Tidak menunggu lama, Bayu menjatuhkan talak pada Natasha. Tak ada keinginan dalam hatinya untuk mengubah keputusannya. Bayu tahu dalam hatinya, apa yang ia terima dalam takdirnya tak luput dari kesalahannya yang terdahulu.
Tujuh bulan lalu Natasha menghembuskan nafasnya yang terakhir. Kesehatannya makin memburuk, pasca keguguran dan juga mungkin akibat komplikasi lainnya dari HIV.
Sebulan setelah kematian Natasha, Bayu sadar bahwa dirinya kini akan sulit mendapatkan keturunan. Tanpa anak itu akan terjangkit HIV. Keturunannya hanya Keenan seorang. Keturunan satu-satunya yang dia punya dari Asha.
Alasan inilah yang mendorongnya untuk mendatangi rumah orangtua Asha. Ingin melihat anaknya, Keenan. Meski ketika itu ternyata dirinya mendapati bahwa Asha dan Keenan menghilang. Dengan kekecewaan di hati, Bayu pulang dengan tangan kosong. Meski pada awalnya dia mengira bahwa orangtua Asha sengaja menyambunyikan Asha dan Keenan dari dirinya.
Tak pernah terbetik sedikitpun dalam benaknya, bahwa kemarin dirinya akan dipertemukan kembali dengan Asha dan Keenan. Harapan yang dulu ia pendam seakan muncul kembali. Untuk melihat anaknya lagi. Menghabiskan sisa waktunya dengan anaknya.
Pertama kalinya ia menangis di hadapan seorang wanita. Di depan Asha, dia mencurahkan semua isi hatinya. Tak peduli wanita itu bakal mencapnya sebagai lelaki yang sentimentil. Perasaan bersalah pada Asha yang membuatnya bersedih dan sangat menyesal.
Saat tahu dirinya kehilangan bayinya dari Natasha, tak ada rasa sedih seperti ini. Justru yang dirasanya adalah perasaan lega. Karena jika anak itu terlahir ke dunia, bisa jadi anaknya pun terinfeksi HIV. Lagi pula dirinya tidak yakin siapa ayah bayinya yang belum lahir itu, apakah dari benihnya atau benih lelaki lain.
"Dengan virus di tubuhku ini sekarang, dokter yang merawatku sudah menjelaskan prosedur yang rumit jika ingin memperoleh keturunan lagi, yang sehat tanpa terinfeksi, tetapi untuk saat ini keturunanku hanya darimu, Sha [1]." Dengan wajah sendunya Bayu berbicara, "Ijinkan aku melewati sisa hidupku untuk bertemu dengannya kapanpun aku inginkan. Sebagai gantinya aku gak akan ganggu hidupmu atau mengambil Keenan darimu. Aku janji."
[1] Menikah dan memiliki anak yang sehat bukanlah hal yang mustahil bagi pengidap HIV dan AIDS. Dengan menjalani hidup sehat dan rutin minum obat anti-retroviral virus (ARV), maka besar peluang pengidap HIV untuk bisa mendapatkan keturunan yang sehat tanpa tertular HIV.
Saat merencanakan kehamilan, ODHA harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter. Dokter kemudian akan memintanya rutin melakukan tes Cluster Differentiation 4 (CD4) untuk mengontrol jumlah sel darah putih. ODHA dinyatakan sehat bila CD4 lebih dari 350.
Kesehatan secara keseluruhan juga harus dinyatakan baik, seperti berat badan normal dan tidak ada infeksi penyerta seperti penyakit menular seksual, hepatitis dan infeksi lainnya.
Ketika semua kondisi baik, maka pada saat masa subur ODHA dapat berhubungan badan tanpa menggunakan kondom. Pada kondisi ini, risiko penularan HIV/AIDS melalui sperma atau cairan vagina bisa saja terjadi, tetapi kemungkinannya cukup kecil.
