti itu." gerutunya.

"Asal kau tidak melakukan sesuatu yang membuatku naik darah seperti kemarin."

Rey mengangguk dan kembali memeluk Arata. Mengeratkan lengannya dan kembali mengecup kening Arata.

****

Semua karyawan di perusahaan Rey terlihat bingung dengan apa yang mereka lihat pagi ini. Dari pagi hingga jam kerja mereka yang hampir usai, mereka selalu mendapati atasannya yang terlihat berbeda dari hari sebelumnya. Wajahnya terlihat berseri dan terkadang memunculkan satu senyum singkat. Berbeda dengan Rey yang selalu berperangai serius dan beberapa lipatan di keningnya. Yang membuat beberapa karyawannya menunduk segan berhadapan langsung dengan pemuda tersebut.

"Halo, sayang," suara maskulin itu menggelitik pendengaran hampir semua karyawannya. Tidak semua orang tau jika lelaki tampan dan menawan itu bisa mengeluarkan kalimat bernada lembut seperti itu. "Kau ada dimana?"

Langkah kaki lebar Rey membuat seluruh mata memandanginya. Lelaki berpostur tubuh tinggi tegap tersebut berjalan dengan telepon menempel di telinga sebelah kirinya. Sesekali Rey melihat jam tangannya dan dibarengi dengan satu dengusan tertahan.

"Apa kau bercanda?" cibirnya. Mendapati jika kekasihnya memberi kalimat yang sedikit membuatnya kesal. "Bersama siapa?"

Rey melangkahkan kakinya cepat, kemudian memasuki mobilnya. "Tetap disana. Aku akan menjemputmu." putusnya tanpa perlu mendengar jawaban dari kekasihnya tersebut.

.

.

Arata menghela napas panjang ketika kalimat yang akan ia lontarkan terputus begitu saja. Perempuan itu langsung menggelengkan kepalanya pelan dan menatap lawan bicaranya dengan alis mengkerut menjadi satu barisan panjang.

"Kenapa?" tanya Arata begitu melihat seringaian tipis keluar dari wajah lelaki di depannya, "Jimmy."

Jimmy menggeleng sebelum menjawab, "Masih dengan lelaki pencemburu itu?" tanyanya kemudian.

Arata menaikkan sebelah alisnya dan melipat tangannya di depan dada, "maksudmu, Rey?"

Lelaki jangkung itu mengangguk, "tentu saja. Yang dulu menge-klaimmu sebagai miliknya."

Arata mengingat kembali peristiwa dimana untuk pertama kalinya Rey terlihat sangat marah dengannya. Lelaki dengan sikap aroganismenya, yang selalu merasa jika Arata adalah miliknya sendiri. Mengingat itu terkadang Arata tersenyum sendiri. Mengingat bagaimana seorang Rey begitu mendominasi dirinya dan tidak ada seorangpun yang berhak mengambil Arata dari sisinya. Yang intinya adalah Rey ingin menjadi prioritas pertama. Tidak ada yang boleh mengusik ketentuan tersebut.

Arata terkekeh kecil dan mengangguk, "tentu saja. Kau pikir dengan siapa lagi,"

"Kupikir lelaki itu sudah bosan padamu,"

Arata mendengus kasar saat mendengar kalimat yang keluar dari bibir Jimmy.

"Tch!! Kau pikir mana ada perempuan di muka bumi ini yang akan sanggup menghadapi mu selain aku." gerutu Arata mencemooh. Membuat Jimmy mendesah napas panjang sebelum matanya menangkap seseorang yang ia kenal menghampiri meja mereka.

"Lelakimu ada disini,"

Arata menoleh ketika Jimmy mengatakan jika kekasihnya sudah berjalan mendekati meja mereka. Wajah Rey terlihat tidak baik-baik saja meski lelaki itu tau bagaimana hubungan yang Arata dan Jimmy lakoni sekarang.

Sesampainya Rey berada di meja Arata, lelaki itu langsung menatap Jimmy dengan pandangan penuh permusuhan, "apa yang kau lakukan disini." Kalimat itu ia tunjukkan pada Jimmy. Membuat lelaki yang duduk tepat di hadapan Arata kembali tersenyum tipis menggoda.

"Kenapa memangnya?" tanyanya.

Rey menarik napas panjang lalu menghembuskannya. Menatap Arata dan Jimmy secara bergantian dengan alis terangkat.

"Pergi dari sini."

Arata yang mendengar kalimat itu pun langsung mendongak menatap Rey dengan alis berkerut.

