"Sampai sini saja," ucap Senja kala tiba di gerbang depan rumahnya.
"Kenapa tidak sekalian sampai dalam saja?" tanya Alendra.
"Tidak perlu. Ya sudah, sebaiknya kau pulang sana," ucap Senja.
"Dasar gadis jutek. Tidak ada terimakasihnya," gerutu Alendra.
"makasih!" ketus Senja.
"Idih! Kelihatan tidak tulus," ucap Alendra.
"Bawel. Sana buruan pulang," usir Senja.
"Iya. Ini juga mau pulang. Ingat jangan rindu," ledek Alendra saat hendak pergi. Sedangkan Senja hanya memasang wajah datar.
***
Senja melangkahkan kakinya melewati koridor menuju kelasnya. Saat itu suasana koridor masih cukup sepi.
Bug!!
Punggung Senja membentur tembok, akibat seorang siswi yang tiba-tiba datang dan medorongnya.
"Jauhi Alendra jika 'kau ingin selamat," ancamnya.
"Alendra? Siapa yang kau maksud?," bingung Senja.
"Alah!. Jangan pura-pura tidak tahu," ucapnya semakin kesal.
"Sudahlah. Minggir, jangan halangi jalanku," acuh Senja sembari mendorong pelan tubuh Siswi tersebut.
Namun, bukannya membiarkan Senja pergi. Siswi itu justru menarik lengan Senja dan ...
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi Senja. Menyebabkan sudut bibirnya sedikit sobek dan mengeluar-kan darah.
Senja tertawa hambar, sembari menyentuh sudut bibirnya yang terasa sedikit perih. "Sepertinya 'kau tidak tau sedang berurusan dengan siapa," ucap Senja meremehkan.
Bukannya takut. Siswi itu justru kembali mendekati Senja, dan ...
Tap!
Senja menangkap tangan siswi itu saat hendak menamparnya kembali. Tidak berhenti di situ. Senja mencengkram kuat pergelangan tangan siswi tersebut, hingga meringis kesakitin.
"Akkhh!" ringisnya.
"Ikut." Senja menarik paksa gadis itu dalam toilet sekolah
Bruk!
Senja menghempas kasar siswi itu, hingga tersungkur di lantai.
"Setelah ini kita lihat. Siapa yang akan takut pada siapa." Senja ikut duduk dan tanpa belas kasihan, ia menjambak rambut siswi itu dengan sagat keras.
"Aakhh sakit," ringisnya sembari memegangi tangan Senja yang masih menjambak rambutnya.
"Sakit yah?. Uh kasihan." Tanpa belas kasihan Senja membenturkan siswi itu ke dinding. Membuat siswi itu hanya bisa terduduk lemas sembari memegangi tubuhnya yang terasa sakit.
Merasa belum puas. Senja berjalan ke sudut toilet. Mengambil ember kecil yang berisi air kotor untuk ia sirahkan ke tubuh siswi itu.
Tap!!
Tangan Senja di cekal saat hendak menyiram siswi itu.
"Apa-apaan ini?" kesal seseorang yg tak lain adalah Alendra.
"Dia yang duluan," ucap Senja membela diri.
"Tapi tidak harus seperti ini." Alendra melepaskan ember yang ada di tangan Senja. Kemudian menariknya keluar dari toilet.
"Lepas!" Senja menarik tanganya kasar.
"Tadi itu sangat keterlaluan," ucap Alendra.
"Lalu! Apa dia boleh menampar orang seenaknya?" kesal Senja sembari menunjuk sudut bibirnya yang terluka.
Seketika Alendra membulatkan mata menatap bibir Senja. "Bibirmu berdarah," Alendra memegang sudut bibir Senja yang terluka.
"Jangan belagak peduli." Senja menghempas tangan Alendra. Kemudian pergi begitu saja.
"Aits! Benar-benar gadis keras kepala," decak Alendra, dan mengejar Senja.
Tap!
Baru beberapa langkah Alendra berjalan. Seseorang menghentikan langkahnya, dengan berdiri di hadapannya sembari membentangkan tangan kanannya di hadapan Alendra.
"Jangan dekati dia," ucap seorang yang tak lain adalah Arka.
Alendra menaikkan satu alisnya menatap tajam kearah Arka.
"Apa urusannya denganmu?" tanya Alendra sinis.
"Aku Tidak akan membiarkan siapapun mendekatinya. Termasuk kau," tegas Arka pada Alendra.
"Apa urusanmu? Apa kau pacarnya? Tidak kan?. Jadi menyingkirlah dan jangan menghalangiku." Alendra sama sekali tidak memperdulikan ucapan Arka. Ia justru melanjutkan langkahnya.
Deg!!
Bahu kedunya bertabrakan. Membuat darah mereka sama-sama terasa panas dan mendidih.
"Akkh!" kesal Arka dan membuang pukulan ke udara.
