Sudah tiga hari berlalu semenjak kejadian itu dan Amber memutuskan untuk mogok bicara dan menolak menemui Chanyeol dengan alasan ia masih marah. Hal itu membuat Chanyeol semakin merasa tidak enak dengan Amber, terutama dengan Kai.
Tapi Amber berjanji tidak akan membuat kemarahannya terlalu berlarut-larut, toh dia masih sangat mencintai Chanyeol. Kenyataanya, akibat kejadian tiga hari lalu, tak sedikitpun perasaan cinta Amber berkurang untuk Chanyeol. Walau hal tersebut masih membuat Chanyeol kalang kabut. Tapi ia sadar, itu memang kesalahannya dan dia pantas mendapatkan ganjaran atas semua perbuatannya.
Sudah tiga hari juga Kai tinggal di tempat reservasi untuk sementara waktu, ia menggunakan alasan untuk berlibur pada Taemin, dan Taemin mempercayainya. Beruntung, Taemin bukan tipikal orang yang detail terhadap sesuatu.
Chanyeol melihat Kai duduk di atas batu tepi sungai dekat halaman, sambil melempar ranting kecil dan kerikil ketengah sungai. Chanyeol menghampirinya, Kai sempat melirik ketika sosok tinggi itu sampai disampinya tanpa menggubris kedatangannya. Chanyeol duduk di batu ceper yang terbenam kuat di tepi sungai sebelah Kai.
Pemandangan diseberang sungai mengajikan pepohonan yang tumbuh rapat-rapat. Diantara pohon - pohon itu terdapat pohon kesukaan Kris yang paling tinggi disana yang ia tanam bersama istrinya dulu.
"Hei, Kai" Sapa Chanyeol dengan nada mengajak obrol.
Kai hanya menoleh tanpa membalas sepatah katapun.
"Kai, aku benar - benar minta maaf atas kejadian waktu itu, aku pikir tidak ada kata- kata yang sanggup aku ucapkan selain kata maaf" lanjutnya dengan perasaan menyesal yang mendalam.
Kejadian itu sungguh malapetaka, dan Chanyeol sudah merasakan konsekuansinya. Jelas itu bukanlah peristiwa yang ingin mereka berdua ingat-ingat lagi.
Mata Kai hanya berkelebat tidak suka kearah Chanyeol.
"Aku harus menghadapimu dan meminta maaf, karena aku sudah cukup kacau karena dia masih marah denganku, entah sampai kapan ia tidak mau menemuiku" lanjut Chanyeol kalem.
Kai menyeringai "Kau pantas mendapatkan itu, tau" Kai mengatakannya dengan nada seperti sedang menghujat seseorang. Chanyeol tidak menanggapi.
Hampir semenit mereka tida bicara. Suasana sunyi, yang terdengar hanya suara hewan hutan, suara tarikan nafas Chanyeol yang terukur, suara angin yang menyentuh dahan pohon tertinggi dan gemericik air yang mengisi keheningan mereka.
"Aku mau bertanya padamu," tanya Kai memecah kehingan "bagaimana kalau Amber mencintaiku juga?" ujar Kai yang terdengar seperti menantang. Namun ekspresi yang Kai tunjukan tampak tenang dan positif, tak ada secercah pun jejak emosi dalam suaranya.
"Aku sudah tau semuanya dan aku akan melepaskannya"
"Begitu saja? Kau cepat sekali menyerah."
"Kalau itu memang keinginanya aku harus apa? Menyingkirkanmu dari kehidupannya? Aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama seperti yang kuperbuat sebelumnya. Kerena itu akan melukai perasaan Amber, aku tidak bisa melukai perasannya dengan membunuhmu. Walau itu ide yang bagus, sangat menarik," Chanyeol menyeringai.
"Aku akan berusaha menerima keputusannya kalau itu memang pilihan terbaiknya. Walau betapa beratnya itu untukku" lanjut Chanyeol berat dan tampak jengah "tapi aku tidak pernah ragu dengan perasaanya, Kai," Chanyeol menarik nafas lega.
"Tapi aku yakin dia juga mencintaiku, walau tidak sebesar cintanya padamu, dia cuma malu untuk mengungkapkannya"
Chanyeol menarik napas dalam-dalam lalu menerawang menatap tanah yang ia pijak, ada sekelumit rasa khawatir dalam dirinya tentang rivalnya.
