Selama ini Rey dan Arata selalu membatasi hubungan di antara mereka. Berpelukan, berciuman, Dinner dan beberapa hal lainnya yang menurut sebagian dari kewajiban sepasang kekasih sudah mereka lalui hampir setiap hari. Bahkan tanpa di minta atau di utarakan pun akan selalu terjadi. Seperti kebiasaan yang semestinya.
Namun kali ini berbeda. Ketika seorang Reynaldi Atmadja ingin Arata tidur dalam satu ranjang dengannya. Ingin menghabiskan waktu malamnya dengan tidur berpelukan dengan kekasih hatinya.
Dalam artian tidur yang sesungguhnya. Tentu saja!
Dengan mata sayu dan wajah memelas milik Rey, Arata tak tahan untuk tidak tersenyum. Menyembunyikan rasa terkejutannya dengan memukul bahu kekar Rey pelan.
Entah bagaimana cara menjabarkan keinginan Rey yang selalu di luar nalar keluarganya. Tidak ada satu orang pun yang bisa menebak pemikiran dan kelakuan seperti apa yang ada di otak pintar dari lelaki tersebut.
Mengabaikan Riana yang menatap dua sejoli di depannya dengan alis mengernyit. Sejak tadi wanita itu memandang penuh selidik dari gelagat aneh yang Arata perlihatkan ketika perempuan itu mendapat satu bisikan dari anak sulungnya.
"Ada apa?" itu adalah kalimat pertama yang Riana utarakan. Setengah mati wanita paruh baya itu menatap dua sejoli didepannya bergantian.
Arata menatap calon mertuanya itu dengan satu gelengan pelan dan senyuman tipis. Sedangkan Rey memeluk pinggang Arata dan menenggelamkan wajahnya pada lekukan leher putih jenjang milik kekasihnya. Menghirup dalam-dalam aroma yang seperti candu baginya.
"Lalu apa?" Riana kembali bersuara. Wanita itu tidak percaya begitu saja dengan sanggahan yang Arata berikan untuknya.
Arata melirik ke arah Rey yang semakin menenggelamkan dirinya pada pelukan di tubuhnya. Lelaki berpostur tubuh tinggi tegap itu hampir memejamkan matanya jika saja Arata tak menjawab pertanyaan dari Mama kekasihnya tersebut.
"Rey ingin di temani tidur," sontak saja Riana terkejut bukan main dengan jawaban yang Arata berikan. Seumur hidupnya, Riana tak pernah sekalipun mendengar kalimat super mengejutkan seperti ini.
"Apa Mama tidak salah dengar?"
Rey yang hampir kembali memejamkan matanya kini kembali duduk tegak. Menatap Mamanya yang sudah tersenyum lebar menatapnya.
"Tch!!" Rey mendecih kemudian memalingkan wajahnya. Menghindari kerlingan penuh kejahilan yang sengaja Mamanya berikan.
"Rey, kau ingin apa?" tanya Riana sekali lagi. Memastikan bahwa apa yang Arata katakan bukan karena ia salah mendengar.
Rey tak menjawab. Lelaki itu sama sekali tak memperdulikan dua wanita kesayangannya itu dengan senyum menghiasi wajah ke duanya. Ini memang bukan sifat dari seorang Reynaldi. Dan apa yang harus ia perbuat jika hatinya sungguh-sungguh ingin dalam pelukan kekasihnya sendiri.
"Lupakan saja!" dengus Rey dan segera beranjak pergi.
Arata menggelengkan kepalanya melihat aksi kesal yang sengaja Rey perlihatkan. Ingatkan pula jika Rey bukan tipikal lelaki yang suka bersikap manja dan kekanakan seperti saat ini. Lelaki itu selalu bersikap dominan. Hampir semua keluarga Atmajda tahu karakter dari si bungsu.
"Sebaiknya kau menyusul bayi besarmu itu, sayang."
Arata bergumam pelan dan kemudian mengangguk. Membenarkan perkataan Riana.
Perempuan cantik kesayangan Rey itu melangkahkan kakinya perlahan ke tempat Rey sekarang. Tanpa mengetuk pintu itu terlebih dahulu, Arata kini sudah berdiri tegak dengan alis mengernyit menatap pemandangan yang luar biasa di dalamnya.
Diam mematung tak bergerak. Arata tidak melakukan apapun untuk mengintrupsi kegiatan kekasihnya. Hanya satu deheman keras yang langsung membuat Rey mengalihkan pandangannya.
