****
Hari sudah semakin sore. Cahaya matahari mulai terasa redup. Cahaya silaunya berganti menjadi sebuah sinar indah berwarna Jingga.
"Dara! panggil adikmu untuk makan," pinta mamanya
"Iya mam," jawab Dara.
Dara Clarissa Disastra. Gadis cantik dengan rambut panjang, gadis yang merupakan kakak perempuan Senja. Namun keduanya memiliki sifat yang sangat bertolak belakang.
Dara pun segera menuju kamar Senja. Sesampainya di sana, ia melihat adiknya yang sedang memakai sepatu.
"Mau kemana?" tanya Dara pada Senja yang sudah terlihat siap dengan mengenakan kaus lengan panjang dan rok selutut, tak lupa dengan sepatu.
"Mau pergi jalan-jalan sore," jawab Senja masih pokus mengikat tali sepatunya.
"Kau tidak makan dulu?" tanya Dara.
"Nanti saja. Sekalian makan malam," jawab Senja.
"Ck! tapi kau belum makan semenjak pulang sekolah," ucap Dara yang khawatir dengan adiknya.
"Aku tidak lapar," jawab singkat Senja setelah selesai mengikat tali sepatunya.
"Aku pergi dulu." Senja beranjak keluar kamar mendahului Kakanya.
"Senja! kamu mau kemana?" tanya mamanya dari dapur.
"Keluar sebentar," jawab Senja, lalu melanjutkan langkahnya.
"Selalu saja begitu," gerutu mamanya.
****
Senja melangkahkan kakinya berjalan mengitari taman, dibawah pepohonan besar yang rindang, udara yang sejuk dan orang-orang yang berlalu lalang.
"Huf!! segarnya," lirih Senja menikmati sejuknya angin sore.
Saat Senja tengah menikmati suasana sore di taman, tiba-tiba sebuah teriakan yang memanggil namanya menggema begitu jelas di telinganya.
"Senja!!" panggil seseorang dari arah belakang.
Sontak hal itu membuat Senja langsung berbalik, dan betapa terkejutnya Senja kala melihat seseorang yang memanggilnya.
"Arka," lirih Senja menatap seorang laki-laki tampan yang berlari kearahnya.
"Kenapa kau sendiri?" tanya Arka.
Senja terkekeh mendengar pertanyaan yang di lontarkan Arka padanya itu. "Bukan hal yang aneh jika aku sendiri," jawab Senja.
"Senja ayolah! Dara tadi menelpon, katanya kau keluar rumah dalam keadaan perut kosong," ucap Arka.
"Apa pedulimu?" ketus Senja.
"Berhentilah bersikap egois, kakakmu menghawatirkanmu," ucap Arka lagi.
Senja menatap Arka dengan tatapan pilu, "Apa karna Kak Dara kau menemuiku?" batin Senja.
"Pergilah. Kau hanya membuang-buang waktu jika datang hanya untuk membujukku pulang," ucap Senja dengan hati yang teriris.
"Jika kau tidak mau pulang, ayo kita makan bersama." Arka menarik tangan Senja. Namun Senja malah menepisnya.
"Aku tidak lapar. Kau bilang saja pada kak Dara, aku akan pulang nanti. Lagi pula jika aku lapar, aku bisa makan sendiri." Senja berjalan meninggalkan Arka.
"Senja ayolah. Kakakmu benar-benar khawatir," bujuk Arka sembari mengejar Senja.
"Berhenti membujuk 'ku." Senja menghentikan langkahnya dan menatap Arka.
"Bisakah, hanya sekali saja kau berlaku perhatian bukan karena permintaan orang lain, tapi dari hatimu. jangan buatku membenci Kak Dara karan semua orang peduli padanya, namun denganku tidak," ucap Senja yang mulai meneteskan air mata.
"Senja!! aku peduli padamu, jangan berpikir seperti itu," lirih Arka dan meraih tangan Senja
"BOHONG!!" Senja mengehempas kasar tangan Arka, dan berlari meninggalkan Arka sendiri.
"Senja!" panggil Arka.
Arka menghela nafas gusar. Saat ini ia hanya mampu menatap kepergian Senja. Ingin ia mengejar, namun Arka tau betul seperti apa Senja. Sekeras apa hatinya ketika sedang marah.
"Andai kau tau. Aku menyayangimu tulus dari hatiku," gumam Arka.
****
Senja berlari menyusuri jalan kecil dibawah pepohonan. Air matanya mengalir, dan sesekali ia mengusap kasar air matanya. Dari arah yang berlawanan, terlihat seseorang yang mengayuh sepedanya dengan santai.
BRUK!!
Keduanya bertabrakan karna sama-sama muncul tak terduga dari arah yang berlawanan.
