Kami berjalan bergandengan tangan menuju ruang makan. Pria tua yang duduk dikursi roda itu sekarang tingginya tak beda jauh dariku, dan dia tidak mau melepaskan tangannya dariku. Aku yang merasa simpati kepadanya, sebenarnya tidak masalah bergandengan dengan tangannya ke ruang makan, hanya saja kakekku tampak sedih walaupun dia memberikanku senyuman tanda memperbolehkan aku dan pria tua ini bergandengan tangan.
Ketika kami sampai dan pintu ruangan makan pun dibuka, 'woaw' itulah kata yang muncul dalam pikiranku. Ruangannya sangat luas, megah dan indah. Meja makannya berbentuk persegi panjang yang sangat panjang lebih dari 5 meter kurasa, sudah gitu dihiasi bunga yang tertata indah dengan vasnya. Belum lagi ketika kami duduk dan melihat makanan yang disajikannya, ada daging steak, soup, salad sayur, buah dan lain sebagainya. Semua makanannya dihidangkan dengan teknik plating yang luar biasa indah, melihatnya saja sudah cukup membuatku tahu rasanya pasti sangat lezat. Bahkan ada lebih dari 10 pelayan wanita yang berdiri di samping siap melayani kami semua.
Walaupun makanan ini enak, tapi ada yang membuatku merasa aneh. Jarak aku duduk dengan pria tua itu jauh sekali, ujung ke ujung, mungkin ini etika dalam rumah ini, cuma aku merasa sangat aneh, mau berbincang pun susah. Dulu ketika aku bersama kakekku, kita selalu makan bersama dengan jarak yang dekat sehingga kita bisa saling berbagi makanan yang enak. Hmm… bukan hanya itu saja, tetapi kakekku juga tidak duduk makan, dia berdiri disamping dengan Savire, hanya aku dan pria tua itu yang duduk dan disajikan makanan.
"Makanlah, coba cicipi apakah sesuai dengan seleramu?" ucap pria tua itu dengan suara sakitnya yang masih lemas dan kecil.
Aku hanya memandanginya karena aku tidak begitu kedengaran apa yang dikatakannya dengan jarak yang begitu jauh. Aku terdiam sebentar sambil memandangi raut wajah mereka yang tampak kebingungan dan gelisah. Aku mengambil keputusan untuk turun dari bangku dan berjalan menuju pria tua itu.
"Apakah aku boleh duduk disini?" tanyaku sambil menunjukkan posisi tempat duduk yang aku inginkan, yaitu di samping kanannya persis, dengan begitu kita bisa menikmati makanan ini bersama, pikirku.
"Ya… tentu saja boleh, Savire segera kerjakan" jawab pria tua itu dan segera memerintahkan Savire memindahkan kursi serta makananku ke samping pria tua ini.
"Hmm… (gelisah) oh ya… apa tidak ada tempat untuk kakekku duduk? Bukankah kita akan makan bersama?" tanyaku gelisah karena aku ingin makan bersama dengan kakekku juga. Mereka tidak langsung memberikanku jawaban, hanya memunculkan raut wajah mereka yang kebingungan tidak tahu bagaimana menjawabku.
"Angela, tidak apa-apa kakek sudah makan, cepatlah duduk dan makan" ucap kakekku sambil menghampiriku dan mempersilahkan aku duduk dikursi yang sudah dipindahkan tadi. Dia menjawab pertanyaanku yang tak bisa dijawab oleh pria tua dan Savire. Mendengar jawabannya membuatku sedih karena tidak bisa menikmati makanan yang begitu lezatnya dengan dia.
"Tidak apa-apa, makanlah. Kakek akan berada dibelakangmu selalu." ucap kakekku menenangkanku agar menikmati makanan yang ada.
Aku membalasnya dengan senyuman dan menikmati makanan ini. Raut wajah gelisah pria tua yang ada disampingku perlahan-lahan menghilang menjadi raut wajah tersenyum. Dia tampaknya senang melihatku begitu menikmati makanan yang ada. Tidak bisa kupungkiri, aku belum pernah makan makanan seenak ini seumur hidupku.
