🌧🌧🌧
"Perasaan ini datang tiba-tiba, aku takut ia tak kunjung pergi juga"
•••
"Mau jalan-jalan lah, gue bosen di rumah," jawab Dhafin santai.
"Dia yang bosen, aku yang kena deh," gumam Alesha yang ternyata terdengar sampai di telinga Dhafin. Dhafin sontak melirik kearah Alesha.
"Lo gak seneng gue ajak jalan? itu cewek-cewek di sekolah aja ngemis-ngemis minta jalan sama gue," tanya Dhafin.
"Aku bukan mereka," jawab Alesha, malas.
•••
Kini mereka telah sampai di tempat tujuan. Ya, ternyata mereka tengah berada di Mall yang tak jauh dari rumah Alesha. Mata Alesha terbelalak melihat tempat tujuannya itu.
"Gue mau nonton. Mau film horor?" Tanya Dhafin.
"Kan kakak yang mau nonton, aku gak suka nonton," jawab Alesha berbohong, sebenarnya Alesha suka menonton tentunya yang dimaksud bukanlah film horor.
"Gue ngajak lo, berarti lo harus ikut nonton." Paksa Dhafin.
"Iya deh iya," jawab Alesha kesal dan pasrah.
Mereka telah membeli tiket menonton. Ya, genrenya adalah horor.
Dari awal hingga ingin berakhirnya film itu Alesha tak berani menonton, ia menyibukkan dirinya dengan bermain handphone.
"Takut ya?" Pertanyaan itu membuat Alesha terkejut.
"Apaansih, ya gak lah," jawab Alesha yang diakhiri dengan lambayan tangannya.
Alesha memberanikan diri untuk menonton, ia tak mau terlihat takut di depan pria itu. Sesekali Alesha memejamkan matanya karena takut, sesekali juga Alesha melirik kearah pria di sampingnya itu yang tengah asik menonton film.
Alesha menghela napasnya, akhirnya film yang membuatnya sulit bernafas dengan baik itu habis juga. Ia sempat ketakutan setengah mati, menahan degupan jantungnya yang sudah sangat kencang itu, ia juga menahan tangisnya. Alesha benar-benar takut menonton film horor.
"Sha, lo kenapa?" Tanya Dhafin karena melihat gadis disampingnya itu seperti ingin menangis.
"Aku... ta-takut kak," Alesha menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia menyembunyikan wajah ketakutannya itu.
"Bentar gue beli minum dulu." Ucap Dhafin yang mendapatkan anggukan kecil dari Alesha.
•••
Dhafin telah tiba dengan sebotol air mineral. Alesha dengan cepat mengambil botol itu untuk meminumnya.
"Pelan-pelan," ucap Dhafin yang membuat jantung Alesha bukannya semakin pelan malah semakin tak beraturan.
Alesha mencoba menetralkan keadaannya. Ia beberapa kali menghela nafasnya.
"Kalo lo takut bilang, kan kalo jadinya kayak gini gua yang khawatir." Perkataan Dhafin barusan membuat jantung Alesha lagi-lagi berdegup dengan kencang.
"Aku takut banget," kata Alesha menahan tangisnya.
"Kalo mau nangis, nangis aja gak usah sok tegar." Perkataan pria di sampingnya itu membuat Alesha mendesis pelan.
Setelah Alesha merasa keadaannya sudah kembali normal ia berniat berkeliling dulu sebelum pulang.
"Kak, aku mau main itu dulu," kata Alesha sambil menunjuk ke arah time zone. Dhafin menganggukan perkataan gadis itu. Gadis itu berlari kecil ke arah time zone, untuk bermain beberapa permainan.
Sha, sekali aja lepasin semuanya, untuk hari ini aja lo seneng-seneng gak perduli sama siapa, yang penting tentang apa yang lo rasain, batin Alesha.
Ya, Alesha hanya ingin hari ini dia merasa kesenangan walau sebentar. Ia ingin melepaskan semuanya sejenak. Ia tak perduli walau sekarang yang menemaninya ada seorang pria bernama Dhafin ini.
Setelah selesai bermain Alesha menarik tangan Dhafin mengarah ke tempat foto box. Ya, Alesha ingin mengajak Dhafin untuk berfoto bersama.
"Kak mukanya jangan datar dong! Sekarang senyum semanis-manisnya dulu," suruh Alesha pada Dhafin. Dhafin menghela napasnya, ia tersenyum tipis, sangat tipis. Ini pertama kalinya Dhafin tersenyum untuk Alesha, ya walaupun senyumannya itu sangat tak terlihat, tapi Alesha bisa merasakannya.