"Pakai bajumu." perintah mutlak yang sengaja Arata berikan. Perempuan itu memalingkan wajahnya, menghindari tatapan yang Rey berikan untuknya. Arata tau, bahwa Rey akan selalu menjahilinya jika wajahnya sudah memerah malu seperti sekarang ini.
"Kau sudah beberapa kali melihatku tidak memakai baju." tandas Rey. Seringai diwajahnya semakin membuat Arata enggan menatap Rey. Perempuan itu menarik napas dalam-dalam sampai aroma yang paling dia kenali sudah berdiri tegak di hadapannya.
"Sayang," satu rengekan manja lolos begitu saja dari bibir Rey. Lelaki itu melilitkan tangan kokohnya pada lekukan pinggang Arata. Menariknya dan menempatkan tubuh mungil itu dalam dekapannya.
Arata tak merespon apapun yang Rey lakukan. Ia masih mencoba menstabilkan detak jantungnya yang sudah meronta ingin meletus sekarang juga. Demi neptunus, Arata bersungguh-sungguh mengani jantungnya yang tidak bisa bekerjasama dengannya.
"Sayang," panggilan itu kembali membuat Arata menghembuskan napasnya kasar. Sedikit kesal dengan apa yang Rey lakukan padanya, perempuan itu langsung menatap Rey dengan bibir mengerucut sebal.
"Apa?"
Rey menarik sudut bibirnya. Menatap kekasihnya yang sepertinya dalam mode merajuk.
"Rasanya sangat nyaman memelukmu seperti ini." Rey bergumam pelan. Pemuda itu semakin mengeratkan pelukannya dan sesekali mengecup kening Arata.
Arata menghembuskan napasnya. Namun setelahnya ia balik memeluk tubuh ternyaman yang kini sedang dalam pelukannya.
"Kau sudah meminum obat?" tanya Arata
Rey bergumam dan menggeleng pelan. Setelah itu lelaki tampan pujaan seluruh karyawan di perusahaannya itupun mendapat satu cubitan sayang dari Arata.
"Itu sakit, sayang." ringisnya
Arata mengabaikan itu semua. Perempuan itu melonggarkan pelukannya dan menatap nyalang Rey.
"Keterlaluan!!"
Kemudian Rey menggendong Arata. Membaringkannya meski wajah kekasihnya masih menunjukkan jika ia masih kesal padanya.
"Aku sudah lebih baik. Besok pagi aku akan sembuh. Hmmm?"
Helaan napas yang sengaja Arata keluarkan membuat Rey menggelekan kepalanya pelan. Sejurus kemudian lelaki itu memposisikan dirinya untuk ikut berbaring di samping Arata yang memunggunginya.
Melihat kekasihnya yang merajuk karena ia tak menimum obatnya, membuat lelaki itu terkelitik melihat aksi yang sengaja Arata perlihatkan. Namun tentu saja, Rey tidak akan begitu saja menyerah untuk tidak memeluk tubuh itu dalam dekapannya.
"Sayang, seharian ini aku sudah menuruti semua keinginanmu kan. Jadi tolong, beri aku pelukan malam ini."
.
.
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Arata mengerjap kerjapkan matanya demi mensterilkan pandangannya. Kemudian ia menarik napas panjang dan menghembuskanya perlahan.
Membuka kelopak matanya, Arata langsung mengetahui faktor apa yang membuat tubuhnya terasa berat seperti ini.
Lengan kokokh itu bergelut sempurna di sekitar pinggangnya. Menariknya sangat dengat dengan dada bidang yang mempu membuat Arata menelan ludah susah payah menatapnya.
Tubuh kokoh itu menempel erat di tubuhnya. Lengan berotot yang ia sukai ketika memeluk tubuhnya itu semakin mengerat. Dan suara bass yang terdengar seksi di telinga akhirnya mengintrupsi pandangan matanya dari ciptaan yang maha sempurna tersebut.
"Pagi, Sayang." Rey bergumam pelan. Lelaki itu masih memejamkan matanya namun nalurinya memprediksi jika kekasihnya itu tengah menatapnya.
Arata tersenyum menyambut sapaan yang Rey katakan. "Selamat pagi." balasnya.
Masih dalam pelukan hangat yang sengaja Rey ciptakan. Lelaki itu tidak melonggarkan sedikit pelukan nyamannya.
"Kau tidak bekerja?" pertanyaan itu mengintrupsi kegiatan yang baru saja Rey lakukan di sekitar leher kekasihnya. Mengendus sisa wangi tubuh Arata yang entah kenapa membuatnya semakin betah dalam posisi seperti ini. "Sayang," panggil Arata. Yang sejak tadi tidak mendapat respon apapun dari kekasihnya.