"Umm… nyamm… enak sekali. Yang memasaknya jago sekali, dia pasti menaruh perasaan ke dalam makanan ini sehingga begitu enak" ucapku sambil mengagumi makanan yang masuk kemulutku.
"Savire, berikan reward kepada koki hari ini" perintah pria itu sambil tersenyum bahagia dan tak sedikit pun dia melepaskan pandangan matanya dariku.
"Makanlah yang banyak, jika kurang bisa tambah" ucap pria tua itu kepadaku dengan mata biru bercahayanya yang sama denganku.
"Hehe… terima kasih. Anda juga, makanlah yang banyak" ucapku dengan girang. Akan tetapi tampak wajah sedih dan kecewa dari pria tua ini, pada hal tadinya aku melihat dia senang. Ya aku tidak mengerti kenapa dia tiba-tiba sedih waktu itu, aku terlalu sibuk menikmati makanan ini.
'Kenyang sekali' pikirku dalam hati, sudah lama tidak makan sebanyak ini dan makanan seenak ini. Setelah berdiri dari kursi ini, pria tua itu mengajakku jalan-jalan di taman rumahnya. Aku hanya menatap kakekku seakan menunggu izin darinya apakah boleh atau tidak. Dia hanya menganggukkan kepalanya mengizinkan aku pergi jalan-jalan bersama pria tua ini.
"Woahhh… luas sekali tamannya, indah sekali… tapi akan lebih indah jika ada bunga mawar, pasti akan cantik sekali" ucapku kegirangan sambil berlari ke sana kemari.
Pria tua yang mendengarkan ucapanku ini segera memerintahkan Savire untuk mengubah konsep taman kastilnya ini menjadi indah dihiasi berbagai jenis macam bunga mawar. Aku sama sekali tak menyadari hal ini saat itu. Ketika waktu aku menyadarinya, aku sudah menyesal akan perbuatanku terhadap pria tua yang ada dihadapanku ini.
Ketika sudah mengelilingi taman, kami duduk istirahat dibangku taman. Pria tua itu mulai memandangiku dengan mata biru indahnya sambil memegang tanganku.
"Angelina, apakah kamu menyukai kastil ini" tanya pria tua itu.
"(senyum) Namaku bukan Angelina, tapi Angela hehe… Iya, aku sangat menyukai kastil ini, tidak hanya bangunannya yang luas dan mewah, tapi tamannya juga indah dan makanannya enak-enak. Aku juga punya kamar yang luas dan puluhan gaun yang indah" jawabku membetulkan namaku dan mengungkapkan betapa senangnya aku dengan semua yang ada di kastil ini.
Mendengarkan jawabanku membuatnya sedih sekaligus senang. Savire yang berada di sisinya juga tampak murung mendengar jawabanku. Mungkin itu jugalah yang membuatnya berani mengungkapkan kebenaran ini.
"My lady, nama Anda bukanlah Angela, tapi Angelina Westernburgh, Anda adalah cucu perempuan satu-satunya Duke Westernburgh, bangsawan terhormat yang ada di depan Anda ini. Anda bukanlah gadis kecil dari desa terpencil, Anda adalah tuan putri kecil kesayangan dari keluarga Westernburgh. Sudah 7 tahun Anda terpisahkan dari keluarga kandung Anda, tidakkah Anda senang bisa bertemu keluarga kandung Anda sekarang, terutama Duke Westernburgh?" ungkap Savire dengan nada yang begitu pedih dan perasaan sedih yang tampak dari wajah tuanya itu.
"Tapi… tapi aku sudah punya kakek dan dia satu-satunya keluargaku" ucapku yang waktu itu masih kebingungan dengan kenyataan yang tiba-tiba datang menerpaku.
