Empat Bulan sudah Amber berada dirumah Kai, namun dilubuk hatinya yang paling dalam ia masih mengharapkan Chanyeol kembali, pikiranya tetap tak bisa lepas dari Chanyeol, semakin ia ingin melupakanya semakin sering ia hadir dalam lamunan dan mimpi Amber.
Tiap hari Amber mengecek email berharap mendapat balasan email dari Chanyeol, dan kabar bagusnya adalah: alamat email Chanyeol sudah aktif kembali, namun fungsinya tidak pernah berubah, tidak pernah ada balasan.
Tiba-tiba Amber memikirkan rumahnya pasti kotor dan tanaman rembet yang biasanya dengan indah menghiasi rumahnya mungkin sekarang sudah nampak seperti rumah hantu dan semoga saja tidak kemalingan.
"Hei Kau mau kemana?" Suara Kai yang mendadak bagaikan suara mistis dalam kesunyian.
"Aku mau pulang ke rumahku dulu Kai, mau beres-beres, rumahku pasti debunya sudah 5 centi, bagus kalau tidak sampai kemalingan"
"Ohh come on Amber! Aku kan sudah bilang, kalau urusan bersih-bersih rumahmu biar pembantuku saja yang membereskannya, mereka kan aku gaji dua kali lipat untuk itu. Lagipula Kau tanggung jawabku sekarang, aku bertanggung jawab atas kebahagianmu selama disini" Amber terdiam mendengar kata-kata yang meluncur dari bibirnya.
Amber hanya menangguk setuju dan mengenyahkan tubuhnya di sofa, sebelah Kai yang sedang memainkan Ipadnya.
"Amber, kita ke Hawaii lagi yuk" ajak Kai semangat.
"Tidak, mulai sekarang aku benci Hawaii, gara gara kau aku nyaris mati tenggelam,dan otakku dipenuhi plankton dan kotoran ikan" alisnya bertaut kesal ketika Amber mengingat kejadian itu
"Oh benar sekali, dan aku tidak mau kena semburan ingusmu lagi, menjijikan" Kai tertawa keras, Amber meringis mengingat itu.
"Tapi sungguh, wajah mu kelihatan konyol sekali, seharusnya aku merekamnya waktu itu, kau harus melihat ekspresimu" Kai terkekeh.
"Diam brengsek!" Amber melotot pada Kai.
Kai kembali tertawa, ia tampak puas menertawakan Amber, namun sejurus kemudian Kai berhenti tertawa dan menatap Amber dengan tatapan polos tanpa dosa "Oke, oke, aku minta maaf" katanya
"Tapi itu memang lucu sekali" lanjutnya lagi meledek.
Amber mendengus "Jangan mulai lagi brengsek!" Amber memukul lengan Kai bertubi-tubi.
"Aduh, Kau jadi perempuan kasar sekali" Kai mengaduh sambil mengusap-usap lenganya.
"Kau duluan yang mulai, rasakan akibatnya"
"Kau memang lebih cocok jadi anggota bikatar" Kai Kembali meledek tapi kali ini Amber menyerah.
"Eh ada film bagus nih, nanti malam nonton yuk" ajak Kai sambil menunjukkan sinopsis film di website kumpulan film pada Ipad miliknya ke hadapan Amber.
"Oh ya, hmmm sudah lama juga aku tidak menonton di bisokop" kata Amber datar, sebenarnya ia ingin mengekspresikannya lebih baik, tapi ia tidak bisa membohongi perasaanya.
"Memang ada film apa?"
"Well, ada film komedi romantis yang mendapat banyak pujian, judulnya...." sebelum Kai menyebutkan judulnya, Amber sudah menyela pembicaraanya dengan nada jengah.
"Umm aku tidak ingin menonton film cinta-cintaan" sahut Amber, kurang bersemangat.
"Oh baiklah," seolah-olah Kai memahami suasana hati Amber, dia langsung mencari film lainnya.
Amber belum begitu pulih untuk tahan menyaksikan film cinta-cintaan. Amber berfikir sepertinya ia akan mengulang fase awalnya lagi yang tidak pernah percaya dengan cinta.
Amber bertaruh pada dirinya sendiri, ia tidak akan sempat mencari kekasih seumur hidupnya, ia mungkin memilih untuk menjadi pejuang wanita sampai umur 50.
"Okay bagimana kalau Pacific Rim, tenang saja itu film scient fiction?"