Bila si laki-laki HIV-positif dan si perempuan HIV-negatif, dapat dilakukan intervensi yang disebut sebagai 'cuci sperma'. Pasangan laki-laki harus menyediakan contoh air maninya.
Sperma dipisahkan dari air mani dengan alat khusus (walaupun sederhana). Harus diingat bahwa sperma tidak mengandung HIV; hanya sel dalam air mani yang mengandung HIV.
Sperma yang dipisahkan ('dicuci') dites untuk meyakinkan bahwa tidak ada virus tertempel padanya. Tes ini dilakukan dengan dengan alat tes viral load yang sangat peka (batas terdeteksi 50, dibandingkan 400 yang baku di Indonesia). Kemudian alat yang disebut sebagai kateter (dasarnya selang) dipakai untuk menyemprot sperma yang bebas HIV pada vagina perempuan. Proses bayi tabung (in vitro fertilization/ IVF) juga dapat dipakai, terutama bila laki-laki mempunyai jumlah sperma yang rendah.
Proses cuci sperma ini pertama dikembangkan oleh seorang dokter di Itali. Klinik dia sendiri sudah memakai proses ini dengan lebih dari 3000 contoh air mani. Belum dilaporkan kasus penularan HIV pada perempuan melalui proses ini. Sebaliknya, lebih dari 600 bayi HIV-negatif dilahirkan melalui proses ini.
Jadi cuci sperma adalah cara paling aman untuk perempuan HIV-negatif menjadi hamil dari laki-laki HIV- positif. Harus diingatkan bahwa biasanya dibutuhkan beberapa kali berhubungan seks untuk terjadi pembuahan. Oleh karena ini, kemungkinan besar proses ini harus diulang beberapa kali sebelum berhasil.
Saat ini layanan cuci sperma belum tersedia di Indonesia, walaupun sedang dikembangkan di Rumah Sakit Kanker Dharmais di Jakarta. Untuk sementara, pilihan lain adalah di Penang, Malaysia atau Bangkok, Thailand. Jelas biaya untuk pilihan ini jauh lebih mahal, apa lagi bila harus dilakukan beberapa kali.]
***
"Senin besok, aku udah harus kembali ke kota A. Kamu gak ada niat untuk pulangkah?" Bayu mencoba untuk mengorek alasan Asha pergi dari kota kelahirannya itu.
"Tidak."
Merasa Asha tidak akan bercerita, Bayu melanjutkan niatnya, "Besok boleh ya, aku ketemu Keenan. Karena aku gak tau apa bulan berikutnya masih bakal balik lagi ke sini atau nggak. Aku masih terikat kontrak."
"Besok aku kerja. Dan Keenan selalu ikut aku kerja."
Bayu nampak berpikir. "Bagaimana jika saat Kau kerja. Keenan aku ajak jalan-jalan?"
"Maaf, Mas Bayu. Keenan gak pernah aku ijinkan jauh dariku. Hanya hari ini saja aku titip dia dengan tetangga."
"Kau tidak percaya padaku? Aku kan masih ayahnya Keenan."
"Justru karena Kau ayahnya. Aku gak percaya Kamu." Asha terlihat gusar dan enggan meneruskan pembicaraan itu dan hendak beranjak.
"Asha, please. Aku ikuti syarat darimu. Apapun aku ikutin. Asal bisa ketemu Keenan." Bayu terlihat putus asa.
"—"
"Apakah ada orang lain?" Bayu mengalihkan pembicaraan.
"Bukan urusanmu. Pembicaraan kita hanya lima belas menit. Dan sekarang waktunya sudah lebih dari lima belas menit. Aku harus menjemput Keenan." Ashapun pergi tanpa menghiraukan Bayu.
***
Keesokan paginya Asha kerja shift pagi, tanpa disangkanya, Bayu sudah ada di teras mini market tempatnya bekerja. Sedang duduk menikmati sarapan roti bakar dan segelas kopi panas. Asha tidak punya pilihan, karena area itu memang sengaja diperuntukan untuk semua pengunjung, untuk sekedar beristirahat sejenak, sambil menikmati makanan yang dijajakan di sekitar mini marketnya.
