🌧🌧🌧
"Suara yang keluar lewat bibirmu, bagai candu bagiku, rindu, bisa di sampaikan lewat lagu, nada-nadanya menyatu, menandakan suaramu merdu. Begitu yang ku tau"
•••
DEG...
Rasanya sangat aneh, Alesha merasa jantungnya berdegup sangat tak beraturan saat di dekat Dhafin. Ia mencoba menetralkan kembali, namun lagi-lagi ia merasakan degupan yang tak beraturan itu.
"Kak," ucap Alesha memecah keheningan sambil terus melanjutkan perjalanannya.
"Hm." Jawab Dhafin singkat.
"Tolong kak, jauhin aku," ucap Alesha dengan suara yang terdengar lirih.
"Alesha!!" Teriak seorang gadis dari sebrang sana. Suara itu membuat Dhafin mengurungkan niatnya untuk menjawab perkataan Alesha tadi.
"Dira, Casa!" Alesha menjawabnya.
"Lo kemana aja sih, udah berapa lama lo gak balik ha?! dicariin juga," oceh Dira yang telah berada di depan Alesha.
Alesha terdiam ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya itu. Apakah ia harus berkata yang sebenarnya terjadi. Jujur, Alesha masih sedikit takut dengan perlakuan Kyra tadi yang membuatnya hampir saja mati.
Alesha memilih untuk tidak menjawabnya dan kembali melanjutkan perjalanannya.
•••
"Sha, lo kenapa si? Masi sakit gak?" Tanya Dira yang sedari tadi tidak dijawab gadis disampingnya.
"Alesha capek kali Dir, lo sih nanya terus," jawab Casa asal tapi benar.
"Ya iya sih tapi kan aneh aja loh Ca, gak mungkin dia tiba-tiba jatoh."
"Iya Dir iya. Nanti gue cerita kok tenang aja," jawab Alesha tak tahan mendengar ocehan Dira.
"Acieee tadi ditemuin doi cie," goda Casa yang berhasil mendapati tatapan tajam dari Alesha.
"Mampus lo!" Cetus Dira melihat Casa.
Hari mulai sore, senja mulai tampak, suasana mulai sejuk. Kegiatan mereka hari ini mulai disudahi. Mereka telah mendirikan tenda, mencari kayu bakar, juga telah usai mengerjakan beberapa tugas yang diberi.
Beberapa dari mereka ada yang sudah mandi, mengganti pakaian, berfoto, membereskan tempat untuk tidur. Begitupun halnya dengan Alesha, Alesha dan kedua temannya tengah duduk santai di depan tenda, menatapi senja.
"Main ToD kuy," tawar Casa.
"Siapa takut," jawab Dira lantang.
"Ayok ge Sha!" Pinta keduanya paksa.
"Oke." Jawab Alesha pasrah.
"Main apa tuh," tiba-tiba terdengar suara seorang pria membuat ketiganya sontak menoleh.
"Apasih Kak Rio!" Bentak Casa terkejut.
"Maaf,"
"Tenda kakak dimana?" Tanya Alesha.
"Oo gue tau nih pasti mau nyariin Dhafin kan, wah atau jangan-jangan udah 'itu' ya," tuduh Rio yang berhasil membuat Alesha menimpuknya dengan sendal milik Casa.
"Gak akan." Tegas Alesha.
"Tenda kitaorang gak jauh sih dari sini, tapi karna ada pembates kayak gini jadi keliatan lebih jauh ya,"
"Itu cuma kayu yang ditegakkin diiketin ke tali plastik doang bambank!" Ucap Dira kesal. Benar saja yang dimaksud pembatas itu hanya seutas tali yang diikat dikayu.
"Eh iya ya,"
"Woy goRioRio! Lo ngapain?" Tegur Reyhan yang tiba-tiba datang dengan diikut Dhafin tentunya.
Alesha sontak menoleh, pandangannya terhenti pada pria dengan mengenakan kaos putih polos juga celana panjang hitam tengah berjalan menghampiri mereka. Jantungnya mulai berdegup dengan kencang, ia rasa jantungnya hampir ingin meledak, hanya karena melihat pemandangan begitu saja, payah.
"Sha, lo kenapa?" Tanya Casa tak paham melihat temannya tengah bengong menatap kedepan.
"Eh, gak kok,"
"Nahkan Fin, Alesha, Fin!" Goda Rio yang melihat tingkah lucu adik kelasnya itu.
"Apaan sih Kak Rio! Gak jelas." Alesha langsung membuang pandangannya ke arah lain, padahal ia masih ingin melihatnya lebih lama lagi, ah sial!
"Lo ngapain sih Rio, jangan deket-deketin Dira gue lo," tuduh Reyhan.
"Gak Han, walaupun sekarang gue jomblo tapi gue masih mandang sahabat kok." Ucapan Rio berhasil membuat beberapa temannya itu tertawa, kecuali Dhafin tentunya.