Amber langsung tertarik pada genrenya "Kedengaranya keren"
'Lebih baik daripada nonton film cinta-cintaan' batin Amber.
***
Sebelum berangkat Amber menatap bayangan dirinya yang rambutnya acak-acakan dicermin, lalu menyisir rambut gelapnya yang berantakan dengan jari.
"Brengsek! kenapa rambut sialan ini tidak pernah menurut padaku, sepertinya aku memang tidak cocok punya rambut, aku harus sering-sering mampir ke Blog militer untuk melihat potongan gundul yang bagus"
Amber jenuh memutar mata dengan geram ketika menatap pada gadis pucat berambut gelap, dengan mata besarnya yang saat ini sedang menautkan alisnya dan menatap balik kearahnya, ia akhirnya menyerah.
Satu-satunya pilihannya untuk menahan rambut bandelnya adalah menahan poninya kesamping dan menyeprotkan hairspray, agar kelihatan setengah rapi.
Amber mengenakan jaket biru navy dengan kaus putih dan jins hitam, ia mengenakan sneaker Louise Vuitton, Sneaker termahal yang ia miliki. Sebelum keluar kamar Amber menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya berusaha agar terlihat rapi.
Mereka sampai di gedung bioskop yang sering Kai datangi, ternyata Studio filmnya penuh untuk jam yang lebih awal, jadi mereka terpaksa menunggu jam berikutnya pada jam 19:45.
Kai mengusulkan untuk makan malam babak kedua, seperti kata-kata yang sering Kai lontarkan ketika belum kenyang, sambil mereka berbincang-bincang untuk memperlambat waktu.
Amber membiarkan Kai yang terus mengoceh tentang preview film-film baru. Masih ada 15 menit lagi sebelum filmnya mulai, mereka sengaja berlama-lama di konter makanan untuk memesan nachos, soft drink dan popcorn berukuran besar.
Mereka masuk ke dalam studio tepat ketika iklan logo rumah produksi berakhir, mereka duduk dibagian tengah kursi penonton, posisi yang paling pas.
Baru film dimulai, monster yang sangat besar itu muncul. Dan monster itu punya nama, Kaiju yang artinya monster raksasa. 'Kai-iju' Amber tertawa dalam hati mendapati nama monster itu seperti nama Kai, walau itu sebenarnya tidak lucu sama sekali.
Baru melihat menit-menit pertama film mata Kai membelalak lebar. Ia sangat mudah terpana oleh efek visual pada film.
Awalnya Amber menyangka tak ada adegan yang bakal membuatnya terusik, yaitu kisah cinta. Namun dipertengahan film Amber mulai muak ketika jagoan di film itu mulai jatuh cinta dan mendiskusikan perasaan mereka dengan ekspresi penuh cinta yang memuakkan dan palsu.
Mendadak Amber ingin sekali menyumpal kupingnya dengan popcorn ketika mendengar percakapan kedua aktor itu.
Selesai dari bioskop mereka memutuskan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu.
Di luar gedung suasana sudah gelap dan lebih sepi. Mereka berjalan di trotoar yang diterangi lampu jalan. Toko-toko kecil yang berjajar di sepanjang jalan sudah tutup semua, etalase-etalasenya gelap gulita.
Di seberang jalan diantara toko yang sudah tutup Amber melihat bar dengan reklame-reklame neon menyala, iklan berbagai merek bir, bersinar di depannya. Reklame terbesar berwarna hijau cerah, bertuliskan nama barnya Neo's.
Pintu kacanya dibiarkan terbuka, bagian dalamnya remang-remang, dan dengungan pelan suara-suara pengunjung dan denting es batu membentur gelas terbawa hingga ke seberang jalan.
Amber berhenti melihat bar itu, sudah sangat lama Amber tidak menginjakkan kaki ke bar. Kai yang memperhatikan disampingnya mendadak was-was.
"Kai kita kesana yuk" ajak Amber, matanya tidak bisa lepas dari bar itu.
Kakinya mengejang saat Amber mengajaknya masuk ke bar itu.
"Apa-apaan ini?" tolak Kai.
"Aku kan belum cukup umur untuk masuk kesana" ia mengingatkan Amber.
