Setiba di rumah, Angga mendapati baik Arumi maupun Darwin tidak ada di rumah. Pelayan di rumah mengatakan mami papinya pergi setelah menerima telepon dari seseorang. Tetapi pelayan itu tidak tahu siapa.
Tidak ambil pusing ke mana kedua orangtuanya pergi, Angga menggunakan waktunya untuk beristirahat.
***
"Tolong! Kumohon jangan!" teriak wanita itu seraya memeluk seorang anak laki-laki berusaha melindunginya.
Tiba-tiba kepala wanita itu di pukul dengan benda keras dan seketika tak sadarkan diri. Darah segar terlihat mengalir dari kepalanya sesaat setelah tubuhnya ambruk menyentuh tanah keras.
"Ma ... mama ... mama .... "
Seketika Angga terbangun dengan peluh membanjiri tubuhnya.
Mimpi ....
'Asha ... Keenan, di mana kalian?'
Setelah meneguk segelas air yang ada di nakas, Angga melanjutkan tidurnya dan berharap hari segera berlalu.
***
Keesokan harinya, Angga terlihat serius memperhatikan sesuatu dari laptopnya. Tangannya sibuk menggerakkan mouse ke bawah. Matanya fokus meneliti setiap foto-foto yang diterimanya beserta keterangan dari foto-foto itu. Dari bibirnya terbit sebuah senyuman.
Alex seorang pakar dalam bidang IT. Dari beliaulah Angga mendapat info yang dibutuhkan soal foto-foto dirinya dengan Laura.
"Jadi, apakah bisa dibuktikan kalau foto-foto itu palsu Om?" tanya Angga kala mendapat telepon dari Alex pada pukul delapan pagi.
"Sebetulnya foto-foto itu asli ...," Alex membuka percakapan. Yang membuat Angga terkejut. Bagaimana bisa foto-foto itu asli?
"Maksudnya, Om?"
Terdengar kekehan dari seberang telepon. "Tenang Bos. Foto-foto Laura itu asli. Namun lelaki di sebelahnya itu yang direkayasa," jelasnya membuat Angga bernapas lega.
"Lalu siapa laki-laki di foto itu Om?"
"Sebentar, butuh waktu untuk mencari foto aslinya. Aku baru bisa identifikasi rekayasa foto-foto itu. Bisa dikatakan orang ini sangat ahli karena jika dilihat sekilas tampak seperti asli. Besok kami kabari lagi, okay Bos," Alex menutup percakapan pagi itu.
Dua hari lagi adalah batas akhir Angga membuktikan foto-foto itu palsu. Karena tanpa bukti-bukti itu, Arumi maminya tidak akan percaya.
Dirinya tiba-tiba teringat mimpinya semalam. Masih belum ada kabar tentang Asha dan Keenan dari Jon. Membuatnya khawatir jika mimpi itu adalah suatu firasat. Angga menghela nafas dan menyingkirkan pikiran buruk itu. Ia yakin Asha baik-baik saja bersama Keenan ntah di manapun mereka sekarang berada.
***
"Nanti om kabari jika sudah ada kabar tentang Asha dan Keenan," ucap Haryanto kala Angga meneleponnya.
Kemarin mereka baru membuat laporan tentang orang hilang di kantor polisi. Semoga ada kabar baik.
"Aku udah sewa detektif juga Om, tapi belum ada hasil. Apakah ada barang-barang Asha yang bisa dijadikan petunjuk Om?"
Haryanto sejenak ragu. "Asha meninggalkan telepon genggam yang Nak Angga hadiahkan. Mungkin itu bisa jadi petunjuk?"
"Mungkin bisa Om. Aku ke sana nanti bersama Jon."
"Baik. Om tunggu."
Melihat anaknya sudah rapih dan akan pergi Arumi bertanya, "Mau kemana?"
Kebetulan sekali kemarin Angga belum sempat bertemu Arumi. Saat Arumi dan Darwin kembali, Angga sudah tertidur lelap.
"Mi, aku mau tanya sesuatu." Seraya duduk di sofa. Berhadapan dengan Arumi yang sedang membaca sebuah majalah. Arumi mengangkat alisnya.
"Nanya apa?"
"Apa Mami tau kalau Asha dan Keenan hilang?" Angga bertanya sambil memperhatikan perubahan raut wajah Arumi, yang nampak terlihat lega sesaat. Kemudian menjadi serius.
"Baguslah kalau begitu. Jadi Kamu dan Laura bisa menikah tanpa ada gangguan."