"Tapi aku harus bisa menerima kenyataanya bahwa Amber sangat mencintaimu__bukan aku..dan aku hanya teman pelipur laranya...tidak papa.. aku cukup senang kok..aku rela mengorbankan perasaanku untuk kebahagiannya,"
"Tapi kau beruntung dalam satu hal, Chanyeol" lanjut Kai pelan "setidaknya kau sudah tau betapa besar cintanya padamu, yang mungkin aku tidak akan pernah mendapatkan itu darinya"
Chanyeol hanya terdiam menanggapi ucapan Kai, kecanggungan sangat terasa diantara mereka, seolah - olah mereka bicara dari balik tembok baja yang memisahkan mereka.
"Sebenarnya apa sih yang kau pikirin waktu itu, ketika kau meninggalkan Amber? Selain aku membencimu, aku ingin sekali menghabisimu, kau tau berapa kali kau melukai perasaanya?" kini Kai menatap Chanyeol dengan tatapan penuh kebencian.
Chanyeol tertunduk "Aku tidak meninggalkannya, tapi aku ingin melindunginya, karena aku tidak mau dia terluka. Kau sudah lihat sendiri bahaya apa yang bisa mengintai dirinya bila bersamaku. Empat bulan pertama adalah fase tersulit untukku, untuk mengendalikan kemampuan sialan ini. Tapi ternyata aku terlalu lama pergi sampai dia bilang kalau dia cukup bahagia waktu itu, ketika kau berada disisinya, dan hal itu membuatku labil lagi. Aku tau mungkin ini terdengar melebih-lebihkan, tapi memang semenjak itu aku mulai tidak terkendali lagi. Aku cemburu setengah mati dan aku terpaksa mengulang fase tersulit itu dari awal lagi." Curhat Chanyeol sambil meremas - remas tangannya.
"Tapi kau tega telah membuatnya menderita seperti tu? Kau tidak tau kan betapa kacaunya dia ketika kau meninggalkannya"
"Kau pikir aku tidak sama menderitanya?" geram Chanyeol "enam bulan aku tidak berkomunikasi dengannya, itu adalah hal yang paling tidak mau aku ulangi lagi dalam hidupku, selamanya. Tapi, kalau aku boleh jujur, aku senang kau ada disisinya waktu itu dan membuatnya bahagia, setidaknya kau menjaganya dengan baik. Tapi aku tetap tidak dapat menyembunyikan rasa cemburuku. Yang aku pikirkan waktu itu hanya kebahagiannya, aku harus membuang rasa keegoisanku, karena kebahagiannya adalah segala-galanya untukku"
Kai menatap Chanyeol dengan raut tak percaya, Kai tak menyangka Chanyeol sebaik itu, Chanyeol benar - benar sosok yang positif, selama ini ia selalu salah menilai Chanyeol.
"Kau tidak tau betapa bencinya aku menerima ini, dan kenapa harus aku? Aku lebih baik tidak di lahirkan ke dunia bila takdirku menjadi semacam ini, bagiku ini rasanya seperti semacam roh jahat yang di kirim langsung dari neraka untuk menghancurkanku. Apa salahku hingga aku dikutuk seperti ini? Aku sudah cukup merasakan neraka di dunia dan aku akan merasannya juga diakhirat nanti, karena aku telah membunuh orang - orang yang tidak bersalah. Hidupku hancur berantakan karena ini, ini mengubah total hidupku, ini seperti mimpi terburuk dari yang terburuk,"
Kai memperhatikan wajah Chanyeol yang muram dan lemah, Kai yang mendengarkan keluh kesahnya, jadi turut merasakan penderitaan yang Chanyeol alami.
"Tidak ada hal yang menyenangkan yang aku alami setelah aku bertransformasi, selain ketika aku memberitahu jati diriku, dan dia menerima keadaanku," sudut mata Chanyeol membentuk garis senyuman mengingat - ingat masa itu "walau awalnya aku pikir dia sudah sinting atau mengalami gangguan psikis lainnya,"
"Sebenarnya, aku juga tidak mau membuatnya takut, tapi aku juga tidak mau kehilangannya. Aku sering memikirkan ini, untuk merelakannya pergi karena dia takut denganku, kemudian aku mungkin bisa bunuh diri karena aku tidak bisa menerima semua ini, menerima takdir atau hidupku yang seperti ini"
Kai menarik nafas, tidak tahan dengan penderitaan Chanyeol yang memang sangat nyata bila diliat dari sorot matanya.