"Ada apa?" tanya Arata. Ketika melihat Rey sudah duduk di sebelahnya sambil merangkul bahunya.

Jimmy yang melihat tingkah posesif yang di lakukan oleh Rey itu pun  langsung menggeleng. Merasa bahwa lelaki yang sedang duduk di depannya itu luar biasa kekanakan. Ia bahkan tau betul seperti apa hubungan dirinya dengan kekasihnya. Dan jika di ingat lagi, bukankah dirinya bukan lelaki yang patut di curigai disini??

"Apa kau yakin bisa bertahan lama dengan lelaki posesif seperti dia?"

Jimmy memandang Rey dengan tangan menopang dagu sebelum kembali melontarkan kalimat selanjutnya. "Aku bisa mencarikan mu lelaki yang lebih tampan dari dia,"

Kali ini Arata menggeleng tak mengerti dengan arah bicara yang Jimmy ucapkan. Sambil melirik Rey sekilas, Arata langsung tersenyum tipis sebelum mengeluarkan kalimat penyanggah untuk Jimmy.

"Bukankah aku yang harus mengatakan itu." cibir Arata. Membuat Jimmy mengerutkan kening tak mengerti, "kau bahkan belum memiliki kekasih. Bagaimana mungkin kau bisa mencarikan ku lelaki lain."

Mendengar kalimat yang terlontar dari bibir kekasihnya itu pun langsung membuat Rey manarik ke dua  sudut bibirnya keatas. Menampilkan satu garis tertarik meski terlihat samar.

"Tch!!" dan decihan tertahan dari Jimmy itu pun sebagai ganti dari kekesalannya pada Arata.

"Ada baiknya jika kau tidak terlalu bergaul dengan lelaki seperti ini, sayang."

Jimmy terkekeh mendengar kalimat jenaka yang lolos begitu saja dari Rey. Meski terdengar menyebalkan, tapi Jimmy tau arti tersirat yang sengaja Rey tekankan di sana.

"Memangnya aku lelaki seperti apa menurutmu."

Rey mengernyitkan alis dan menatap Jimmy dengan kernyitan dalam.

"Kupikir kau lebih tau daripada aku."

Jimmy tertawa. Membuat Arata yang sejak tadi mendengar percakapan dua lelaki di sampingnya itu berkerut keheranan.

"Sebenarnya, apa yang sejak tadi kalian bicarakan?" tanya Arata penasaran.

Rey menoleh kearah Arata dan mengusap surai rambut lembut itu sebelum menjawab, "bukan hal yang patut dikonsumsi oleh perempuan sepertimu, sayang."

Arata memberenggut sebal mendengarnya. Yang bahkan di sambut dengan gelak tawa yang cukup menggelegar dari bibir Jimmy.

"Tentu!! Perempuan sepertimu tidak akan mengerti pembahasan para lelaki." tandas Jimmy menimpali. "Lebih baik kau urus dirimu sendiri dengan lelaki pencemburu mu ini." kata Jimmy sambil beranjak. Mengabaikan tatapan menyebalkan yang Arata berikan padanya.

"Baiklah. Karena kau sudah di temani lelaki menyebalkan ini, sebaiknya aku pergi," ucap Jimmy. Namun sebelum lelaki itu benar-benar menghilang, lelaki itu terlebih dulu mengecup pipi Arata dan kemudian berlenggok pergi. Mengabaikan aksi protes yang dilayangkan oleh Rey.

"Bajingan!!"

Arata terkikik geli begitu mendengar umpatan yang keluar begitu saja dari Rey. Untuk pertama kalinya Arata melihat dan menyaksikan sendiri bagaimana seorang Rey mengumpat meski terdengar pelan.

"Sebaiknya kau jangan pernah sekali pun pergi keluar dengannya tanpa sepengetahuanku." gerutu Rey. "Sial sekali!!. Dia pikir siapa pemilik mu sebenarnya."

Arata mengeleng-gelengkan kepalanya. Sedetik kemudian perempuan itu mengecup pipi Rey dan mengusap rahang kokoh itu dengan senyum manis menghiasi wajahnya.

"Berhenti mengumpat. Dia hanya mencium pipiku sekilas. Tidak melumat bibir dan meninggalkan beberapa bercak merah di leherku seperti pagi tadi."

Dan sindiran itu sukses membuat Rey diam tak berkutik. Membenarkan kalimat kekasihnya meski dalam hatinya masih di selimuti kekesalan tentang aksi ciuman yang sengaja Jimmy lakukan di depannya.

~***••***~

TBC!!