Kini Alesha dan Dhafin sudah mendapat satu foto dengan fose tersenyum.
"Sekarang cemberut," pinta Alesha yang langsung mendapat turutan oleh Dhafin. Foto ketiga mereka berfose datar, Alesha sengaja menirukan wajah Dhafin yang datar itu. Foto selanjutnya Dhafin hanya memasang wajah datar sedangkan Alesha dengan gaya-gaya yang ceria.
Setelah selesai bermain dan berfoto, Dhafin mengajak Alesha untuk makan bersama karena sekarang jam telah menunjukan pukul 16.02.
•••
Alesha diam-diam memperhatikan wajah pria di depannya, tak lama kemudian Dhafin menyadarinya dan langsung menatap Alesha juga. Tatapan mereka bertemu, segera Alesha memalingkan wajahnya karena malu.
"Makan, jangan liatin muka gue terus, ntar suka" ucap Dhafin tiba-tiba. Mata Alesha membulat, ia yakin wajahnya sekarang sudah seperti kepiting rebus.
"Gak akan." Jawabnya asal.
"Baguslah."
•••
"Kak," panggil Alesha yang kini telah telah berada di dalam mobil milik Dhafin beserta pemiliknya juga.
"Hm."
"Makasi..."
"Buat?"
Alesha menghela napasnya sambil memejamkan matanya sebentar, memberanikan diri untuk mengucapkan sesuatu yang sedari lama mengganjal.
"Buat seminggu ini dan hari ini. Buat anterannya-jemputannya, waktunya," ucap Alesha yg diakhiri senyuman kecil. "Yah, walau aku gatau apa maksud tujuan kakak bersikap kayak gitu ke aku, karna yang aku tau dari banyak orang di sekolah, kakak gak seperti yang mereka bilang." Lanjutnya.
Dhafin menatap lekat pasang mata Alesha, membuat pemilik mata itu langsung membuang wajahnya dengan perasaan jantung yang terus berdegup kencang.
"Ya," jawab Dhafin. "Gue mau tanya." Sambungnya lagi.
"A-apa?"
"Lo gak pernah ya diginiin cowo?"
Sontak kedua mata Alesha membulat mendengar pertanyaan yang dilontarkan pria disampingnya itu. Perlahan iya membuka kedua bibirnya seraya menghela nafas.
"Aku... ah, iya hehe. Dulu pernah kok diginiin sama Papa, aku kangen itu," ucap Alesha yang sekarang tengah terlihat murung. Suaranya terdengar melirih.
"Papa lo kemana?"
Lagi-lagi pertanyaan itu membuat Alesha melemas. Ia memejamkan matanya beberapa detik yang diikuti helaan nafas panjang.
"Papa sama Mama cerai kak, ya, pas aku sd kelas 5, awalnya cuma ribut-ribut biasa aja. Tapi semakin lama setiap Papa pulang, pasti Papa marah sama Mama, entah itu soal ekonomi perusahaan, rumah yang berantakan karena Mama terlalu sibuk dengan pekerjaannya, pokoknya semuanya. Sejak dari situ Papa jarang ketemu aku, ya jarang pulang, kelihatan cuek banget dan dingin, makannya aku suka kesel sama cowo dingin. Dari situ juga aku males pacaran, lagi mau sendiri aku gak mau nasib aku sama Mama harus sama, sama-sama disakitin orang yang disayang." jelas Alesha panjang lebar,yang dibalas anggukan oleh Dhafin tanda faham.
Entah apa yang membuat gadis itu mengatakannya begitu saja kepada orang baru.
"Maaf..."
Ucapan Dhafin barusan membuat mata Alesha terbelalak. Gak salah denger?, batinnya.
"Gak apa-apa," jawabnya.
•••
Alesha membaringkan tubuhnya di kasur kamarnya, tubuhnya terasa begitu lelah, pikirannyapun terasa kacau setelah mengingat tentang Papanya.
"Ah ngapain dipikirin si," Alesha bermonolog.
Kini Alesha memalingkan pikirannya kearah lain, tiba-tiba pikirannya berhenti ketika mengingat-ingat kejadian hari ini bersama Dhafin.
Jantungnya mulai berdegup tak karuan.
"Alesha! Apaansih!" Ia mulai kesal sendiri. "Kalo dipikir-pikir kok kak Dhafin mau ya diajak jalan kayak tadi, haha," lanjutnya. "Besok-besok tanya deh kenapa dia ngedeketin gue."