"Percaya atau tidak, aku sangat iri padamu" Chanyeol menatap Kai dengan tatapan lemah.
Kai mencerna ucapan Chanyeol. "Kenapa kau iri padaku?"
"Aku iri dengan kedekataanmu dengannya. Dia memang pacarku, tapi dia juga berusaha menyempatkan waktunya untukmu. Dari awal aku sudah bisa melihat kalau Kau berharga untuknya, dan aku rasa kau jauh lebih mengenalnya ketimbang aku. Bahkan aku tidak bisa menilai kau berhubungan dengannya dalam taraf yang...aku sendiri bahkan tidak mengerti. Kau seperti bagian darinya."
Kai mendengus dan berpikir dalam benaknya.
Kai dan Amber memang sering bersama. Bahkan selama Chanyeol tidak berada disisinya banyak orang yang bertanya apakah ia berpacaran dengan Amber? Kalau boleh jujur, ketika setiap orang yang bertanya padanya soal itu, Kai ingin sekali menjawab 'Ya, kami berpacaran'. Namun bila ia menjawab demikian, sama saja dia membohongi kenyataan.
Memang benar, Amber satu - satunya yang berada disisi Kai, dan Kai berharap seterusnya akan begitu. Tapi sayangnya, seperti yang pernah Amber ucapkan saat itu 'Yang berada disisimu belum tentu milikmu' seperti itulah Amber menggambarkannya. Sangat dekat, tapi tak tergapai. Dalam hati Kai menambahkan 'mungkin saja hanya belum tergapai'
Begitulah kata-kata Amber yang masih lekat dalam ingatannya. Bahkan Kai berani bertaruh, bertahun-tahun kemudian, ia akan tetap mengingat kata-kata itu bahkan nada suaranya saat mengucapkan kalimat itu. Kata-kata itu akan bercokol dikepalanya seperti kata-kata umum yang sering di gunakan orang-orang seperti 'Gantungkan cita - citamu setinggi langit' atau 'Banyak jalan menuju roma'.
'Oh Amber kau memang kekasih yang tak pernah kumiliki. Kau memori yang harusnya kusimpan dalam botol dan kubuang ke laut....Tapi aku tidak bisa kerena aku mencintaimu.'
"Aku serius dengan ucapanku, Kai. Dan betapa bencinya aku menyadari hal itu?," Chanyeol mulai bicara lagi dan menghamburkan benak Kai.
"Menyadari bahwa kau benar-benar mencintainya, dengan caramu sendiri. Menyadari bahwa kini banyak hal yang bisa kau lakukan yang aku tidak bisa lakukan, setidaknya tanpa harus melukainya. Sungguh aku tidak bisa memperdebatkan hal yang satu itu, dan bisa saja Amber mempertimbangkan perasaannya dan membuatnya berpikir kau lebih baik baginya ketimbang diriku,
"Lagipula kalau boleh jujur," Chanyeol menambahkan sambil tersenyum, seperti menikmati kata - kata yang akan ia ungkapkan "kau lebih cocok dengannya ketimbang cowok lain. Kalau, aku memang harus melepaskannya. Aku punya alasan untuk itu, karena kau dapat menjaganya dengan baik, aku sudah melihatnya sendiri, dan aku sungguh berhutang budi padamu"
Kai buka suara, ketika memastikan Chanyeol berhenti bicara "Kalau kau pergi setahun saja, dan seandainya aku tidak pernah datang kesini, aku jamin ketika kau kembali kau akan melihatku bersanding mesra dengan Amber. Aku sudah merencanakan banyak hal ketika kau tidak ada"
Chanyeol tersenyum lemah.
"Kai, bisakah Kau ceritakan padaku seberapa parah keadaannya waktu itu"
"Untuk apa?" tanya Kai sinis.
"Untuk memastikan bahwa aku benar-benar tidak berguna"
"Parah sekali" desah Kai.
"Ceritakan semuanya padaku. Aku ingin tahu persis, apa yang terjadi ketika aku tidak ada"
Sejenak Kai terdiam, ia berusaha mengumpulkann memori buruk yang Amber alami saat itu. Sementara Chanyeol menunggu.
