Chereads / Prince, You Are My Happiness / Chapter 3 - Keputusan yang Egois dan Bodoh

Chapter 3 - Keputusan yang Egois dan Bodoh

Malamnya, ketika makan malam aku melihat ada yang berbeda dengan penampilan kakekku. Dia memakai baju ksatria yang belum pernah aku lihat. Well, kakekku walaupun sudah berumur 50 tahunan masih memiliki tubuh yang sehat sehingga memakai baju ksatria pun masih kelihatan gagah dan cocok.

Savire yang melihat raut wajahku penuh dengan tanda tanya menjelaskan dengan senyuman hangatnya bahwa mulai sekarang Sir Frederick (kakek) akan menjadi personal knight (ksatria/pengawal pribadi) yang selalu berada di sisi tuannya dan melindunginya) aku. Ini merupakan permintaan kakekku sendiri hingga dia bisa menemukan ksatria yang lebih layak lagi untuk menggantikannya, dia baru bisa tenang dan pensiun. Sebenarnya dengan begini, aku bisa bersama dengan kakek lebih lama lagi. Jika tidak, mungkin dia sudah diberikan status kehormatan seperti baron (tingkat terakhir dalam pangkat kebangsawan) sebagai tanda kontribusi dan kesetiaan yang telah dia berikan. Akan tetapi dengan begitu kakek harus meninggalkan sisiku.

Ada sisi egois yang muncul dalam hatiku. Aku menginginkan melewati waktu bersama kakek lebih lama lagi sehingga aku pun memilih membiarkan kakek menjadi personal knight-ku, pada hal aku bisa membiarkannya pensiun dan menikmati hari tuanya dalam kehidupan yang bercukupan. Aku terlalu egois… aku benar-benar egois, aku tidak tahu bahwa keegoisan ini berakhir membuat keputusan yang telah kubuat salah telak. Kakek… Kakek meninggal karena aku… aku benar-benar bodoh, aku tidak mengetahui tanggung jawab seorang ksatria begitu berat. Tanggung jawab yang mengharuskan mereka kehilangan nyawa pun harus tetap melindungi tuannya.

Suatu hari ketika aku sudah bosan berasa di castle, aku meminta izin untuk keluar ke kota melihat kehidupan ramai yang ada. Sebenarnya grandpa yang badannya sudah sehat bisa berjalan ingin pergi bersamaku karena dia merasa tidak tenang mengizinkanku pergi sendiri. Akan tetapi, grandpa baru saja sembuh, aku tidak ingin dia kecapekan. Grandpa yang masih khawatir tidak bisa menolak permintaanku yang sederhana ini, terlebih lagi ketika dia melihat tingkah lakuku yang sudah tidak sabar dan menanti persetujuan darinya.

"Duke, tenanglah. Saya akan pergi bersamanya dan melindunginya" ucap kakek Frederick yang juga ingin membuatku bahagia.

"Baiklah, jika ada kamu, saya bisa tenang" ucap grandpa.

"Yeay… terima kasih banyak grandpa…" ucapku sambil berlari kegirangan keluar dari ruangan grandpa dan bersiap-siap untuk keluar dari castle ke kota. Grandpa yang melihatku senang kegirangan ikut ketawa bahagia.

"Duke, apakah akan baik-baik saja membiarkan young lady Angelina ke kota? Kita tidak tahu apakah akan ada bahaya yang menyerang?" ucap Savire yang tampak khawatir.

"Savire, dia adalah seluruh duniaku, orang paling berharga, aku tidak bisa menolak permintaannya apalagi melihat senyuman bahagianya. Perintahkan lebih banyak ksatria lagi untuk melindunginya" ucap Duke Westernburgh.

"Baik, yang mulia Duke" jawab Savire segera mengerjakan perintah dari Duke.

Kami kemudian pergi berjalan ke kota, ramai sekali dipenuhi senyum tawa orang ramai. Udaranya juga selain segar, dipenuhi wangi makanan enak yang dijual. Aku yang melihat semua itu dari jendela kereta kuda, ingin segera turun dan mencoba jajanan makanan yang ada. Banyak sekali mainan lucu yang belum pernah ku lihat sebelumnya, ini membuatku langsung meminta kusir (coachman = pengemudi kereta kuda) memberhentikan kereta kuda agar bisa turun dan menelusuri setiap jalan seru yang ada di kota ini.

Segera setelah menuruni kereta, tak kusangka hampir belasan ksatria ada di belakang kereta kuda khusus untuk mengawalku. Pantas saja aku merasa pandangan mata yang aneh dari orang-orang yang ada di kota. Aku segera membubarkan mereka dan hanya memberikan kakek serta pelayan saja yang menemaniku.

"Tapi my lady, kami tidak bisa meninggalkan Anda begitu saja. Kami harus melindungi Anda" ucap salah satu ksatria yang khawatir dengan keselamatanku.

"Tenang saja, tidak akan ada bahaya. Aku hanya jalan-jalan, lagi pula ada kakekku di sini, dia ksatria yang paling kuat yang pernah ada. Sudah bubar saja" perintahku yang merasa mereka hanya akan mengganggu jalan-jalanku. Aku benar-benar sangat bodoh, aku tidak tahu telah mengambil keputusan yang sangat salah di sini. Para ksatria tentu tidak bubar begitu saja, mereka menjaga jarak dalam melindungiku. Aku pun tidak menghiraukan mereka lagi karena sangat jarang bisa bermain keluar seperti ini.

