Angga pulang dari rumah Asha langsung menuju rumahnya. Dia harus bertemu dengan Arumi, maminya. Kunci hilangnya Asha ada pada maminya. Angga yakin, maminya pasti tahu sesuatu.
"Jadi Kamu nuduh Mami begitu?" geram Arumi setelah Angga mencecarnya dengan banyak pertanyaan, mulai dari bukti-bukti yang Arumi berikan pada Asha hingga kepergian Asha.
"Lalu dari mana Asha tau soal semuanya kalau bukan Mami yang kasih tau?"
Tidak bisa berkelit soal bukti itu, Arumi akhirnya mengakui bahwa dia yang memberitahukannya. Tapi soal hilangnya Asha. Arumi bungkam.
Jika dia mengatakan bahwa dirinyalah yang menyuruh Asha untuk pergi menjauhi anaknya, Angga pasti akan marah besar. Dan rencana pernikahannya dengan Laura pasti berantakan.
***
Pagi-pagi sekali Arumi dan Darwin sudah duduk di meja makan sembari menikmati sarapan pagi yang sudah disiapkan oleh pelayan mereka. Angga menyusul kemudian. Tidak seperti biasanya mereka melalui sarapan pagi itu dengan diam. Hingga pelayan mereka datang menghampiri dan memberitahukan bahwa ada tamu di luar. Setelah berpesan pada pelayan itu untuk menyuruh tamu mereka masuk. Arumi menyelesaikan sarapannya.
"Bagaimana sudah siap calon mempelainya?" Terdengar suara seseorang di ruang tamu.
Angga yang mendengarnya langsung mengerutkan dahi kemudian memandang Darwin yang tampak tenang menikmati sarapannya.
"Pi ...," Angga buka suara minta penjelasan.
"Kamu tanya mamimu sana." Darwin terlihat enggan membantu.
Tak lama terdengar Arumi masuk ke ruang keluarga yang berada satu ruangan dengan ruang makan, diikuti oleh tamunya.
"Angga, kenalin ini Arya dan Sri yang bakal bikinin baju buat nikahan kalian nanti. Mami tinggal dulu sepertinya Laura sudah datang." Arumi mengenalkan kedua tamunya dan langsung beranjak pergi, meninggalkan Angga yang bermuka masam.
"Papi ...," panggil Angga saat melihat Darwin hendak beranjak meninggalkan Angga di sana.
"Tanya mamimu. Papi sudah bilang kemarin kalau ini terlalu cepat. Tapi Kamu tau bagaimana mamimu."
Baik Arya dan Sri hanya diam berdiri sambil tersenyum. Menunggu.
"Laura sudah sarapan?" tanya Arumi sambil menuntun calon menantunya ke ruang keluarga. Terlihat Laura tersenyum. Sungguh menawan dan cantik. Namun sayang, Angga tidak tertarik pada wanita itu. Seketika senyumnya menghilang kala melihat wajah masam Angga.
"Mi ...." Angga hanya bisa mengeluh. Dia tidak ingin mempermalukan Laura dan Maminya di depan designer itu.
Suara dering telepon dari telepon genggam Angga, membuatnya merasa lega. Sambil berjalan menjauhi Arumi dan Laura, Angga menerima telepon itu.
"Ya."
"—"
"Sekalian kirim filenya sekarang Om. Urgent banget." Kemudian Angga menutup teleponnya dan kembali masuk ke ruangan di mana Laura dan Arumi sedang diukur badannya.
"Laura, bisa ikut aku sebentar?" pinta Angga dengan muka datar.
Sebelum Laura mengikuti, matanya melirik Arumi yang kemudian mengisyaratkannya untuk patuh.
Arumi tersenyum senang, ketika mereka telah menghilang dari pandangan. Angga membawanya ke ruang kerja dan menutup pintunya.
***
"Sebelum Kamu mempermalukan dirimu di muka umum. Sebaiknya Kamu pikirkan baik-baik apapun yang Kamu dan keluargamu rencanakan." Angga langsung berbicara ke intinya.
Laura memasang raut bingung. "Maksud Kamu?"
"Hentikan sandiwaramu itu! Aku muak!"
"Sandiwara apa? Aku memang benar-benar hamil kok!" ucapnya tersinggung.
"Tapi anak itu bukan anakku. Kamu dan aku sama-sama tahu!" Angga masih menekan emosinya. Menunggu Laura sendiri yang mengakui.