"Aku tidak pernah melihatnya semenderita itu," Kai memulai lambat-lambat. "bahkan Daniel tidak tahu apa lagi yang harus ia lakukan. Daniel hanya sering mengatakan soal rumah sakit, psikolog, terapi dan sebagainya. Sampai dua bulan pertama Daniel yakin harus membawa Amber ke rumah sakit. Karena dia tidak mau makan, tidak mau keluar dari kamar dan bersikap aneh dikampus. Tak jarang rekan sesama dokter Daniel yang ahli psikologi datang untuk melihat keadaan Amber. Tapi Daniel tidak mengijinkan rekannya untuk menemui Amber, Daniel takut itu akan membuat Amber ketakutan dan marah padanya. Karena Daniel telah berjanji tidak akan membawanya ke orang - orang yang ahli dalam psikoanalisis,
"Awalnya Daniel ingin membawa Amber kembali ke Los Angeles. Karena Daniel tidak akan sanggup membawa Amber ke rumah sakit atau sebangsanya, dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri kalau itu terjadi. Karena hal itu akan membuatnya merasa telah gagal merawatnya dengan baik. Maka dari itu Daniel berharap, bila Amber tinggal di Los Angeles dia akan membaik. Tapi kau pasti bisa menebaknya"
"Amber menolak?"
"Ya, dia keras kepala sekali. Aku kenal Amber, dia itu bukan orang yang senang menyiksa dirinya sendiri seperti itu. Dan dia tidak sadar telah membuat Daniel sangat menderita. Bahkan Daniel pernah cerita, bahwa Amber pernah mengamuk sewaktu ia tau Daniel ingin mengurus perpanjangan pasport dan membeli tiket ke Los Angeles. Lalu keesokan harinya Daniel datang kerumahku untuk bercerita. Aku tidak sanggup melihat orangtua renta yang seorang diri mengurus anak permpuannya yang setengah sakit. Aku tidak tega melihatnya, rasanya Daniel ingin menjerat lehernya sendiri sambil berteriak, apa lagi dia sudah aku anggap seperti Ayahku sendiri,
"Daniel bilang 'Dia bukan anak pemarah, tapi, ya ampun, dia mengamuk habis-habisan. Dia menghamburkan pakaiannya ke mana-mana, membanting barang sambil berteriak-teriak dan tiba-tiba menangis'" Kai meniru suara Daniel yang satu oktaf lebih rendah darinya.
"Bisa kau bayangkan itu? Dan menurutku, itulah titik terburukmya." suara Kai menghilang.
Sulit bagi Chanyeol untuk mendengarnya, cerita Kai lebih seperti sedang mencurahkan isi hati, Chanyeol sadar bahwa gara-gara dia semua orang kesusahan.
"Aku sangat menyesal mendengarnya, Kai, aku merasa seperti orang jahat yang telah merenggut kebahagiannya" ucap Chanyeol, nadanya muram.
"Ya..kau memang jahat." tandas Kai sependapat, nadanya seperti mengajak perang.
"Lalu apa yang Amber lakukan dirumahmu?" desak Chanyeol.
"Jelas aku membuatnya lebih baik, dia kembali rajin masuk kuliah, makan, tidur, dan mengerjakan tugas kuliah. Dia menjawab bila ditanya. Tapi dia tetap kosong. Matanya masih hampa, dan banyak hal kecil yang hilang; dia tidak mau mendengarkan musik lagi, menonton pertandingan basket di TV, jangan kan menonton pertandingan, dia saja tidak mau berlama lama di ruangan yang sama bila TV menyala, dia juga tidak membaca novel lagi seperti kesukaanya. Dia perlahan-lahan menghindari segala sesuatu yang berkaitan denganmu, tapi sayangnya itu semua adalah kebiasaan sehari - harinya, hal itu membuatnya terlihat tidak normal, dan aku tau dia tidak seratus persen membaik,
"Bahkan diminggu pertama dia tinggal dirumahku, kami nyaris tidak berbicara. Karena aku sangat khawatir akan mengatakan hal-hal yang bisa membuatnya sedih. Hal-hal kecil saja bisa membuatnya kalut dan dia tidak pernah memulai pembicaraan. Dia baru menjawab bila ku tanya. Dia lebih sering menyendiri ketimbang ngobrol denganku. Dan aku merasakan apa yang Daniel rasakan, rasanya seperti tinggal dengan mayat hidup. Aku juga sering mendengarnya menjerit dalam tidurnya__menyebut namamu. Aku bergidik ketika melihatnya mengigau seperti itu,"
Mata hitam Kai mulai sendu seolah olah ia melihat hal-hal itu di depan matanya yang sebenarnya tidak ada.
