***
Senja melangkah kan kakinya menuju kelasnya. Baru beberapa langkah ia berjalan. Seseorang tiba-tiba menariknya.
"Lepas!" Senja menarik paksa tangannya.
"Kapan kau akan berubah? Kakak sudah capek jika harus menasehatimu terus. Kau sudah besar. Sudah seharusnya kau bersikap dewasa," ucap seorang gadis yang tak lain adalah Dara.
Senja tersenyum kecut. "Aku akan berubah jika mereka bisa berhenti mengurusi hidupku."
"Kau jangan dengarkan mereka. Kau juga jangan mudah terpancing emosi," tegur Dara.
"Mereka berbicara di depanku. Jadi bukan salahku, jika mendengarnya. Lagi pula aku tidak emosi. Aku hanya memberi pelajaran pada orang yang hanya bisa menilai orang lain, dan tidak bisa menilai dirinya sendiri." Senja melipat kedua tangannya di dada.
"Senja! Ka-"
"Sudahlah. Kakak urusi saja hidup kakak. Aku bisa menjaga diri," ucap Senja dan berjalan meninggalkan Dara.
"Kakak peduli padamu. Makanya kakak terus berusaha mengingatkanmu," ucap Dara, dan berhasil membuat Senja mengehentikan langkahnya.
Senja memutar sedikit kepalanya kebelakang. "Kakak tidak peduli. Kakak hanya malu memiliki adik yang setiap hari membuat masalah," pungkas Senja dan kembali melanjutkan langkahnya.
"Keras kepala," gerutu Dara sembari terus menatap kepergian adiknya.
****
Senja duduk di bangkunya sembari fokus pada ponselnya.
"Aku mencarimu kemana-mana," ucap seseorang yang baru saja datang dan langsung duduk di kursi yang ada di depan bangku Senja.
Senja melirik kearah orang tersebut. Lalu dengan cueknya, ia kembali fokus pada ponselnya.
"Aiss! Kau tidak mendengarkan 'ku rupanya," kesalnya dan merampas ponsel Senja.
Senja menatap tajam kearah orang itu. "Kembalikan," ucap Senja dengan wajah datarnya sembari mengulurkan tangannya, meminta ponsel miliknya di kembalikan kepadanya.
"Sebut namaku dulu. Baru akan aku kembalikan ponselmu," ucapnya.
"Aku bilang kembalikan!" tegas Senja terus mengulurkan tangannya.
"Memintalah dengan sopan,"
"Aku sedang tidak ingin berdebat. Jadi tolong kembalikan!," tegas Senja.
"Tidak," jawabnya singkat.
Senja mulai kesal di buatnya. Senja bangkit dari posisinya dan berusaha merampas ponsel miliknya. Namun saat ia hendak merampasnya. Kakinya tak sengaja tersandung kaki meja. Alhasil Senja terjatuh. Namun bukan kelantai. Melaikan kedekapan seseorang.
Kontak mata terjadi antar keduanya.
"Apa kau baik-baik saja?"
Tanpa menjawab. Senja langsung bangkit berdiri dan merapikan pakaiannya.
"Ponselku." Senja mengulurkan tangan meminta ponselnya, dengan keadaan wajah yang menatap arah yang berbeda.
"Jika meminta sesuatu itu harus benar,"
Senja membalikkan pandangannya. "Alen! Tolong kembalikan ponselku sekarang!" tegas Senja pada seseorang yang ternyata adalah Alendra.
"Asal kau mau pulang denganku," tawar Alendra.
Senja menatap bingung kearah Alendra. Namun laki-laki itu hanya tersenyum.
"Aku anggap jawabanmu adalah Iya," ucap Alendra sembari memberikan ponsel milik Senja.
Senja hendak menolak. Namun baru saja ia hendak membuka mulutnya untuk berbicara. Alendra sudah lebih dulu menyerganya.
"Tidak ada penolakan," ucapnya lalu pergi begitu saja.
"Ada apa dengannya? Mengapa ada orang seperti dia di dunia ini?" gerutu Senja menatap Alendra yang berjalan keluar dari kelasnya.
Namun saat Alendra sampai di depan pintu. Ia berbalik dan berkata, "Hatimu yang akan menjelaskan, mengapa aku terlahir ke dunia ini." Setelah mengatakan itu. Alendra melanjutkan langakahnya pergi dari sana.
"Hatiku?" gumam Senja bingung.
****
Jam pulang sekolah.