****
"Eh! Lihat itu si Senja kan?"
"Hmm iya. Gadis yang selalu membuat masalah,"
"Memangnya dia tidak takut di marahi orang tua-nya?"
"Denger-denger sih. Orang tua-nya saja malas untuk mengurus dia,"
"Apa karna dia pembawa masalah?"
"Sepertinya begitu,"
Begitulah para siswi mencibir perilaku Senja yang selalu terlibat masalah di sekolah.
Senja yang mendengar cibiran itu hanya tersenyum. Tanpa pikir panjang, ia berjalan mendekati para siswi yang tadi membicarakannya.
"Nih. Minuman buat kalian. Supaya tenggorokan kalian tidak kering. Jadi bisa lebih lama untuk mencibir," ucap Senja dengan santainya, sembari menyodorkan sebotol air mineral.
"Sepertinya kau perlu di ajarkan sopan santun," ucap salah satu diantara mereka.
"Dia mana tau sopan santun. Keluarganya saja tidak ada yang mau mengurusinya lagi," sahut satunya lagi.
"Kalian benar. Aku memang tidak tau sopan santun," ucap Senja tersenyum hambar.
Senja membuka tutup botol minuman itu dan berjalan semakin dekat dengan siswi-siswi itu.
"Tapi kalian tenang saja. Aku tahu caranya memperlakukan orang-orang seperti kalian dengan benar." ucap Sanja tersenyum sinis.
Tanpa basa-basi. Senja langsung menarik rambut salah satu siswi yang lebih dulu mengolok-nya itu dari belakang dan menuangkan satu botol air tadi ke wajah siswi itu.
"Hey! Apa yang kau lakukan?" kaget yang lainnya kala melihat hal nekat yang di lakukan oleh Senja.
"SENJA!" teriak seseorang yang berlari kearah Senja.
"Arka!" kaget Senja.
Ya! Seseorang yang berteriak memanggil namanya adalah Arka. Laki-laki yang senja sukai.
Tanpa aba-aba. Arka langsung menarik tangan Senja, dan membawanya pergi dari sana.
"Tadi itu apa? Kenapa kau laukan itu? Kau tau, kau bisa saja mendapatkan masalah besar jika kepala sekolah tau?," ucap Arka cemas.
"Mereka yang memulainya. Aku tidak akan menyentuh mereka, jika mereka tidak mencari masalah denganku," kesal Senja.
"Tapi tidak harus dengan cara kasar. Apa lagi menyakiti. Bermain fisik itu tidak baik," ucap Arka berusaha menasehati Senja.
"Sakit yang dia rasakan, belum sebanding denga apa yang aku rasakan." Senja tertawa hambar.
"Aku tau. Hidupku memang sangat menyedihkan. Tidak ada yang peduli, bahkan keluargaku sekali pun," lanjut Senja dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Kalau pun kau juga membenciku karna hal tadi. Itu bukanlah masalah besar bagiku. Lagi pula, aku sudah terbiasa hidup di kelilingi kebencian." Air matanya sudah tidak bisa di bendung lagi. Kini pipi mulusnya basah karna air matanya.
"Senja!" lirih Arka, dan langsung memeluk tubuh Senja.
Tangis Senja pecah. Tubuhnya bergetar hebat. Ia memang pandai menyembunyikan luka. Namun kala luka itu di ungkit, matanya seakan tidak mampu lagi untuk berbohong.
"Aku minta maaf, karna selama ini aku tidak pernah bisa mengeti prasaanmu dengan benar," lanjut Arka dan mempererat pelukannya. Sesekali ia membelai lembut kepala Senja.
"Ak-" (tepotong)
Dreet ... Dreet ...
Ponsel milik Arka bergetar. Membuat ucapannya harus terhenti. Arka melepaskan pelukannya, dan dengan segera mengangkat panggilan yang masuk.
"Hallo,"
"Bisa ke ruangan osis sekarang. Akan ada rapat lima menit lagi,"
"Baiklah." Arka langsung mematikan panggilannya.
Senja menatap datar kearah Arka. Terlihat wajah tampan yang nampak gusar. Mungkin Arka enggan meninggalkan Senja. Namun apa boleh buat, sebuah tanggung jawab menantinya.
"Maaf aku tidak bisa berlama-lama disini. Ada hal yang harus aku selesaikan. Nanti aku kembali," ucap Arka seraya mengelus pucuk kepala Senja. Setelah itu, ia langsung berlari meninggalkan Senja.
Senja tertawa hambar menatap kepergian Arka. Ia terus tertawa dengan air mata yang bercucuran. Ia seakan sedang menertawakan dirinya yang saat ini begitu menyedihkan.
"AAKKH!" Senja mengacak rambutnya.
"Hiks ... hiks ...," isak tangis Senja pecah.
"Betapa menyedihkan diriku ini," gumamnya sembari menghapus kasar air matanya.