Kai mendesah. "Tiap hari Daniel meneleponku untuk menanyai keadaan Amber, tapi aku terpaksa berbohong tentang keadaanya. Dia memang membaik, tapi tidak banyak berarti, kerena aku tidak mau Daniel khawatir. Apa lagi dia sedang berkonsetrasi untuk kuliah masternya. Amber mungkin bisa mengelabui Daniel, tapi ia tidak berhasil memperdayaku dengan berpura-pura terlihat baik-baik saja. Aku tau apa yang sebenarnya ia rasakan, sedikit pun aku tidak terperdaya,
"Tapi aku senang akhirnya dia normal kembali, aku yang mengobati lukanya, aku yang selalu berada disisinya. Aku yang menyaksikannya sendiri ketika pipinya mulai merona lagi, matanya juga kembali bercahaya. Aku bisa merasakannya, bahwa dia lebih bahagia__bila denganku" sambung Kai, nadanya masih defensif.
Kai terdiam sejenak, dan suaranya berbeda waktu berbicara lagi.
"Walau dia selalu menganggapku sebagai sahabatnya, aku tidak merasa demikian, aku selalu berharap dia menjadi kekasihku. Tapi kurasa mungkin hubungan ini memang tidak bisa lebih daripada itu, bahkan mengarah ke sana pun tidak,"
Kai mencibik dan mengembuskan napas panjang, merasa tidak punya lawan lagi. Chanyeol menunggu Kai bicara lagi, karena ia tau ceritanya belum selesai.
"Awalnya aku pikir tindakannya terlalu melebih-lebihkan. Entahlah, bahkan meskipun aku sudah berada disisinya dan membuatnya lebih baik, sesekali aku masih melihat sesuatu di matanya, dan aku berharap bisa memahami betapa sakit hatinya yang sesungguhnya. Itu sungguh tidak normal, Chanyeol, dan kadang itu__itu membuatku takut. Sama sekali tidak normal. Tidak seperti__ditinggal seseorang, tapi seolah-olah seperti ada yang meninggal, seperti kehilangan seluruh masa depan" Suara Kai pecah. "itu lebih dari sekadar kehilangan seseorang yang merupakan cinta paling sejati dalam hidupnya" Kai melanjutkan ceritanya dengan nada tak berdaya. Chanyeol mendesah sambil mengusap - usap keningnya.
"Aku sampai berpikir, tidak tahu apakah Amber akan benar - benar bisa melupakanmu, dan jawabanya tentu sudah tersirat dimatanya-aku tidak yakin apakah dia bisa pulih dari sesuatu seperti ini. Tapi yang aku tahu, sejak dulu dia selalu konstan dalam segala hal. Dia bukan tipe orang yang mudah melupakan masa lalu atau yang bisa berubah pikiran. Dia adalah orang yang paling konsisten yang pernah aku temui"
"Aku setuju dengan itu," Chanyeol membenarkan dengan suara kering.
"Dan Chanyeol.." Kai ragu-ragu sejenak. "Kau tahu aku sempat senang ketika aku bisa melihat cahaya sesungguhnya dari tatapan Amber. Itu ketika ia bertemu kembali denganmu di tempat ini. Bisa kulihat betapa bahagianya dia bisa bertemu lagi denganmu. Walau saat itu jujur saja aku ingin sekali mematahkan rahangmu, tapi aku senang setidaknya ia bisa pulih kembali, walau itu menghancurkan hati dan harapanku"
"Maaf..." desah Chanyeol.
"Tidak usah meminta maaf. Aku tau hal itu akan tiba, ketika tiba-tiba dia bertemu denganmu lagi secara tidak sengaja. Lalu aku bisa berbuat apa? Aku hanya bisa menunggu dan mengawasainya, bila mungkin sewaktu-waktu kau mau meninggalkannya suatu saat nanti, dan aku akan selalu menunggu di dekat kalian. Lagi pula kan kalian baru merasakan sekali jatuh cinta"
"Kalau begitu isi saja ke kosongnmu untuk mencari perempuan lain, bukan malah memata-matai hubungan kami dan mengharapkan yang tak pasti" ujar Chanyeol singit.
"Sudah aku lakukan, tapi aku tidak bisa menyingkirkan Amber dari kepalaku"
Chanyeol mendelik tidak suka pada Kai. Sesaat sunyi kembali karena mereka sedang menahan ketegangan emosi masing-masing.
