🌧🌧🌧
"Kamu seperti bunga, aku hanya menggenggam belum memetik, namun tangkaimu sudah melukaiku"
•••
DIRA dan Casa tengah sibuk membangun tenda. Sedangkan Alesha sedang membereskan barang-barang milik mereka.
"Ca! lo kalo megangin yang bener ngapa, inimah gue doang yang berjuang Ca, padahal lo cuma mempertahanin loh!" Ucap Dira menegur Casa yang tengah bermain-main dalam memegang salah satu pengait tenda.
"Yaelah Dir, mempertahankan itu lebih sulit daripada memperjuangkan," jawab Casa dengan wajah konyolnya.
"Aduh Sha, temen lo rada-rada." Sindir Dira pada Alesha.
"Lo baru tau? Kan udah dari lama," jawab Alesha diakhiri tawaannya dengan Dira.
"Gitu ya kalian, sakit dede Casa," jawab Casa seraya menatap malas kedua temannya.
"Bagi anak-anak yang sudah selesai boleh mencari kayu atau ranting, untuk api unggun nanti malam." Ujar Bu Dewi memberi arahan.
"Baik bu," jawab mereka serempak.
"Eh kalian kan lagi bangun tenda, gue aja deh yang cari kayunya, gue juga udah selesai nih beres-beresnya," ucap Alesha memberi saran.
"Yauda Sha, hati-hati." Jawab Dira setuju.
"Jaga hati..." sambung Casa. "Untuk dia yang selalu menanti..." lanjutnya. Perkataannya itu hanya mendapat tawaan kecil oleh kedua temannya.
Alesha mulai melangkah menjauh dari tempat didirikannya tenda. Pandangannya mulai menyapu bersih sekitar mencari keberadaan ranting-ranting. Sesekali pasang matanya terhenti pada sesuatu yang ia cari. Ia mulai mengambilnya.
Tak terasa, langkahnya mulai jauh. Ia melihat ada setumpuk ranting-ranting didekat pohon di depannya, ia mulai melangkah mendekati pohon itu.
Tiba-tiba sesorang gadis dengan dua temannya melangkah mendekati Alesha. Belum sempat Alesha menoleh kearah tiga gadis itu, salah satu dari mereka sudah mendorong punggungnya.
Alesha merasa kakinya tersangkut sesuatu, benar saja ternyata kakinya terjerat akar pohon yang ia lihat tadi, sedangkan kepalanya mulai sakit karena dorongan itu membuat kepalanya ikut terbentur. Ia merasa pergelangan kakinya mulai sakit. Alesha pun mulai menoleh melihat gadis yang mendorongnya tadi.
"Rasain! Itu pelajaran buat lo karna berani nantang gue!" Ucap gadis itu menatap sinis Alesha.
"Hahaha, gimana Ra? kita tinggal aja nih?" Kata gadis di sebelahnya.
"Kalo ada yang tau gimana?" Tanya gadis lainnya.
"Makannya! Jangan sampai ketauan lah!" Kata gadis itu. Ya, ternyata itu Kyra dan kedua temannya.
Alesha hanya menatap sinis ketiga gadis didepannya seraya memegangi pergelangan kakinya.
"Yuk lah cabut!" Ucap gadis itu melangkah meninggalkan Alesha.
Kini Alesha benar-benar sendiri. Pergelangan kakinya sakit sedangkan kepalanya mulai pusing, ia pun menyenderkan kepalanya pada batang pohon di sampingnya. Ia berkali-kali mencoba berdiri, namun nihil kakinya terus-terusan melemas tak dapat membopong tubuhnya sendiri.
•••
Sudah 15menit dari kepergian Alesha, anak-anak yang lain sudah kembali dengan membawa ranting-ranting yang mereka kumpulkan. Sedangkan Alesha belum juga terlihat.
"Ca, Alesha kemana sih lama amat?" Tanya Dira mulai panik.
"Ya nyari ranting lah Dir, yakali kondangan," jawab Casa santai, membuat gadis yang bertanya tadi menatap sinis ke arahnya.
Dira bangun dari duduknya, perasaannya tidak tenang, pikirannya pun kemana-mana. Ia segera melangkah menemui guru yang ada.
"Dir, mau kemana?! Tungguin gue ngapa," ucap Casa seraya berlari mendekati Dira.