"Akhh!" ringis Senja yang terjatuh.
"Ah. lututku," lirihnya lagi, seraya menatap lututnya yang lecet. Seketika darah segar mulai mengalir dari sana.
"Kau tidak apa-apakan?" tanya seseorang itu yang ikut duduk di depan Senja yang terjatuh.
"Kau terluka. Sini biarku bantu." Ia meraih lengan Senja. Saat ia hendak membantu Senja berdiri. Dengan sangat angkuh Senja menepis tangannya.
"Aku bisa sendiri," ucap Senja menatap kearah orang tersebut, dan...
"Kau?" kaget orang itu kala melihat wajah Senja.
"Kau kan gadis yang membuang bolaku waktu itu," ucapnya kaget.
Ternyata, orang yang menabrak Senja adalah siswa yang tempo hari pernah adu mulut dengannya. Siswa pemilik bola basket yang Senja buang.
"Aits!. Dasar sialan. 'Kau selalu saja membawa sial," gerutu Senja.
"Siapa suruh 'kau berlari dan tak memperhatikan jalan," kesalnya pada senja.
"Terserah kau saja," cuek Senja sembari berusaha berdiri dalam keadaan lutut yang terluka.
"Sudah sini, biar 'ku bantu." Ia kembali meraih lengan Senja untuk membantunya berdiri. Setelah itu ia menuntun Senja ke sebuah kursi kayu yang ada di taman itu.
"Tunggu disini. Aku akan segera kembali." Ia kemudian pergi meninggalkan Senja sendiri di sana.
Tak butuh waktu lama, ia pun kembali dengan membawa obat merah, kapas dan juga perban. Ia kemudian duduk berlutut dan mengobati luka yang ada di lutut Senja, dan terakhir melilitnya dengan perban yang tadi ia bawa.
"Terimakasih," lirih Senja.
"Wow! Gadis sepertimu ternyata bisa berterimakasih," ledeknya.
"Kalau tidak mau ya sudah. Aku tarik kembali ucapanku," kesal Senja.
"Ah! Tidak ... tidak. Aku terima kok," ucapnya segera.
"Oh ya! Kita kan satu sekolah. Tapi kenapa yah, kau jarang terlihat?" tanyanya pada Senja.
"Sekolah kita kan luas. Mungkin 'kau nyelip di semak-semak. Itu sebabnya kita tidak pernah bertemu," ledek Senja.
"Enak saja," kesalnya tidak terima dengan ledekan Senja.
"Kenalkan. Nama 'ku Alendra. Aku siswa kelas tiga IPA +A, dan kau?" ucapnya memeprkenal-kan diri.
"Senja," jawab senja dengan singkat.
"Wow! nama yang cantik, untuk seorang gadis jutek," ucap Alendra.
"Aits!" Senja mengangkat tangannya hendak memukul kepala Alendra, namun Alendra lebih dulu menangkapnya.
"Aku lebih tua darimu. Jangan main pukul-pukul," ucap Alendra.
"Menyebalkan," gerutu senja, dan menarik tangannya dengan cepat. Sedangkan Alendra hanya tertawa pelan.
Alendra Wage Brawijaya. Salah satu siswa terpopuler di sekolah. Ia juga menyandang gelar sebagi kapten basket terbaik di sekolah. Jadi tidak heran, jika banyak siswi yang mendambakan sosok Alendra sebagai kekasih mereka.
"Ini sudah sangat sore. Apa kau tidak mau pulang? Kalau mau pulang biar aku antar," ucap Alendra menawarkan Senja untuk pulang bersama.
"Naik sepeda?" tanya Senja sedikit ragu.
"Iyalah. Ya kali harus pulang ambil mobil dulu. Yang ada keburu malem," jawab Alendra.
"Hmm!" Senja hanya menjawab dengan dehaman.
"Ya sudah Ayo." Alendra menarik lengan Senja untuk berdiri, dan naik ke atas sepedanya.
"Kau duduk di depan saja. Kakimu masih sakit, jadi aku yakin 'kau tidak sanggup berdiri," ucap Alendra sembari mempersilahkan Senja duduk di depannya.
Dengan perasaan yang sedikit ragu. Senja duduk di depan Alendra.
Alendra pun mulai mengayuh sepedanya melewati jalan kecil di bawah pepohonan besar. Pepohonan yang penuh dengan bunga, dan tak khayal, banyak juga bunga dari pepohonan yang berjatuhan.
Sesekali Senja melirik kearah Alendra yang terlihat begitu fokus kedepan.
Tanpa di sadari. Seseorang sedang mengamati keduanya. "Berani sekali dia mendekati Alendra," kesalnya sembari memukul pelan batang pohon yang ada di dekatnya.
"Akan aku buat 'kau menyesal," gumamanya lagi.