"Aku menyangka, ia bisa seburuk itu karena banyak hal yang telah kau renggut darinya"
"Apa maksdumu?" Chanyeol mengerling menatap Kai.
"Jujur saja padaku, Chanyeol. Hanya kita berdua yang tau, dan kita sama - sama laki - laki"
"Aku benar - benar tidak mengerti omonganmu?"
Kai menggeleng - gelengkan kepalanya belagak jijik. Seketika Chanyeol terkesiap.
"AKU BUKAN LAKI - LAKI SEPERTI ITU!" Chanyeol langsung meradang dan bangkit dari duduknya, ia bicara sambil menuding - nuding dirinya sendiri.
"Woo..woo..woo..pull yourself together Johnny Blaze wanna be!" Kai ikut berdiri untuk menenangkan Chanyeol. Kai merasa aneh, karena serasa sedang mendinginkan musuh. Chanyeol duduk kembali begitu juga dengan Kai setelah ia yakin bahwa Chanyeol sudah tenang.
"Jadi...Kau, belum__sejauh itu? Phew...aku tidak percaya akan mengatakan ini, tapi aku rasa..aku mulai menyukaimu. Maaf, kalau selama ini aku selalu berpikir jahat tentangmu, karena kau terlihat seperti bajingan"
Chanyeol berdecak karena tersinggung dengan perkataan Kai.
Kai tertawa canggung "Aku hanya berpikir, jadi__kau nyaris tidak bisa menyentuhnya, bahkan," Kai mendadak berhenti, ia kembali kesal "ketika kau mencumbuinya, kau tidak bisa menahan api itu. Aku tidak mau membayangkannya kalau kalian menikah nanti"
Chanyeol mengerti maksud Kai yang masih mengarah situ "Jelas aku akan menikahinya"
"Lalu bagaimana dengan...."Kai mengatupkan gigi kesal "bulan madu kalian?"
Chanyeol tersenyum sesaat "Sebenarnya, aku belum memikirkannya sampai sejauh itu. Sulit sekali bagiku untuk membicarakan hal itu, tapi Aku tidak akan mengorbankan orang yang aku cintai demi birahiku. Aku tidak mau menyakitinya dengan cara seperti itu"
Selama beberapa detik Kai merasa seperti kanak-kanak lagi-bocah ingusan yang belum mengerti apa - apa. Bocah polos yang berusaha memahami kehidupan yang akan Chanyeol miliki dimasa yang akan datang dengan orang yang ia cintai.
Kesedihan kembali membayang di mata Chanyeol. Sesaat suasana senyap, karena Kai sedang berusaha memahami rencana Chanyeol.
"Maksudmu, seumur hidup__kau... tidak akan melakukan itu, agar dia tetap selamat?"
Chanyeol menyeka keringat didahinya "Aku kira kau tidak mengerti"
"Aku tidak tau di belahan bumi mana yang punya kisah menikah tanpa proses berkembang biak, selain di cerita fiksi. Lalu bagaimana kalau dia ingin bayi?"
"Kita bisa melakukan inseminasi kalau ia ingin bayi atau bisa mengadopsi. Akan selalu banyak jalan untuk itu, atau....dia bisa memiliki anak darimu" jawabnya dengan nada tertekan.
"Apa maksudmu?" Kai menatap Chanyeol dengan tatapan tak mengerti.
"Tapi aku harus memastikan dulu kalau nanti Amber ingin." tambahnya kali ini suaranya seperti tercekat. Sesaat Chanyeol membalas tatapan Kai.
'Apa maksud Chanyeol? Bahwa kalau Amber ingin, ia harus, apa? Memiliki bayi? Dengan ku? Bagaimana? Apakah ia rela melepaskan Amber? Atau maksud Chanyeol mengira Amber tidak akan keberatan bila dirinya dibagi-bagi?'
Suasana sunyi sejenak saat Kai mengulangi pertanyaan itu berkali-kali dalam pikirannya. Ia memilah-milah mana yang Chanyeol maksud. Ekspresi bingung Kai lenyap saat ia memproses kata- kata Chanyeol, ia merasakan mulutnya terbuka lebar saking syoknya ketika ia memahami maksud Chanyeol.
"Apa maksudmu, Yeol? Punya anak dariku? Dari hubungan gelap ku dan dia? Kau sudah gila ya? Kau rela membagi Amber denganku?" mata Kai menyiratkan berjuta-juta pertanyaan yang benar-benar ia tidak mengerti dengan jalan pikiran Chanyeol.