Aku melanjutkan jalan-jalanku dan membeli banyak jajanan makanan walaupun awalnya pelayan yang datang bersamaku tidak memperbolehkan. Menurutnya ini adalah makanan untuk rakyat jelata (commoner) bukan untuk bangsawan sepertiku. Aku yang masih berumur 7 tahun dan dari desa terpencil pindah ke kota tidak mengerti akan adanya perbedaan kelas yang begitu besar dalam kehidupan sosial masyarakat. Aku hanya ingin menikmati keseruan yang ada di depan mata ini. Walaupun pelayan ini cukup baik padaku, tapi menurutku dia tidak mengerti keinginanku dengan baik.

Aku melanjutkan jalan-jalan soreku yang seru ini. Ditengah kota ada plaza besar bernama Atrium. Disana penuh dengan canda tawa anak kecil bermain dan berlarian seru ke sana kemari. Ada juga beberapa pasang wanita dan pria yang duduk di dekat air mancur yang berada di tengah plaza Atrium. Di atas air mancur itu ada patung singa sebagai lambang kehormatan tanda wilayah Westerburgh.

Aku berlari dengan senangnya mengelilingi air mancur yang besar itu, sangat indah sekali pikirku dalam hati terlebih lagi ditemani langit berwarna merah kejinggaan dan matahari yang sedang terbenam. Apa itu? Tanyaku dalam hati. Sekilas aku melihat sesuatu dari gang itu. Rasa penasaran tinggi memikatku untuk segera berjalan menuju gang itu.

"Oh tidak (kaget melihat apa yang terjadi) Hey kalian, berhenti" ucapku marah setelah melihat ada seorang gadis kecil mungil disiksa oleh beberapa pria. Kakekku segera menghajar mereka dan memberi mereka pelajaran.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyaku dengan sedih. Bagaimana bisa aku tidak sedih, badannya kelihatan kurang gizi, terluka baik tangan maupun kakinya, wajahnya bahkan hancur dipukuli oleh orang-orang tadi.

"My Lady, jangan. Biarkan saya saja yang menyentuhnya" ucap pelayanku memberhentikan aku yang mencoba menyentuh gadis kecil malang yang ada didepan mataku.

"Aaaa… lepaskan aku" aku baru mau menjawab pelayanku, tetapi sudah ada orang asing yang menarik badanku bahkan menutup mulutku.

"Lepaskan… kakek… kakek tolong aku" teriakku ketakutan memberontak orang yang menangkapku ini.

Hiks… Hikss…. Hwaaa huaaa… aku menangis sekuat tenaga… aku tidak ingat dengan jelas apa yang telah terjadi. Para ksatria mulai berdatangan melindungiku melawan orang-orang yang menangkapku. Mereka berpakaian hitam dan menutupi wajah mereka… mereka datang untuk membunuhku. Para ksatria mencoba melindungiku termasuk kakekku, akan tetapi mereka gagal. Mereka semua mati… hanya darah…darah bercucuran depan mataku, badanku, semuanya….

Aku memberontak kepada pembunuh itu, mencoba melepaskan diri. Aku ingin pergi ke tempat kakekku terlentang dengan darah yang bercucuran tapi tetap berusaha membuka matanya melihat ke arahku, ingin melindungiku.

"Aaaa….." teriakku sekuat tenaga mencoba melepaskan diri akan tetapi satu kibasan pedang menebus punggungku, aku terjatuh. Aku bisa merasakan darah keluar dari punggungku, rasa sakit tak tertahankan ini membuat kesadaranku pelan-pelan menghilang.

"Tidakkkkkk…... my lady….." pelayanku yang penuh ketakutan teriak histeris melihatku terkena tebasan pedang dari pembunuh itu, kemudian berlari ke arahku.

Teriakannya membuat kesadaranku kembali. Akan tetapi kesadaran itu justru membuatku melihat hal yang kejam lagi, karena pembunuh itu tak berhenti begitu saja, dia membunuh pelayan yang datang ke arahku. Setelah itu dia perlahan jalan ke arahku dan mulai mengangkat pedangnya ke atas untuk melakukan serangan terakhirnya membunuhku.

Kakekku menggunakan tenaga terakhirnya untuk melindungiku. Dia menggunakan badan lemahnya itu segera menutupi badanku dan menerima tusukan pedang tajam pembunuh itu.

"Tidak… tidak… kakek… kakek… Aaaaaa kakekkkk….." ucapku tidak percaya akan kenyataan ini.

"Angelaaa… hidup… hiduplah… bahagia…-------" ucap kakek dengan suara bergemetaran dan sudah tak tahan lagi kemudian berhenti bernafas.

Aku berteriak kencang memanggilnya…. "Tidak… kakek… jangan tinggalkan aku… jangan… jangan… kakek…hikss… kakek… "

"Jangan khawatir, kamu akan menyusulnya sebentar lagi" ucap pembunuh itu yang bersiap melakukan serangan selanjutnya.

Akan tetapi terdengar suara tusukan dari belakang yang menembus pembunuh itu. Gadis malang tadi mengambil pedang ksatria yang sudah meninggal, berlari ke arah pembunuh itu dan membunuhnya. Tak hanya sekali menusuknya, tetapi berkali-kali. Aku hanya melihat sekilas kejadian itu karena aku juga sudah tidak kuat lagi. Aku menutup mataku berpikir bahwa kakekku meninggalkanku, aku juga akan ikut bersama dengannya. Aku akan menemaninya agar dia tidak kesepian, aku akan selalu bersamanya.