Mengambil pilihan untuk tidak menganggap Bayu di sana, Asha lalu masuk ke dalam sambil membawa Keenan. Namun ....
"Ma ...." Keenan menghentikan langkah Asha untuk masuk. Sambil menggoyangkan tangan Asha memintanya berhenti. Keenan menatap Bayu. "Om yang kemarin ...."
Asha tidak menggubris pertanyaan Keenan dan tetap melanjutkan berjalan ke dalam. Keenan tetap menatap lekat lelaki itu dengan penasaran, hingga dirinya menghilang di dalam mini market dan tak lagi bisa melihat pria aneh itu.
***
Tepat pukul sebelas siang, satu jam sebelum jam istirahatnya. Santi, pemilik mini market menghampirinya. "Cha ... kamu kenal laki-laki yang duduk di depan?" Seraya menganggukan dagunya ke arah luar.
Asha meliriknya sekilas. Tak disangka Bayu masih bersikeras dengan keinginannya. "Ayahnya Keenan, Bu." Jujur Asha. Membuat Santi terkejut.
"Pantesan. Ibu kok rasanya lihat ada kemiripan. Ternyata bener tho. Kenapa didiemin aja? Keenan gak kangen sama ayahnyakah?"
"... anu Bu ... kami sudah bercerai," Asha menjawab acuh tak acuh. Lagi-lagi membuat Santi terkejut. Selama tiga tahun Asha bekerja di tempatnya, memang Santi tidak tahu banyak tentang Asha yang selalu dipanggil Chacha itu. Yang dia tahu hanya klo Asha perantauan yang butuh pekerjaan untuk menyambung hidup. Santi kira dahulu suami Asha sudah meninggal.
"Gak diijinin ketemu sama Kiki ta?" tanyanya menyelidik. "Sudah sana, Kamu istirahat aja. Mumpung lagi sepi. Ibu bisa jaga sendiri. Gak baik lho Nak Chacha misahin ayah dan anak," nasihat Santi. Membuat Asha jadi berpikir lebih banyak lagi. "Ibu gak mau tau, dulu kalian pisah karena apa. Tapi sekarang kalian lagi dikasih kesempatan ketemu. Gunakan waktu itu sebelum kamu nyesel, Cha," lanjutnya.
"Gak apa-apa Bu saya istirahat sekarang?" Santi langsung menggelengkan kepalanya dan menarik Asha untuk pindah dari balik kasir, mengijinkannya istirahat lebih awal.
***
Dengan enggan Asha membawa Keenan dan mengenalkannya kepada Bayu untuk pertama kalinya sebagai ayah kandungnya.
"Ayah Kiki, Ma?" tanya Keenan setengah percaya, namun nada suaranya terdengar bahagia. Usianya mungkin baru tiga tahun, namun setidaknya Keenan pernah mendengar ucapan yang tidak patut perihal ayahnya. Kemana ayahnya. Kenapa dirinya tidak pernah melihat ayahnya.
Karena masih terlampau kecil saat itu, Keenan bahkan tidak mengingat tentang Angga, lelaki yang mencintai ibunya yang kerap ia panggil daddy. Karena Asha sendiri tidak pernah menyebut nama itu lagi sejak dirinya melihat berita pernikahan Angga dan Laura.
Bayu yang mendenger perkataan Keenan merasa bahagia, langsung dipeluknya Keenan saat itu. "Iya. Ini Ayah Keenan. Keenan mau panggil ayah: Papa, boleh." Suaranya terdengar bergetar. Terharu.
Asha hanya memperhatikan kedua lelaki di hadapannya itu. Perasaannya begitu rumit. Sementara Santi juga memperhatikan interaksi mereka di luar dan ikut bahagia.
***