Chereads / Elegi Cinta Asha / Chapter 25 - Kamu Pergilah! —Asha Menghilang

Chapter 25 - Kamu Pergilah! —Asha Menghilang

Angga mengurut pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut. Kemudian mengeluarkan telepon genggamnya dan menekan nomor seseorang.

Terdengar dua kali nada sambung di seberang sana, "Halo Man, gue butuh bantuan Lo, lagi."

Senin dini hari Angga dan Darwin sudah bersiap pergi ke bandara menuju Australia. Ada masalah dengan cabang perusahaan pertambangan papinya di sana, dan papinya percaya Angga bisa menyelesaikan masalah itu karena sesuai dengan keahliannya. Anaknya yang jenius pasti bisa mencari akar masalah dari perusahaannya.

Dua hari sudah Angga di Australia ternyata masalah di perusahaan ayahnya betul-betul pelik. Ada sejumlah kejanggalan dalam laporan keuangan perusahaannya. Karena setelah melakukan pengecekan di lapangan, tidak ada yang aneh dengan perusahaan tambang emas papinya. Untuk itu semua akuntan dan direksi dikumpulkan untuk ditanyai berbagai macam hal terkait perusahaan.

Sementara itu di rumahnya datang sebuah paket berisi dokuman dari Laura. Arumi yang menerima paket itu dan langsung membukanya. Di dalamnya ada sejumlah barang bukti berupa alat tes kahamilan yang menyatakan Laura hamil, dan foto hasil print USG yang menunjukan usia kandungan Laura yang ternyata sudah memasuki usia 3 bulan. Ada bukti lain berupa foto-foto mesra Laura dan Angga. Bahkan ada foto yang tidak senonoh mereka yang ikut Laura kirimkan. Hal ini membuat Arumi menghela nafas. Tak disangkanya anak lelakinya berani menghamili anak sahabatnya namun tetap tidak mengakui perbuatannya.

Arumi pikir semua ini karena wanita bernama Asha dan anaknya itu. Arumi tahu betul anaknya benar-benar jatuh cinta pada wanita itu. Tapi aib ini harus ditutupi jangan sampai wartawan mengetahuinya. Saat itu juga Arumi bersiap-siap menuju rumah Asha. Bukan hal sulit baginya menemukan di mana Asha tinggal. Dia hanya tinggal menelepon orang kepercayaannya untuk mencari tahu dan menunggu.

***

Wanita paruh baya itu turun dari mobilnya dengan angkuh sambil membawa berkas di tangannya. Dengan pakaian dan tas bermerknya yang mahal, langkah kakinya mantap melangkah menuju rumah Asha. Yang menemuinya pertama kali adalah Marisa.

Marisa yang tidak mengetahui maksud kedatangan wanita itu, menyambutnya hangat ketika mengetahui bahwa ia adalah ibunya Angga, calon besannya, dan segera mempersilahkan Arumi masuk dan duduk sementara dia meminta bi Inah memanggil Asha yang sedang menidurkan Keenan di kamarnya.

Asha turun dan terlihat terkejut mendapati Arumi yang duduk di ruang tamu. Marisa kemudian beralasan sedang memasak sehingga meninggalkan mereka berdua saja.

"Apapun hubungan kalian sebelum ini, tante minta Kamu putuskan Angga dan jauhi dia," ucap Arumi langsung ke intinya tanpa basa-basi.

"Maksud Tante?"

"Angga bakal menikah dengan Laura, tidak lebih dari sepekan lagi. Setelah dia kembali dari Australia," tegasnya seraya melemparkan berkas yang tadi dibawanya ke hadapan Asha, "Buka itu dan Kamu akan tahu alasannya."

Dengan gemetar Asha membuka amplop coklat besar itu. Sama seperti Arumi, dia melihat alat tes kehamilan, foto print USG dan yang mengejutkannya adalah foto tak senonoh Angga dengan Laura. Asha mencoba menenangkan hatinya. Dirinya pernah mendapat pukulan lebih keras dari ini. Setidaknya Angga belum berstatus menjadi suaminya, jadi tidak bisa dikatakan dia berkhianat.

"Tante mau Kamu pergi dari kota ini tidak kurang dari tiga hari terhitung mulai hari ini. Tante udah siapkan semua akomodasi dan keperluan kamu nanti di kota lain. Termasuk tempat tinggal untuk Kamu dan anak Kamu." Perintah Arumi seraya mengeluarkan amplop lain dari dalam tasnya, berisi uang dan tiket pesawat ke kota E dan juga sebuah kunci rumah. "Tante gak mau Kamu merusak rencana perjodohan anak Tante dengan Laura. Karena kalau Kamu masih ada di sini, Angga bakal terus mengejar Kamu!" lanjutnya tegas.

"Kalau aku gak mau?"

"Tante bakal bikin perhitungan sama keluarga Kamu juga anak Kamu! Jangan Kamu kira tante gak bisa lakuin itu!" ancamnya.

