Chapter 8 - Hati Yang Menjebak

***

Senja berlari masuk kedalam kamarnya, tanpa memperdulikan mamanya yang berada di dapur.

Tak butuh waktu lama, Senja kembali keluar dan sudah berganti pakaian.

"Mau kemana?" tanya mamanya dari dapur.

"Keluar sebentar," jawab Senja tanpa menoleh. Ia terus berjalan keluar rumahnya.

"Kapan anak itu bisa berubah," gerutu mamanya menatap Senja yang keluar dari rumah.

"Ayo," ucap Senja dan langsung naik keatas motor Alendra.

"Wow! Cepat sekali," kaget Alendra.

"Sudah jangan banyak bicara. Ayo cepat," ucap Senja.

"Baiklah." Seakan tidak ingin berdebat. Alendra langsung menjalankan motornya dan pergi dari rumah Senja menuju sekolah.

"Apa kau tidak pulang dulu?" tanya Senja.

"Tidak," jawab Alendra singkat.

"Oh!" lirih Senja cuek.

****

"Bara tunggu!" panggil Dara pada pria tanpa bertubuh kekar itu. Namun seakan tuli, ia terus berjalan tanpa memperdulikan Dara yang terus mengejarnya.

"Bara! Ada apa denganmu?" tanya Dara yang ikut mempercepat langkahnya agar bisa mensejajarkan langkahnya dengan Bara.

"Bar .... Akhh!" saat Dara mengejar Bara. Tanpa sengaja kakinya menyenggol kaki yang satunya, hingga membuat ia tersandung dan terjatuh.

"Dara!" Bara segera berbalik dan membantu Dara yang terjatuh.

"Lain kali hati-hati. Kalau jalan itu pelan-pelan. Lihat lututumu berdarah," ucap Bara sembari membantu Dara, dan meniupi lutut Dara yang sedit tergores dan mengeluarkan darah.

Dara hanya tersenyum sembari memperhatikan perlakuan Bara terhadapnya.

"Mengapa kau menghindar? Apa aku ada salah?" lirih Dara bertanya pada Bara.

Bara menghela nafas pelan, "Kau tidak salah. Tetapi perasaanku inilah yang salah," lirih Bara.

"Maksud kau apa?" tanya Dara.

"Sudah luapakan. Ayo aku bantu kau berdiri." Bukannya menjawab. Bara malah dengan sengaja mengalihkan pembicaraan.

Dara berdiri secara perlahan di bantu oleh Bara.

"Kau belum menjawab pertanyaanku," lirih Dara.

"Itu tidak penting. Oh! Ya aku harus pergi. Aku ada latihan," ucap Bara dan langsung pergi meninggalkan Dara dengan sejuta tanda tanya.

"Seperti ada yang di sembunyikan," gumam Dara sembari terus menatap Bara yang semakin jauh.

****

Alendra memarkirkan motornya tepat di parkiran dekat lapangan basket. Keduanya pun turun dan berjalan ke lapangan basket.

Senja mengambil tempat duduk di pinggir lapangan, sedangkan Alendra pergi sebentar untuk berganti pakaian.

Lima menit waktu yang di butuhkan Alendra untuk mengganti pakaian menggunakan seragam basket. Alendra kemudian mengambil bola basket dan mulai berlatih.

"Di mana yang lain?" tanya Senja karna ia tidak melihat teman satu tim Alendra.

"Nanti juga mereka datang," jawab Alendra tanpa menoleh ke arah Senja. Ia tetap fokus pada bola basket yang sedang di mainkannya.

"Ya ya ya," lirih Senja malas.

Alendra menghentikan permainannya, kemudian menatap Senja yang nampak terpaksa ikut dengannya.

"Hey! Dari pada kau melamun tidak jelas. Mending ikut bermain dengaku," ajak Alendra.

"Tidak," tolak Senja singkat.

Alendra berjalan mendekati Senja, lalu menarik paksa tangannya dan membawanya ke tengah lapangan basket.

"Sudah aku katakan, aku tidak mau," berontak Senja, namun Alendra sama sekali tidak memperdulikannya.

"Apa kau takut?" ledek Alendra.

"Takut apa?" tanya Senja.

"Takut ketahuan payah dalam bermain basket," ucap Alendra.

"Akan aku buktikan jika aku bisa, meski aku bukan pemain basket," ucap Senja kesal dan langsung merampas bola basket itu dari tangan Alendra.

Senja mulai memainkan bola basket itu, namun saat ia hendak memasukkan bola kedalam keranjang, Alendra dengan cepat berhasil merebut bola itu dari tangan Senja.

"Apa kemampuanmu cuma segitu?" Alendra meremeh kan.