"Ya anggap saja aku membeli benihmu, Aku tidak peduli pada hal lain selain, agar Amber tetap hidup," sergah Chanyeol, tiba-tiba fokus sekarang.
"Itu adalah hal paling sinting yang pernah aku dengar," gerutu Kai.
"Lagi pula dia kan mencintaimu juga"
"Tidak sebesar itu, kau benar-benar sudah sinting ya?"
"Kau sekarang mengerti kan? Kalau pasti ada satu hal yang tidak akan pernah bisa aku berikan untuknya" ujar Chanyeol menyerah.
"Aku tidak bisa memikirkan usul Chanyeol itu. Sungguh keterlaluan. Mustahil. Yang benar saja dia memperlakukan Amber seperti barang pinjaman? Sungguh gila. Tapi sungguh menggoda. Aku tidak mau mempertimbangkan, apa lagi membayangkannya, walau bayangan- bayangan itu pernah datang. Dulu Aku sering berfantasi tentang Amber, bahkan bermimpi, dulu sekali. Tapi aku sadar fantasi itu hanya akan meninggalkan luka bernanah, karena sudah tidak ada kemungkinan lagi untuk benar - benar bisa bersamanya. Waktu itu aku benar-benar lepas kendali, aku tidak bisa menghentikan fantasiku sendiri ketika itu 'Amber dalam pelukanku, ia merengkuhku, mendesah mengucapkan namaku...' Sial, Ternyata aku benar-benar belum bisa membuang fantasiku waktu itu. Yang lebih parah lagi, bayangan itu muncul lagi dalam benakku bahkan lebih liar dari sebelumnya. Ya ampun aku tidak berhak untuk membayangkan hal itu. Kenapa Chanyeol menjejalkannya fantasi itu ke kepalaku sekarang. Fantasi itu kan harusnya sudah aku buang jauh-jauh. Tapi fantasi itu seperti menetap di sana, di pojok bagian pikiranku, yang gelap dan kosong yang mendadak merayap ke bagian terdepan otakku seperti tanaman rembet liar. Namun bayangan lain yang lebih mengejutkanku adalah; Amber yang perutnya membesar, bulat karena mengandung anakku, dari hubungan yang..aku sendiri tidak mengerti apa itu namanya."
Kai berusaha melepaskan diri dari belitan fantasi dalam pikiranku itu, ia menggeleng cepat, seolah-olah gerakan kepalanya yang cepat dapat merontokkan fantasi liar itu dari kepalanya.
"Lebih baik kau serahkan saja Amber padaku! kau pikir dia barang pinjaman? Aku meminjamnya darimu di akhir pekan dan aku kembalikan lagi padamu di hari senin? Dasar gila, aku tersinggung kau mau memperlakukannya seperti itu" nada bicara Kai kali ini lebih tinggi dari sebelumnya.
"Itu kan baru semisal, tapi kau juga pingin kan? Jujur saja jangan munafik" tanya Chanyeol tenang.
"Jelas saja itu tawaran yang__sangat menggiurkan. Tapi aku tidak mau dengan cara pemaksaan begitu, kasihan dia, tega-teganya kau. Aku baru tau ternyata kau ini sinting, heran betul Amber jatuh cinta padamu, jangan kau..." gerutu Kai
"Diam!jangan dilanjutkan pembicaraan ini, aku benci mendengarnya" bentak Chanyeol tiba-tiba.
"Siapa suruh kau membahasnya, kau duluan kan yang mulai" gerutu Kai
"Kau yang pertama memancing-mancing kearah situ"
Kai mendengus "Ternyata kau jauh lebih jujur dari yang aku kira selama ini"
Chanyeol menyeringai "Aku tau ini kedengarannya aneh, ternyata kau tidak begitu buruk, dan aku bersyukur atas kehadiranmu dalam hidupnya"
"Maksudmu 'Walaupun aku sangat membencimu, tapi aku senang karena kau menjaga pacarku dengan baik', begitu kan maksudmu?"
Chanyeol tersenyum lebar sambil menggangguk setuju, mungkin menyakitkan pipinya saking lebarnya.
"Gencatan senjata yang aneh" ujar Kai, dengan nada mengajak damai.
Setelah sekian lama mereka bersaing dan bersitegang akhirnya suasana diantara mereka mulai mencair.