"Kakak jomblo bukannya play boy!" Ucap Casa dibarengi dengan menunjuk Rio oleh jari telunjuknya.
"Kan Yo, kegep lo!"
"Kurang asem lorang."
"Udah kita masuk tenda aja, ntar ketauan Bu Dewi kena santet adanya," ucap Reyhan pada Rio dan Dhafin.
"Bye Dira!" Lanjutnya yang hanya mendapat anggukan kecil sang pemilik nama.
"Ayok lanjut!" Ucap Casa semangat.
"Ca ini udah mau malem kali, besok aja ya," Casa dan Dira sontak menoleh melihat keadaan yang mulai gelap.
"Yauda masuk yuk!" Ajak Dira.
•••
Kini seluruh siswa tengah berada di depan tenda mereka masing-masing. Ada yang berfoto, bernyanyi, bercerita dan banyak lagi. Seperti halnya Alesha dan kedua temannya, merekapun sedang mendengar Reyhan yang tengah bernyanyi. Pria itu tengah menyanyikan lagu milik Mahen - pura pura lupa.
Sampai di lirik...
Jangan datang lagi cinta
Bagaimana aku bisa lupa
Padahal kau tahu keadaannya
Kau bukanlah untukku...
Tiba-tiba gitar yang dimainkan oleh Dhafin terhenti. Pria itu tengah terdiam.
"Aelah Fin keinget lagi sama masa lalu ya? udah lah Fin, masa lalu itu buat dikenang. Sekarangkan di depan lo udah ada masa depan," ucap Rio seraya menunjuk Alesha.
Tak dihiraukannya Rio, Dhafin bangkit dari duduknya. Ia mulai melangkah menjauhi teman-temannya.
"Kak Dhafin kenapa?" Tanya Alesha.
"Gak apa-apa kok. Biasa tuh anak," jawab Rio menenangkan Alesha, dia yakin Alesha tidak mendengar perkataannya pada Dhafin tadi.
"Oo,"
"Lanjut dong Kak Reyhan!" Suruh Casa.
"Serek nih, minta minum lah," kata Reyhan kelelahan.
"Sha! Lo gih yang main gitar sambil nyanyi. Kangen gue suara lo." Pinta Dira.
"Emang Alesha bisa main gitar?" Tanya Reyhan tak yakin.
"Bisa dong! Tunjukin Sha!" Ucap Dira melirik Alesha. "Sha! Lo jangan malu-maluin gue dong, ayolah sekali aja," rengek Dira.
"Satu lagu aja ya gak lebih," jawab Alesha malas. Gadis itu memang pandai bernyanyi juga bermain gitar, ia belajar bersama ayahnya dulu. Tapi dia malu jika harus menampilkan satu lagu di depan teman-temannya.
"Gak papa Sha," ucap Dira meyakinkan.
Rio memberikan gitar milik Dhafin tadi pada Alesha. Alesha menerimannya dengan gemetar. Alesha benar-benar malu, tolong! Alesha menghela nafas panjang, menetralkan degupan jantungnya. Tak apa kan yang mendengar hanya teman-temannya saja. Ia juga sering bernyanyi lalu merekamnya, hanya untuk ia dengar sendiri.
Jari lentik milik Alesha mulai bergerak, memainkan gitar yang sudah berada di tangannya dengan lincah. Bibirnya mulai terbuka, menghela nafas lalu mengeluarkannya perlahan.
Sulit bagiku
Menghadapi kamu
Tapi ku takkan menyerah
Kau layak kuperjuangkan
Ya! Alesha menyanyikan lagu milik Mawar Eva de Jongh - Lebih Dari Egoku.
Di tenda tempat Dhafin berada, suara Alesha masuk, membuat seseorang dibalik tenda itu mendengarkan lantunannya. Dhafin mulai penasaran, ia membuka sedikit tenda memberi celah supaya kedua manik matanya dapat melihat pemilik suara itu.
Pria itu tertegun, memperhatikan gadis dengan gitarnya itu. Gadis itu nampak sangat serius bernyanyi dan memainkan gitarnya.
Aku yang minta maaf walau kau yang salah
Aku kan menahan walau kau ingin pisah
Karna kamu penting
Lebih penting
Dari semua yang ku punya
Alesha telah menyelesaikan lagunya. Seluruh siswa yang ada di sana menatapnya lalu bertepuk tangan.
"Bagus!" Teriak salah satu dari mereka.
"Alesha udah cakep pinter nyanyi sama main gitar juga ya," kata Rio memujinya.
Alesha terdiam, ternyata banyak pasang mata yang telah melihatnya bernyanyi juga ada yang merekamnya. Alesha malu, sungguh.
"Ah Dira, gara-gara lo si!" Ucap Alesha malu.
"Gapapa suara bagus itu tunjukin ngapa!" Kata Dira memberi semangat.