Dira telah berbicara kepada gurunya. Guru-guru telah menanyakan kepada seluruh murid, siapa diantara mereka yang melihat Alesha, namun tak ada yang tahu, kecuali Kyra dan teman-temannya yang berpura-pura tak mengetahuinya juga.
Segera beberapa dari mereka mulai menjauhi tenda mencari keberadaan Alesha, Casa dan Dira pun termasuknya.
"Kak Dhafin, liat Alesha gak?" Tanya Dira pada pria di depannya.
"Gak, dia kemana?"
"Gue gak tau tapi tadi dia bilang mau nyari ranting pohon tapi belum balik mana dia gak bawa hp," jawab Dira tak tenang.
"Gue bantu cari." Ucap Dhafin mengajukan dirinya ikut serta dalam pencarian.
•••
Kepala Alesha benar-benar sakit, sedari tadi ia hanya memejamkan matanya dengan keadaan kepada berada di batang pohon. Alesha benar-benar pasrah, kenapa kepalanya juga ikut sakit begini.
Udah berapa menit gue ada disini? Kak Kyra sama temennya jahat banget sih, cuma gara-gara cowok itu gue jadi kena masalahkan, batin Alesha.
Selang beberapa detik Alesha pandangan Alesha mulai kabur, kepalanya mulai pening kembali, kakinya pun mulai terasa sakit lagi. Tiba-tiba ia memejamkan mata dan tak sadarkan diri.
•••
Guru dan murid-murid sudah berpencar mencari keberadaan gadis itu, mungkin langkah gadis itu sudah begitu jauh sehingga menyulitkan mereka untuk menemukannya.
Dhafin mulai kesal tak dapat menemukan gadis itu. Ia pun berjalan mendahului orang-orang itu.
Pandangannya mulai menyapu bersih sekitar, namun nihil tak juga dapat ia temukan. Sedangkan yang lain telah berteriak-teriak memanggil nama Alesha. Namun tak mendapat jawaban juga.
Langkah Dhafin sudah terasa cukup jauh, pandangannya masih menyapu bersih sekitar, lalu terhenti pada pohon yang cukup besar dengan gadis di bawahnya. Dhafin segera menghampiri gadis itu.
Saat langkahnya telah dekat dapat terlihat pergelangan kaki gadis itu memerah karena tersangkut. Segera ia mengeluarkan kaki itu secara perlahan. Pemilik kaki mulai sadar seraya membuka perlahan kedua matanya.
"Lo gak papa?" Tanya Dhafin pada gadis di depannya. Gadis itu masih belum sepenuhnya sadar, ia meletakkan tangan kirinya di kepalanya seraya menekan-nekan pada ujungnya.
"Bisa berdiri?" Tanyanya lagi. Sekarang kesadaran gadis itu mulai sepenuhnya kembali, namun kepalanya masih terasa sangat sakit. Gadis itu mulai mengaduh karena pergelang kakinya terasa sakit.
"Pelan-pelan," ucap Dhafin pada Alesha. "Lo kenapa lagi bisa kayak gini?" Tanyanya.
"Tadi..." Alesha menggantung kalimatnya. "Gak, tadi cuma keslandung aja," jawabnya bohong.
Dhafin menghela nafasnya, ia menatap Alesha, ia tahu Alesha saat ini sedang berbohong. Tapi ia tak tau kenapa Alesha harus berbohong, ia juga tak bisa memaksakan Alesha untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Yaudah ayok balik, yang lain udah khawatir." Suruh Dhafin.
"Hmm,"
Alesha mencoba bangun dari duduknya , namun lagi lagi ia terjatuh.
"Sini gue bantu," ucap Dhafin menyodorkan tangannya.
"Aku gak butuh bantuan kakak." Jawabnya tak mau dibantu oleh Dhafin, pasalnya ia begini pun karena laki-laki di depannya ini.
Dhafin membiarkan Alesha berusaha sendiri, pria itu hanya memandangin gadis di depannya tanpa berkata sepatah kata pun.
Alesha sudah mencoba berkali-kali tapi ia selalu terjatuh, kakinya tak mampu menopang badannya karena sakit.
"Kak... bantuin dong," ucap Alesha pasrah.
Tanpa berkata, Dhafin pun segera menarik tangan gadis di depannya itu, lalu tangan kanan gadis itu ia taruh di pundaknya.
"Pelan-pelan aja," ucap Dhafin, melihat Alesha yang terburu-buru.
"Iya..."