Amber tertawa keras "Jadi kau khawatir dengan umurmu ya? Tenang saja Kai, tampangmu seperti umur 27 tahun kok," lirik Amber sekilas "ya sekali-kali kau menyetujui rencanaku"
Kai menggeleng kepala "Daniel pasti akan memarahimu habis-habisan kalau dia tau kau menyelundupkanku masuk ke bar?" Kai bicara dengan nada tak yakin namun penasaran.
"Kalau begitu jangan bilang-bilang, lagi pula kita tidak akan melakukan apa-apa disana hanya minum 2 sampi 4 gelas"
"Tidak. Aku akan bilang pada ayahmu kalau kau telah merenggut keluguanku dan mengorupsi umurku" ancam Kai sambil meledek.
Amber terkikik "Oh ya..? Bagaimana kalau aku ceritakan tentang folder 'xxx' di komputermu..oh..oh jangan lupa majalah dan komik-komik dibawah tumpukan baju kotor juga" ancaman Amber membuat Kai terkesiap dan seketika menunduk malu sambil menggaruk-garuk tengkuknya.
"Kau benar-benar mengacak-acak privasiku" Kai mengerucutkan bibirnya.
"Masa bodo" Amber menarik paksa lengan Kai.
Mereka sampai didalam Bar, Kai kikuk melihat keadaan bar, bau rum menusuk hidungnya. Amber langsung mengajak Kai kemeja bar.
Amber memanggil seorang bartender "Hey..pal Monkey Shoulder and diet cola, please" bartender memberikan segelas wiski dan satu kaleng diet coke kepada Amber.
"Boleh aku meminjam gelas lagi" Bartender itu langsung mengambil gelas dari bawah rak meja bar dan memberikannya ke Amber.
Kai masih celingak celinguk memperhatikan seisi Bar itu. Sementara itu Amber menuangkan Diet coke ke gelas satunya lagi dan memberikanya ke Kai.
"Ini untukmu" Amber menyodorkan segelas Diet coke itu pada Kai.
"Apa ini?" Kai mencium kedalam gelas itu.
"Diet coke, Aku tau kau secupu itu" Amber tersenyum sambil menyesap wiskinya.
"Tidak aku tidak cupu, aku pernah minum vodka dan soju sebelumnya" sergah Kai dengan nada lugu yang dibuat - buat.
"Oh ya?" ujar Amber dengan nada terkejut yang dibuat-buat sambil Amber menuang sebagian wiskinya kegelas Kai.
"Kau memberikanku minuman oplosan?" wajah Kai mengernyit menerimanya.
Lagi-lagi Amber tertawa "Kau tidak akan mati gara-gara minum itu, ayo di minum"
Ragu-ragu Kai meminumnya, ia meminum minuman oplosan itu hingga abis. Amber cekikian melihatnya.
"Ternyata wiski rada pahit ya?" kata Kai polos.
Mereka berdua tertawa, terutama Amber ia tertawa paling keras. Amber yakin efek dari alkoholnya sudah mulai bereaksi diotaknya.
"Kai, pernahkah terpikir olehmu untuk berkencan dengan perempuan?" tanya Amber, kali ini serius.
"Hah?"
"Berkencan dengan perempuan"
"Apa denganmu termasuk?"
"Denganku?"
"Ya sebut saja hari ini kita berkencan"
"Tidak..tidak bukan itu yang aku maksud" sela Amber sambil menenggak gelasnya lagi.
"Lho, memang apa bedanya, kau kan juga perempuan" Sahut Kai.
"Maksudku selama aku mengenalmu, secara teknis aku tidak pernah melihatmu menggandeng perempuan lain" jelas Amber.
Kai setengah melamun memandangi Amber, mulutnya terperanga.
"Kenapa bengong?" Amber melambai lambaikan tanganya ke wajah Kai.
Kai mengangkat bahu "Ah, entahlah," sahut Kai "Itu, tidak pernah terpikir olehku."
"Memang perempuan dikampusmu jelek-jelek? Aku dengar Kau cukup populer dikampusmu"
"Bukan begitu, sepertinya aku sulit membuka hatiku untuk perempuan..." 'lain' lanjut Kai dalam hati.
Amber memicingkan matanya, memandang Kai curiga.
"Aaaaa....Kau homo ya?" Terka Amber sedikit mabuk. "Aku tidak keberatan punya teman homo kok" ledek Amber sambil meletakan gelas wiskinya dan tertawa terkikik-kikik.
"Enak saja, sembarangan kau kalau bicara, aku tidak seperti itu, aku normal" bentak Kai.