"Maksud Mami apa? Angga tidak akan setuju sampai kapanpun menikah dengan Laura!" Sebelum Arumi bicara, Angga melanjutkan, "Besok bakal aju buktikan Mi, kalau foto-foto itu palsu." Kemudian beranjak pergi dari situ meninggalkan Arumi yang kesal.
Arumi sadar, anaknya yang jenius itu pastinya punya banyak cara untuk menghindar dari tanggung jawab. Segera ia menelepon seseorang.
"Kita harus bergerak cepat," ucapnya setelah telepon diangkat.
***
Segera Angga menghubungi Jon untuk janji bertemu di rumah Asha, dia katakan mungkin ada petunjuk di sana. Dikirimkannya alamat rumah Asha.
Marisa yang menyambut kedatangan Angga saat dia tiba. Haryanto sendiri sudah berangkat bekerja.
Haryanto sudah memberitahukannya bahwa Angga ke rumah untuk melihat telepon genggam yang pernah Angga berikan pada Asha. Jadi ketika Angga datang, Marisa langsung memberikan telepon itu.
Angga menghela napas. Pantas saja Asha sulit dihubungi ternyata teleponnya sengaja ditinggalkan dalam keadaan mati. Dinyalakannya telepon itu. Beberapa saat muncullah sebuah catatan yang sepertinya sengaja Asha atur agar langsung terlihat kala ada yang menyalakan teleponnya.
[Aku pergi. Mohon maaf tidak mengabarimu terlebih dahulu. Ini yang terbaik. Aku khawatir jika Kamu tahu, hatiku takkan rela meninggalkan kalian.
Maafkan aku Angga. Takdir yang mempertemukan kita dahulu, dan takdir pula yang memisahkan kita kemudian. Jangan tunggu aku. Menikahlah. Dan berbahagialah dengan wanita pilihan orangtuamu.
Aku sudah tahu semuanya. Tolong bantu aju untuk terakhir kali, jaga kedua orangtuaku.]
Angga mengusap wajahnya kasar dan menghela napas. Ashanya tidak hilang. Dia memang sengaja pergi untuk menjauhinya. Semakin yakin kalau Arumi ada di balik rencana kepergian Asha.
Telepon genggam itu diserahkannya pada Jon, untuk diperiksa lebih lanjut. Kemudian Angga berpamitan.
***
Dari beberapa pemeriksaan yang Jon lakukan, seperti beberapa pakaian Asha dan Keenan yang raib, juga surat-surat berharga miliknya, seperti KTP, Akta Lahir, Ijazah. Asha sepertinya memang berencana untuk pergi lama.
"Apa Asha berkata sesuatu sebelum pergi Bu?" Jon yang bertanya seraya mencatat.
"Asha hanya bilang kalau ada wawancara kerja di luar kota dan akan pergi menginap di rumah budenya. Jadi om dan tante mengijinkan."
"Kapan Asha pergi? Di kota mana rumah budenya?"
"Asha dan Keenan berangkat hari Kamis pagi ke kota B. Dari rumah pakai taxi ke bandara, karena papanya gak bisa antar. Tapi"—Marisa menghela napas sejenak—"hingga Sabtu, budenya mengabarkan Asha dan Keenan belum juga tiba. Maka dari itu om dan tante baru ke kantor polisi besoknya." Nada suaranya terdengar sedih.
"Naik apa Asha dan Keenan?"
"Pesawat." Jon dan Angga saling bertukar pandang. Mungkin mereka bisa mengecek manifes pesawat yang Asha gunakan.
***
Mereka berpisah setelah dari rumah Asha. Jon melanjutkan penyelidikannya ke bandara, sementara Angga langsung kembali ke rumahnya untuk mencari Arumi. Kuncinya pasti ada pada Maminya. Dia harus membuat Maminya mengakui hal itu.
Info dari Marisa, sebelum Asha pergi, Arumi maminya Angga sempat datang ke rumah. Tetapi Marisa tidak mengetahui apa saja yang mereka berdua bicarakan. Setelah Arumi pulang, Asha terlihat murung.
Haryanto pulang pada malam hari, Asha kemudian memberitahukan kepada mereka berdua, kalau Asha membatalkan rencana pernikahannya dengan Angga. Dengan alasan belum siap. Dan dia ingin merasakan dunia kerja terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menikah lagi. Beberapa lamaran pekerjaan yang Asha ajukan ada yang memanggilnya untuk wawancara.
"Sebetulnya apa yang terjadi di antara kalian? Sebelumnya Asha terlihat bahagia sekali dengan lamaran Kamu tempo hari." Marisa menatap Angga dengan raut kebingungan.
***