Senja menatap Alendra nyalang. Senja pun berjalan mendekati Alendra untuk merebut bola itu, namun tanpa di ketahui, ikat tali sepatu miliknya terlepas, dan saat itu juga Senja tanpa sengaja menginjaknya.

Senja menutup matanya kala tubuhnya kehilangan keseimbangan.

"Mengapa tidak sakit," batin Senja saat merasakan tubuhnya terasa melayang.

Perlahan Senja membuka matanya. Betapa terkejutnya ia kala menatap wajah Alendra yang cukup dekat dengannya. Di tambah lagi, kedua tangan Alendra yang melingkar di pinggangnya.

Terjadi kontak mata yang cukup lama antara keduanya. Keduanya sama-sama terhanyut dalam lamunan.

"Apa yang kalian lakukan?"

Sebuah suara berhasil mengejutkan keduanya, dan dengan cepat keduanya pun segera membenarkan posisi masing-masing.

"Sejak kapan kalian di sini?" tanya Alendra kepada teman-temannya.

"Baru saja, dan langsung di suguhkan adegan romantis tadi," ucap salah satu teman Alendra dengan senyum meledeknya.

"Tadi itu hanya kecelakaan," ucap Alendra membela diri.

"Kalau begitu, aku tunggu di sana saja," ucap Senja dan langsung berjalan ke bangku yang ada di pinggir lapangan bakset.

Alendra terus menatap Senja, sampai salah satu temannya menepuk bahunya sembari berkata, "Jangan di lihat terus. Dia tidak akan di gondol kucing kok," ledeknya.

"Kalian apaan sih. Sudah ayo latihan," ucap Alendra mengalihkan pembicaraan.

"Cie! ada yang lagi jatuh cinta," godo salah satu teman Alendra lagi.

"Kalian ini. Ayo latihan," ucap Alendra yang mulai kesal dengan tingkah teman-temannya yang terus meledekinya.

Alendra dan yang lainnya pun mulai berlatih, sedangkan Senja. Ia tetap setia menunggu Alendra hingga selesai latihan.

"Terkadang hati kita sendirilah yang menggali lubang cinta dan luka secara berdampingan, dan hal itulah yang membuat orang ragu untuk melangkah menentukan pilihan," gumam Senja pelan.

"Hati dan logika? Keduanya sama-sama menjebak," lanjut Senja.

***

Hari sudah semakin sore. Alendra langsung mengantar Senja pulang. Setalahnya Alendra langsung berpamitan untuk pulang juga.

Alendra melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Namun di tengah perjalanan, Alendra di cekal oleh segerombolan orang tak di kenal.

Alendra menghentikan lanju motornya karna orang-orang itu berdiri memenuhi jalan, hingga Alendra tidak bisa melewati jalan itu.

"Menyingkirlah. Aku ingin lewat," ucap Alendra. Namun orang-orang itu tidak mau pergi dari sana.

Alendra membukan helm, lalu turun dari motornya, dan dalam waktu yang bersamaan, salah satu di antara mereka menyerang Alendra. Dengan cepat Alendra menghindar, dan tak lupa juga ia melawan.

Akhirnya terjadi perkelahian antara Alendra dan orang-orang itu. Awalnya Alendra berhasil mendominasi perkelahian itu. Namun karan jumlah mereka terbilang cukup banyak, hingga membuat Alendra kewalahan untuk melawannya.

Tak butuh waktu lama. Alendra terjatuh karna kewalahan, dan dengan segera salah satu di antara mereka mendekat hendak menghajar Alendra lagi, dan ...

Bug!

Satu tendangan mendarat di perut orang itu, membuat yang lainnya terkejut. Pasalnya tendangan itu bukan dari Alendra, melainkan seorang pria sebaya Alendra yang tiba-tiba datang dan membantu Alendra.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya lalu membantu Alendra berdiri.

"Tidak. Terimakasih," ucap Alendra lalu berdiri di bantu oleh pria itu.

"Serang mereka," ucap salah satu di anatara mereka yang menyerang Alendra tadi.

Dengan segera mereka pun menyerang Alendra dan pria tadi. Namun kali ini sedikit berbeda, dimana Alendra lebih mudah mengelak dan menyerang karna kehadiran pria yang membantunya.

Benar saja. Tak butuh waktu lama, Alendra dan pria itu berhasil mengalahkan orang-orang itu, dan juga berhasil membuat orang-orang itu berlari.

"Terimakaih atas bantuanmu," ucap Alendra kepada pria itu.

"Tidak masalah. Lagi pula sesama teman kita harus saling membantu," ucap pria itu.

"Kau Alendra kan?" tanya pria itu.

"Dari mana kau tahu namaku?" bingung Alendra menatap pria itu.