"Oh iya juga ya, apa yang ada di folder komputermu sudah cukup menjadi bukti kalau kau normal".
Kai memutar bola matanya ketika Amber minta bartender untuk menambahkan wiski ke gelasnya lagi.
"Kalau kau mau, aku akan mengenalkanmu keteman - temanku, teman-temanku cantik-cantik lho, kau pasti suka" lanjutnya sambil menyesap wiskinya.
"Ternyata diam-diam kau punya profesi sebagai mucikari ya, aku sering mendengarnya di TV, ternyata kau salah satunya ya. Aku tidak keberatan kok punya teman yang suka menjajakkan teman-temannya" Kai meniru kata-kata Amber sambil memandang Amber seolah-olah baru saja terjadi tragedi .
"Chill out! Oh ya, habis ini kita kemana?"
"Kita jalan jalan di Hangang park saja, We got to get out of here, anyway"
Amber tidak mengatakan apa-apa beberapa detik.
"Oke, apa kau cukup kuat untuk berjalan, Kau sepertinya mabuk" Amber memperhatikan Kai dan tingkah lakunya.
Kai berdecak "Speak yourself!"
Amber hanya terkikik.
***
"Wah, indahnya. Sudah lama sekali aku tidak pernah kesini malam hari" Kata Amber.
Kai menjawabnya dengan senyuman sambil memandang ke hamparan lampu-lampu kota di seberang sungai.
Mereka terdiam sejenak, memfokuskan perhatian pada pemandangan malam dan kemerlap lampu di tengah kota. Tangan mereka bertopang di penyangga pagar. Beberapa kali Kai mencuri pandang kearah Amber dari sudut matanya, kemudian tatapanya menerawang.
"Kau suka film tadi?" tanya Kai.
Amber mengangguk dan tersenyum tipis "Ummm lumayan, kau bilang film itu lebih bagus dari pada Transformer dan Godzila, tapi aku pikir masih bagusan Transformer tuh, lalu plotnya juga bagusan Godzila" komentar Amber tentang film yang baru ia tonton tadi.
Kai menganggukan kepala mendengar jawaban Amber."Itu kan kata teman-teman ku, aku kan belum nonton, jadi aku tidak tau. Tapi setelah aku tonton ternyata memang bagusan kedua film itu, aku setuju padamu"
"Lain kali aku saja yang memilih filmnya" saran Amber.
Kai menangguk setuju. Kai merasa pikiranya mulai melayang-layang tidak karuan kerena alkohol, cuaca juga mulai dingin, bibirnya kering karena tidak biasa minum alkohol.
Kai menatap Amber lekat-lekat, lama kelamaan semakin memaku. Secara tidak sadar senyuman manis Kai muncul menghiasi wajahnya. Amber yang melihat itu tanpa sungkan mengaitkan tanganya kelengan Kai. Senyum Kai semakin mengembang dan menarik nafas lega. Perlahan Amber menyandarkan kepalanya ke bahu Kai yang bidang, terasa sangat nyaman.
Udara dingin berhembus menerpa wajah mereka. Amber semakin merapatkan dekapannya ke lengan Kai. Saat itu Amber sadar, hanya Kai yang ia miliki. Tak ada yang lain dan ia tak butuh yang lain, hanya Kai.
Disis lain, hal itu membuat Kai cukup puas dapat berada disisi Amber walau Kai tidak pernah tau apa Amber juga mencintainya, selama ini yang dia tahu hanya cintanya kepada Amber.
Kai tidak pernah tau bagaimana cara Amber memperhatikannya, yang Kai tau hanya caranya memperhatikan Amber.
Kai tidak pernah tau isi hati Amber terhadapnya, dan Amber tidak pernah memberitahukannya pada Kai.
Bila ditanya perempuan idamannya, sejujurnya gadis impian Kai harus baik, punya tubuh yang menarik, rambut panjang bergelombang dan berkulit seputih salju. Amber memang tidak setengahnya dari perempuan yang dia idamkan.
Tapi sebenarnya Amber lebih baik dari gadis yang Kai idamkan, kenapa? Karena dia nyata baginya, dan itu cukup membuatnya jatuh cinta pada Amber.
Kemudian hati Amber mengakui semakin tertarik kepada Kai, namun tetap tidak lebih dari seorang sahabat. Walaupun kerinduannya terhadap Chanyeol terus-menerus menggelisahkannya.