Hari itupun tiba, acara digelar pada hari Sabtu pagi. Di sebuah Ball Room Hotel terkenal di Indonesia. Para undangan tampak sudah hadir semua. Karena ini adalah acara pernikahan anak seorang pengusaha papan atas di Indonesia, yang mana juga seorang pengusaha yang sukses di usianya yang terbilang masih muda, maka berita pernikahan yang terasa mendadak ini tak luput dari incaran media massa. Bahkan pernikahan ini bakal disiarkan secara langsung di seluruh saluran televisi nasional di Indonesia.
Arumi, Darwin, Siska, Tommy, dan juga kedua mempelai tengah bersiap-siap di ruangan khusus untuk kedua mempelai yang sengaja dipisah.
"Lo serius bakal nikah sama Laura? Asha gimana?" ini Arman yang bertanya. Saat tiba di ruangan mempelai pria, dia langsung menarik Angga.
"Tenang aja. Lo urus istri Lo aja gih," kekeh Angga.
"Heran Gue. Kemaren Lo masih gencar cari info Asha yang hilang tiba-tiba. Sekarang Lo malah keliatan bahagia banget mau nikah dengan wanita lain. Secepat itukah?" tuduhnya lagi.
"Dah sana, Lo keluar gih. Temenin istri Lo. Katanya lagi hamil kan." Usir Angga yang Kemudian terdengar dengusan dari Arman seraya berjalan keluar.
Angga terlihat menghubungi seseorang, "Okay aku udah siap. Bersiap-siaplah sepuluh menit lagi dan tunggu aba-aba."
***
Saat Angga keluar, acara masih belum dimulai. Masih diisi oleh serangkaian acara pembukaan yang dibawakan oleh seorang pembawa acara. Orang itu kemudian mengangguk setelah melihat Angga sudah duduk di kursi khusus mempelai pria. Tampak Laura duduk di sampingnya memakai veil semacam kain tipis yang menutupi rambut hingga ke wajahnya. Angga meliriknya sekilas dan tersenyum. Dia melihat tangan Laura saling menggenggam dan bergetar.
Saat nama Laura dan Angga disebut dan akan memasuki acara inti, tiba-tiba ada suara dari arah belakang yang menginterupsi acara sakral itu.
"Aku tidak setuju dengan pernikahan ini! Batalkan pernikahan ini!" Ucap seorang pria lantang dan mendekati, melangkah dengan cepat ke arena upacara sakral itu.
Laura yang sedari tadi menundukkan kepalanya, menolehkan kepalanya ke arah asal suara tersebut. Matanya terbelalak, terkejut dengan pria yang sekarang ada di hadapannya. Kemudian dia berdiri menghadap tamu tidak diundang itu. Terdiam membeku. Hanya terpaut beberapa langkah. Postur tubuhnya mirip Angga, tingginya pun tidak jauh berbeda. Mengenakan pakaian yang formal.
Seketika ruangan menjadi hening dan mencengangkan, meski terdengar kasak kusuk para tamu undangan. Baik Arumi dan Siska saling pandang, raut wajah mereka terlihat tidak senang. Para wartawan memulai aksinya. Beberapa terlihat kilatan cahaya lampu kamera ke arah kedua mempelai berdiri dan seorang tamu pria yang tidak diundang.
"Heh siapa Kamu?!!!"
"Berani-beraninya tiba-tiba datang menerobos masuk dan seenaknya mau membatalkan pernikahan anakku!" raung Arumi dan Siska hampir bersamaan dengan geram seraya beranjak dari kursi dan hendak menghampiri pria tak tahu diri itu.
***
Sebelum Arumi dan Siska dapat menjangkau pria asing yang tidak diundang, baik Darwin dan Tommy dengan sigap menahan dan menarik tangan istri mereka, agar tidak beranjak dari tempatnya. Meski dengan maksud dan tujuan yang berbeda. Terlihat Arumi mencoba melawan dan melepas pegangan tangan Darwin.
Angga yang tadi duduk kemudian berdiri menghampiri pria itu. Wajahnya mengulas senyum. "Perkenalkan ini Anton, calon mempelai pria yang sebenarnya." Seraya menepuk bahu Anton dan mempersilahkan dirinya untuk duduk di tempat duduk mempelai pria.