Karena Laura masih terdiam, Angga lalu buka suara, "Aku punya bukti, kalo foto kita berdua itu palsu! Dan aku juga tahu siapa laki-laki yang menghamili Kamu!" Laura tercengang, seraya menutup mulutnya dengan kedua tangan bergetar. Matanya berkaca-kaca.
Tak lama ada yang mengetuk pintu, Angga membukanya dan terlihat pelayannya memberikan sebuah amplop besar yang langsung diterima Angga. Setelah mengucapkan terima kasih dia kembali menutup pintu.
Laura melihat amplop itu, wajahnya terlihat pucat.
"Kamu batalkan rencanamu atau aku bongkar semua rahasia ini ke orangtua kita. Kurasa papiku tidak akan setuju."
Laura terduduk lemas dan menundukkan kepalanya. Tak berapa lama, bahunya terlihat bergerak naik turun seiring isak tangis.
"Sandiwara apalagi ini?" Angga merasa jengkel.
***
Dengan terisak Laura menceritakan alasan dia sengaja menjebak Angga untuk menikahinya. Semua tidak lepas dari paksaan kedua orangtuanya.
Laura yang baru pulang dari luar, tanpa sengaja mendengar percakapan kedua orangtuanya bahwa perusahaan papanya terkena tipu sehingga harus mengganti rugi milyaran rupiah dan perusahaan hampir bangkrut. Siska yang memiliki janji dengan Arumi untuk menikahkan putra dan putri mereka dan akan saling membantu, lalu berpikir untuk 'menagih janji' itu saat mengetahui bahwa Angga ada di Indonesia pada liburan musim dingin kali ini.
Awalnya Laura menolak karena dirinya sudah memiliki kekasih di Jerman. Karena Siska dan Tommy terus memaksa bahkan mengancam, akhirnya Laura mengaku bahwa dirinya berbadan dua.
Berita ini tentu saja mengejutkan Siska dan Tommy. Dan makin menekan Laura untuk memutuskan kekasihnya dan menikah dengan Angga. Lalu dibuatlah skenario bahwa Laura hamil karena Angga. Dan mereka bahkan memikirkan untuk menyiapkan foto-foto mesra putrinya dan Angga dengan uang yang tersisa dan berharap mereka bakal dapat gantinya yang lebih besar dengan menjerat Angga.
Siapa yang menyangka ternyata pada hari itu mereka berkunjung, Angga ternyata tiba dengan menggandeng Asha dan Keenan. Dan menolak perjodohan itu.
Karena Laura kuatir dengan ancaman Siska dan Tommy bahwa mereka akan membuat Laura menggugurkan kandungannya, Laura langsung mengatakan soal kehamilannya itu, meski tidak sesuai dengan skenario awal, setidaknya Arumi percaya untuk meneruskan perjodohan itu. Dan berencana mempercepat pernikahan mereka.
"Bantu aku, Kak. Kita bisa pura-pura menikah, atau menikah kontrak. Aku bakal nerima semua syarat yang Kak Angga ajukan. Tidak ada kontak fisik di antara kita. Termasuk bercerai setelah anak ini lahir, sehingga Kakak bisa menikah dengan wanita pilihan Kakak. Yang penting bayi ini selamat dan perusahaan papaku juga selamat," mohon Laura.
Belum Angga menjawab, ada suara ketukan lagi di luar. Arumi yang mengetuk.
"Kalian sedang apa siy? Fitting dress-nya belum beres lho. Mami tunggu di luar ya."
"Hapus airmatamu. Dan pasang senyummu. Aku punya rencana yang lebih baik."
***
Melihat Laura dan Angga menghampiri mereka, Arumi kemudian menarik Laura untuk mendiskusikan design undangan dan acara pernikahan mereka nanti. Sementara Angga mencoba beberapa pakaian yang sengaja dipersiapkan Arya dan Sri untuk kemudian dibuatkan sesuai ukuran baju yang pas dengan tubuh Angga. Sesekali Arumi melirik putranya dan merasa bahagia kali ini putranya berhasil dibujuk.
Angga yang sedang mencoba baju ukuran lain tanpa sengaja matanya melirik Laura. Laurapun melirik Angga, sorot matanya begitu bening. Arumi memperhatikan interaksi ini dan mengira ada tatapan cinta di antara mereka. Kemudian mengambil telpon genggamnya dan menelpon seseorang.
"Sepertinya rencana kita berjalan lancar. Anak-anak terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang kasmaran."
Oh tidak! Yang benar saja!
***