"Orang yang Anda panggil kakek, dia adalah salah satu ksatria setia Duke Westernburgh yang menyelematkan Anda dari malapetaka yang merenggut nyawa kedua orang tua Anda 7 tahun lalu. Hanya Anda yang selamat dari assassin (pembunuh kelas atas) waktu itu. Orang tua Anda mengorbankan nyawa mereka berdua untuk melindungi Anda agar lolos dari para assassin itu…" ucap Savire terbata-bata sambil menangis, mengeluarkan isi hatinya yang sudah tak tertahankan dengan rasa pedih dan sakit yang terpendam selama ini.
Duke Westernburgh, kakek kandungku yang baru aku temui setelah 7 tahun lamanya, hanya terdiam dengan mata biru berkaca-kaca, perlahan-lahan air mata menetes wajahnya. Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa menghadapi kenyataan ini, yang aku tahu waktu itu aku hanyalah gadis desa, darah bangsawan, pangkat atau pun title tidaklah penting dimataku.
Perlahan Duke Westernburgh mulai menyentuk wajah mungilku dengan tangannya. Aku bisa merasakan hangatnya tangan dia dan tatapan dia yang penuh kerinduan. Entah terbawa suasana ataukah memang aku merasakan kontak batin dengannya, mataku juga mulai berkaca-kaca. Ada rasa lega yang sekilas menghampiriku, mungkinkah karena aku mengetahui bahwa selain kakekku, aku masih mempunyai keluarga yang begitu menyayangiku?
Momen itu penuh haru dan senyuman lega melepas kerinduan yang begitu panjang. Setelah sesaat, Duke Westernburgh mengajakku ke satu ruangan di dalam kastilnya. Ketika memasuki ruangan itu, ada lukisan besar didinding yang tertutupi kain. Duke menyuruh Savire membuka lukisan itu. Betapa kagetnya aku melihat wajah-wajah yang ada didalam lukisan itu. Tak hanya wajah Duke Westernburgh yang ada didalamnya, tetapi ada dua wajah lainnya dan satu kursi kosong di depannya. Wanita yang di dalam lukisan itu sangatlah cantik, dia memiliki rambut pirang bergelombang yang sama denganku, mata birunya juga sama denganku sangatlah indah. Bentuk matanya, hidungnya bahkan bibirnya… aku tak percaya, mirip sekali denganku.
"Mereka adalah kedua orangtuamu yang selalu mencintaimu walaupun sudah tidak ada di dunia ini" ucap Duke Westernburgh dengan nada yang begitu pedih kehilangan putri dan menantu kesayangannya.
Aku menatap lukisan itu dengan dalam, memandangi wajah kedua orang yang ada didalamnya. Pria yang ada di dalam lukisan itu sangatlah tampan, gagah dan berkharisma. Dia juga memiliki rambut pirang dan mata biru yang sama denganku. Anehnya, perasaan menggelitik muncul di hati ini dan membuat air mataku juga turun ke wajahku tanpa kusadari. 'Aku… aku memiliki orang tua, aku memiliki papa dan mama. Tak hanya itu mereka sangatlah menyayangi, bahkan di saat terakhir mereka pun masih melindungiku' pikirku dalam hati. Ini juga lah yang membuat air mataku tak tertahan lagi untuk jatuh menetes ke bawah.
Aku memandang Duke dengan kedua mataku yang sedah bersedih dan kata itu pun keluar dari hatiku yang terdalam "grandfather…" panggilku ke Duke Westernburgh yang sebelumnya ku anggap orang asing, kini dialah satu-satunya keluarga kandungku yang tersisa.
"Ohh,,, cucuku… cucu kesayanganku" ucap grandfather sambil membuka tangannya menandakan agar aku bisa memeluknya segera.
Aku berlari ke dalam pelukannya. Pelukannya berbeda dengan kakekku, yang bisa kurasakan dari pelukannya adalah kehangatan dan kerinduan yang mendalam. Sedikit demi sedikit aku bisa merasakan kasih sayang dari pria tua yang ada di depanku ini, dari kakek kandungku ini.