Senja berjalan keluar dari kelasnya. Saat ia sampai di luar, ternyata sudah ada Alendra yang menunggunya.
"Mengapa kau di sini?" tanya Senja pada Alendra yang berdiri dengan posisi bersandar di tembok dekat pintu kelasnya.
"Menunggumu," jawab Alendra singkat.
Senja mendengus malas. Ia berjalan meninggalakan Alendra. Namun dengan cepat Alendra meraih lengan Senja.
"Apa lagi?" kesal Senja.
"Apa kau lupa dengan janjimu?" tanya Alendra begitu serius.
"Itu bukan aku yang berjanji. Tapi kau yang membuat kesepakatan sepihak," sarkas Senja.
"Aku tidak peduli. Yang jelas kau ikut denganku." tanpa persetujuan dari Senja. Alendra menarik tangan senja ikut bersamanya.
Alendra terus berjalan sembari menarik tangan senja pelan, hingga keduanya tiba di lapangan basket.
"Kenapa kesini? Bukankah kita mau pulang?" bingung Senja.
"Tunggu aku sampai selesai latihan dulu," ucap Alendra sembari memegang kedua pundak Senja, dan mendudukkannya di sebuah kursi penonton.
"Tetap di sini sampai aku selesai," ucap Alendra yang kemudian pergi ketengah lapangan basket. Di sana sudah ada teman-teman setimnya dan tim kelas sebelah yang siap untuk latihan.
Entah kenapa. Baru kali ini Senja bisa menurut pada orang. Ia benar-benar menunggu Alendra. Tidak hanya sekedar menunggu. Senja juga memperhatikan setiap permainan Alendra. Senja begitu terpukau dengan kemampuan Alendra memainkan bola basket itu.
"Senja! Kenapa kau di sini?"
Sebuah suara yang terdengar sangat dekat membuat Senja terkejut, dan segera berbalik ke sumber suara.
Senja membulatkan mata kala melihat Arka yang ada di sana.
"Kenapa kau tidak pulang?" tanya Arka lagi.
"Bukan urusanmu," jawab Senja angkuh seraya memalingkan wajahnya dari Arka, dan kembali fokus menatap Alendra.
Arka menghela nafas pelan. "Ayo aku antar kau pulang." Arka meraih lengan Senja, untuk mengajaknya pulang bersama.
Dari kejauhan, Alendra yang melihat kejadian itu merasa tidak suka, bahkan tidak terima jika senja di bawa oleh Arka.
Sedangkan Senja. Ia hanya menatap malas kepada Arka. Namun Arka malah menarik tangan Senja untuk ikut pulang bersamanya.
Alendra yang melihat itu segera memberikan bola basket yang ada di tangannya kepada salah satu temannya. Ia kemudian berlari menghampiri Senja.
"Dia sudah janji akan pulang bersamaku!" tegas Alendra pada Arka.
"Aku tidak peduli-" Arka menatap datar kearah Alendra, dan kembali menarik tangan Senja, "-Senja ayo kita pulang,"
Tap!!
Alendra mencekal satu tangan Senja saat hendak di bawa oleh Arka. Sontak hal itu membuat Arka menatap tajam kearah Alendra. Namun seakan tak ingin kalah. Alendra menarik keras tangan Senja dan berhasil membuat gengaman Arka terlepas.
"Kau tidak boleh seenak hatimu membawanya pergi," kesal Alendra.
"Apa urusanmu. Senja sahabatku," ucap Arka.
"Sahabatkan? Bukan pacar? Jadi kau sama sekali tidak ada hak untuk membuatnya mengingkari janji padaku," ucap Alendra dan menarik tangan Senja.
Alendra mengambil tasnya dan menarik Senja pergi bersamanya. Meninggalkan Arka yang seketika bungkam atas apa yang di katakan Alendra.
"Len! Kita kan belum selesai latihan," panggil salah satu teman Alendra, saat melihat Alendra berjalan pergi bersama Senja.
"Besok kita lanjutkan," jawab Alendra dan melanjutkan langkahnya.
"Tidak konsisten. Seperti itu di bilang kapten terbaik?," umpat seseorang dalam hati sembari menatap kepergian Alendra. Sungguh ia benar-benar tidak suka pada Alendra. Mungkin lebih tepatnya, iri. Ya! Dia selelu iri karna Alendra selalu lebih unggul di bandingkan dengannya.
Bayangkan saja. Apapun yang menyangkut kehebatan, terlebih lagi masalah basket. Pasti Alendralah yang akan di puji, dan selalu seperti itu.