Rey hanya bergumam. Lelaki itu entah kenapa terlihat sangat menikmati kegiatan paginya dengan menempel erat pada Arata.
"Aku masih ingin memelukmu,"
"Kau sudah memelukku sepanjang malam."
"Belum cukup!!"
Arata mendegus. Ia tidak berkomentar apapun dengan kegiatan yang Rey lakukan di sekitar lehernya.
"Aku mencintaimu." dan satu kalimat yang Rey lontarkan itu pun membuat wajah Arata memerah seketika.
...
...
Tidak ada yang bisa mendiskripsikan bagaimana keluarga Atmadja sekarang. Ketika seorang Arata hadir di dalam tengah-tengah keluarga Atmajda dan membuat si Bungsu Reynaldi menjadi lelaki yang memiliki beberapa ekspresi ketika berdekatan dengan kekasihnya.
Semua orang tahu jika kehadiran wanita berparas cantik seperti Arata bukanlah sesuatu yang bisa di duga-duga. Perempuan yang mampu membuat Rey terlihat seperti manusia pada umumnya. Hanya saja, Rey akan bersikap hangat dan perhatian hanya pada satu ciptaan yang Kuasa.
Riana menyadari jika anak bungsunya itu sudah terikat sempurna pada Arata. Arata selalu bisa membuat Rey mengendalikan emosionalnya yang terkadang sulit terkendali. Ahhh... semua terasa sempurna jika Arata berada dalam lingkungan keluarganya sepertu kemarin dan pagi ini.
"Pagi," sambutan hangat yang Riana ciptakan ketika ia melihat Arata sudah turun dengan wajah berseri setelah mandi. Arata membalas ucapannya dan menghampirinya.
"Apa yang Mama masak?"
"Nasi goreng. Tidak apa-apa kan kalau kita sarapan nasi goreng."
Arata menggeleng, "tidak. Arata suka nasi goreng."
"Dimana Rey. Bayi besarmu itu kenapa belum turun juga."
"Astaga Mama. Bayi besar apanya."
Riana tertawa pelan mendapati julukan super menakjubkan untuk putranya tersebut. "Tentu saja Rey. Dia kalau sudah di dekatmu, Mama merasa Rey seperti bayi besar."
Arata menggelengkan kepalanya. Namun kemudian ia ikut tertawa pelan dengan julukan yang sengaja wanita itu berikan pada putranya sendiri.
"Apa yang bayi besar itu lakukan padamu. Mama sampai sulit tidur membayangkannya." godanya. Yang mampu membuat Arata salah tingkah mendengarnya.
"Siapa yang Mama sebut bayi besar ?" suara baritone itu mengintrupsi. Rey sudah rapi dengan setelan jas hitam. Menyelimuti seluruh tubuh kekarnya dan berjalan mendekat kearah Mama dan kekasihnya.
"Pagi sayang," sapaan itu hanya untuk Arata. Mengabaikan Riana yang berdiri diantara dua sejoli yang sedang asyik berpelukan didepannya.
Ehhhmmmm...
Dan deheman yang sengaja Riana tunjukkan itu berhasil membuat pelukan itu terlepas. Membuat Rey menggerang kesal saat melihat senyum mamanya terukir seperti mengejeknya.
"Jika boleh Mama ingatkan. Mama masih berdiri disini, ok."
"Bisa Mama berbalik dan jangan mengganggu Rey sebentar,"
Riana menggeleng gelengkan kepalanya melihat kelakuan Rey. "Daripada Mama berbalik, lebih baik Mama pergi."
Setelah kepergian Mamanya, Rey sudah dihadapkan dengan apa yang dia inginkan.
"Apa?"
Seringaian itu hadir begitu saja. Membuat Arata mengernyitkan keningnya binggung.
Cup~
Satu kecupan itu mendarat sempurna di kening Arata. Membuat perempuan itu berjingkat terkejut dan memukul dada bidang Rey pelan.
"Ihhh... modusnya."
Rey tertawa renyah. Kemudian memeluk tubuh kecil itu. Tak lupa kembali mencium bibir mungil Arata dengan lumatan panjang. Mengabaikan aksi protes kekasihnya yang tidak mempengaruhi untuk menjelajahi bibir tipis kegemarannya pagi ini.
"Reyyyy!!" teriak Arata setelah terlepas dari lumatan panjang yang sengaja Rey lakukan di bibirnya
"Aku butuh energi ekstra hari ini. Bibirmu benar-benar membahayakan, sayang."
.
.
~******~
Jangan lupa komentar untuk cerita ini ya guy's (˵ ͡° ͜ʖ ͡°˵)