"Maaf, tante ambil lagi saja semua uang Tante dan rumah itu. Saya gak butuh itu semua. Baik saya akan pergi dari kehidupan Angga, dan tolong jangan usik keluarga saya."

"Baguslah kalau begitu. Tante tunggu janji Kamu dalam waktu tiga hari. Kamu pergilah dari kehidupan Angga dan jangan pernah kembali ke sini atau menghubunginya lagi. Dan tante jamin kehidupan Kamu gak akan tante ganggu." Arumi bangkit berdiri dan mengambil berkas yang tadi dan meninggalkan amplop beserta kunci rumah untuk Asha. Dia yakin Asha akan menerima kompensasinya itu.

***

Lima hari sudah Angga dan Darwin di Australia. Masalah di perusahaan sudah tertangani. Bukan masalah besar sebetulnya, atau mungkin karena Angga yang mengurusnya jadi terasa mudah. Korupsi yang terjadipun bisa diketahui siapa dalangnya dan semua sudah diselesaikan secara kekeluargaan dahulu, karena pihak-pihak yang terlibat berjanji akan mengembalikan dana yang dikorupsi dalam tempo satu bulan. Jika tidak, barulah Darwin akan menyelesaikan melalui jalur hukum.

Saat santai, sepulang dari kantor, Angga baru akan menghubungi Asha. Dirinya merasa bersalah karena sejak tiba di Australia sama sekali belum menghubunginya.

Suara dering di telepon genggamnya membuatnya urung menelpon Asha, dilihatnya nama penelpon adalah detektif yang di sewanya dahulu, Arman yang membantunya mencarikan detektif handal tersebut.

"Berkasnya sudah saya kirim via email ya, Bos," sahut suara di sana.

"Okay. Terima kasih ya, Jon." Tanpa menunggu lama, Angga langsung mengecek emailnya. Dan semua info yang dia butuhkan ada di sana.

Seperti dugaannya Laura hanya ingin menjeratnya agar bisa menikah dengannya. Ntah apa motif di balik itu. Karena memang sejak pertama kali mereka dikenalkan, saat itu Angga kelas 3 SMP dan Laura 3 SD. Dan gadis kecil itu sudah mengklaim dirinya sebagai istri kecilnya. Tentu saja hal ini membuat Angga takut bertemu lagi dengan anak kecil ingusan yang agresif, bahkan hingga pertemuan mereka terakhir, anak itu masih seagresif dulu. Lebih tepatnya tidak tahu malu.

Info yang Angga dapatkan bahwa Laura saat ini sedang menjalin hubungan dengan seorang pria. Ntah pria inikah yang menghamilinya. Angga belum tahu.

Jempolnya kemudian menekan tombol di telepon genggamnya. Dahinya berkerut. Tidak biasanya telepon Asha tidak aktif. Dia coba sekali lagi masih seperti itu. Angga berpikir akan menelpon ulang satu jam lagi. Mungkin telepon genggam Asha habis batereinya. Ia pun beranjak ke kamar mandi untuk menyegarkan diri dengan mandi.

***

[Mohon maaf, telpon yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan] begitulah pesan suara yang berkali-kali Angga dengar setiap kali mencoba menghubungi Asha. Perasaannya menjadi gelisah. Tidak biasanya Asha seperti ini.

Kemudian dia mencoba menghubungi Haryanto, papanya Asha. Ternyata teleponnya sibuk. Terdengar suara desahan kesal dari mulutnya. 'Kenapa tiba-tiba sulit menghubungi Asha,' batinnya.

Dicobanya lagi menghubungi Haryanto. Nada sambung, namun tidak diangkat. Dicoba lagi, ternyata teleponnya mati. 'Ada apa ini?' Dirinya mulai khawatir.

Saat akan menghubungi Marisa, mamanya Asha. Darwin masuk ke kamarnya dan menyerahkan tiket pesawat untuk pulang besok. Kemudian mengajaknya untuk makan malam dengan klien papinya. Sehingga membuatnya lupa untuk menghubungi Marisa.

Mereka kembali ke hotel pukul sepuluh malam, Angga mencoba lagi menelepon Asha, namun masih tidak aktif. Ingin menelepon Haryanto dan Marisa dirinya khawatir mengganggu istirahat mereka. Akhirnya Angga memutuskan untuk tidur karena besok akan berangkat pagi-pagi sekali.

***

Tiba di Indonesia, Angga dan Darwin disambut oleh Arumi di bandara. Maminya terlihat bahagia sekali hari ini.

Angga masih mencoba menghubungi Asha ketika mereka masih dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Dirinya menghela nafas gusar kala masih belum bisa menghubungi Asha.

"Kamu kenapa, Ngga?" tanya Arumi yang sedari tadi memperhatikan putra keduanya tidak fokus. Angga hanya menggelengkan kepala menjawabnya.

***