Arman dan Nia yang sedari awal menonton 'pertunjukan' sahabat mereka hanya bisa tersenyum. Mereka sama sekali tidak menyangka, Angga bakal berbuat seperti ini di acara pernikahannya yang bahkan disiarkan secara langsung sedari awal.
***
"Jujur padaku, apakah Kamu mencintai kekasihmu?" tanya Angga pada Laura sesaat sebelum mereka keluar dari ruang kerja tempo hari lalu.
"Tentu saja. Kalau tidak, bagaimana mungkin Aku bakal pertahanin bayi ini. Dia gak bersalah. Antonpun mau bertanggung jawab, hanya saja"—Laura menghela napas—"dia bukan dari keluarga berada, kuliah di Jerman hanya mengandalkan beasiswa dan untuk keperluan sehari-harinya dengan kerja sampingan. Papa mamaku tidak setuju."
"Kamu percaya sama aku, kan? Kita ikut 'permainan' kedua orangtua kita." Laurapun memandang Angga tidak percaya dan hampir menangis kembali.
***
Setelah perkenalan singkat itu, Angga mempersilahkan Anton untuk duduk dan melanjutkan acara sakral tersebut. Diliriknya Laura sekilas, tampak wanita itu bergumam tanpa bersuara berucap terima kasih. Wajahnya terlihat bahagia.
"Tunggu sebentar!" ini Siska. Mengajukan keberatannya. "Apa-apaan ini. Angga, Kamu harus jelaskan!"
Menyeringai, Angga mengangkat alisnya, "Tante yakin? Tante yakin mau saya jelaskan alasannya di muka umum?" Seraya memberi kode kepada salah satu orang pelayan yang ada di sana. Pelayan itu masuk ke ruang mempelai pria kemudian keluar sambil membawa amplop coklat. Setelah Angga menerimanya, Angga menghampiri Siska dan berbisik, "Kalo aku jadi Tante, Aku gak kan gagalin rencana ini, karena reputasiku harus terjaga." Matanya menatap ke kamera dan para wartawan. Kemudian dengan suara lantang Angga berseru, "Ini 'kado spesial' untuk Tante Siska. Selamat atas pernikahan putri kalian. Om." Angga menatap Tommy yang hanya diam mematung, terlihat rahangnya mengeras. Matanya tertuju pada amplop coklat yang diterima istrinya tadi. Anggapun berlalu dari tempat itu. "Lanjutkan acaranya," katanya pada pembawa acara, sambil tetap melangkahkan kakinya menjauh.
Sementara Arumi masih duduk tenang dengan wajah tidak terima. Tampak Darwin menggenggam tangannya agar Arumi tidak mengamuk. Melihat Angga yang akan meninggalkan Ball Room Hotel, Arumi langsung berdiri dan mengejarnya.
"Jelaskan pada mami!" Setelah mereka ada di luar Ball Room Hotel. Tampak Darwin menyusul di belakang. Wajahnya terlihat tenang.
"Aku hanya menyelamatkan keluarga kita Mi, agar tidak tertipu oleh trik orangtua Laura," jelas Angga singkat.
"Apa maksud Kamu."
"Mereka ingin memanfaatkan persahabatan kalian untuk mengambil keuntungan. Perusahaan Tommy di ambang kebangkrutan, dan solusinya adalah menikahkan putrinya dengan putra kita, dengan harapan aku akan membantu memberikan dana untuk menyelamatkan perusahaannya," Darwin melanjutkan. Arumi tercengang tidak percaya.
Ya Darwin sudah mengetahui terlebih dahulu, setelah mereka selesai mencoba pakaian, Laura dan para designer itu pulang. Angga memberikan bukti-bukti itu di ruang kerja papinya. Dan Darwin setuju untuk mengikuti 'permainan' itu dan tidak mengatakan sepatah katapun kepada Arumi hingga hari ini.
"Laura sudah punya kekasih dan sedari awal ingin menikah dengan kekasihnya. Namun tante Siska memaksanya untuk memutuskan kekasihnya agar bisa menikah denganku." Angga kemudian melihat pelayan yang tadi kembali menghampiri dengan membawa amplop coklat yang lain. "Ini adalah bukti-bukti yang sama yang Angga kasih ke tante Siska di dalam. Semoga Mami bisa menerimanya." Kemudian Angga pergi.
"Tunggu, mau kemana Kamu?"
"Ngejar pesawat Mi. Aku kan harus kembali ke Jerman."
***