🌧🌧🌧
"mengapa jantungku berdegup tak beraturan jika berada didekatmu?"
•••
PAGI yang cerah membawa semangat tersendiri bagi Alesha. Ya, hari ini akan ada camping.
"Ma, Alesha berangkat ya, besok sore mungkin udah dirumah." Ucap Alesha pada mamanya.
"Hati-hati ya... jangan lupa makan," jawab Mama Aza.
"Oke,"
Alesha telah selesai bersarapan, ia segera melangkah menuju keluar rumah. Ia tengah menunggu sesuatu.
Tiba-tiba mobil berwarna hitam berhenti di depan gerbang rumahnya, ia mulai berjalan ke arah mobil yang sudah ada di depan gerbangnya itu. Padahal kemarin ia tak mau diantar oleh mobil itu, ntah kenapa yang ia lakukan sekarang berlawanan dengan perkataannya kemarin.
"Bawaan lo banyak amat, mau pindahan?" Cetus pria di sampingnya.
"Apaansi dikit begini juga," jawab Alesha tak terima.
Di sepanjang perjalanan keduanya masih seperti biasa, hening.
"Lo kenapa pindah sekolah?" Tanya Dhafin tiba-tiba, memecah keheningan.
Alesha terdiam, tatapannya mulai sendu. Ia memejamkan matanya sesaat, tak lama kemudian ia mulai membukanya kembali.
"Aku pernah cerita kan papa sama mama udah cerai, rumah lama sering didatengin papa, mama gak suka jadi waktu aku kenaikan kelas ini aku dipindahin, selain pindah rumah juga pindah sekolah," jawab Alesha diakhiri senyum yang tersimpul di pipinya.
"Jadi sekarang gak ketemu lagi?"
"Gak, tapi masih suka chatan kok,"
"Oo,"
"Kakak kenapa tanya-tanya?" Tanya Alesha dengan sedikit melirik kearah Dhafin.
"Gak apa-apa,"
Keadaan mulai hening kembali. Alesha sesekali melirik ke samping memperhatikan pria di sampingnya.
"Aku tau dari temen aku, katanya kakak suka risih kalo banyak cewek yang deketin, bener?" Alesha mulai memecah keheningan kembali.
"Iya,"
"Kenapa?"
"Karna mereka mengganggu, selalu ngejar-ngejar, berkali-kali gue tolak, berkali-kali datang lagi, gue risih," jawab Dhafin masih fokus dengan menyetir.
Deg, tiba-tiba perasaan Alesha sedikit aneh. Alesha tidak tau kenapa dan sejak kapan dia begini. Maksudnya risih apaya? Berarti aku sekarang ini cuma nyusahin dia dong, batin Alesha.
•••
"Sha, lo nanti duduk sama gue ya," ucap Dira menghampiri Alesha yang tengah berada di parkiran.
"Iya, Casa sama siapa?"
"Gue sama gebetan gue, ahay," jawab Casa, asal.
"Gebetan lo aja muter balik kalo ngeliat lo Ca," kata Dira.
"Kurang ajar kau Diraaa! Ga kok Sha gue sama Kak Reyhan."
"Kak Reyhan? Kok bisa?" Tanya Alesha tak mengerti.
"Oo iya gua belum bilang ya, kak Reyhan sepupu gue," jawab Casa. Mata Alesha membulat, ia tidak menyangka bahwa Casa sepupu Reyhan.
"Oo iya Dir, kata Kak Reyhan dia suka sama lo," kata Casa yang diangkhiri senyum menggoda.
"Gak, makasih. Gue gak suka Kak Reyhan." Jawab Dira. Casa dan Alesha terdiam menatap ke arah belakang Dira. Ya, ada Dhafin dan kedua temannya, siapa lagi kalau bukan Rio dan Reyhan.
"Liat apaan sih?" Tanya Dira, seraya membalik badannya, ia tak mengerti kenapa kedua temannya masih lekat menatap kebelakang.
Deg. Matanya terhenti kepada ketiga pria itu yang salah satunya ada Reyhan.
Sementara...
"Han, belum ngungkapin aja udah ditolak ya?" Tanya Rio pada Reyhan.
Reyhan masih terdiam, memandang lekat pasang mata Dira.
"Udah lah bro, jangan sedih, gue ikut sedih nih," lanjut Rio seraya menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu.
"Miris lo." Cetus Dhafin.
"Tega lo Fin, sakit hati gue Fin, sakit," jawab Reyhan diakhiri dengan mengelus dadanya. Tawa Rio pecah melihat tingkah sahabatnya itu sedangkan Dhafin hanya tersenyum tipis.
"Gak usah sedih Han, selagi kita masih dicontekin Dhafin kenapa harus sedih yekan?" Kata Rio, menyemangati sahabatnya itu. Sedangkan Dhafin hanya menatap malas Rio.
Ketiga gadis didepan mereka mulai berjalan menjauh, terutama Dira, ia menarik lengan kedua sahabatnya.
•••
Seluruh siswa kelas XI dan XII mulai memasuki bus-bus sesuai nama mereka. Alesha duduk dengan Dira di sebrangnya ada Casa dengan Reyhan. Sedangkan, Dhafin dan Rio berada di belakangnya. Ya, kebetulan sekali mereka satu bus bukan.
"Dir, lo gak mau minta maaf sama Kak Reyhan?" tanya Alesha pada gadis di sebelahnya.
"Gue gak salah Sha, gue gak suka sama dia," jawab Dira, malas.
Disisi lain, "Kak Reyhan, mau nyari gebetan yang baru aja?" Tanya Casa.
"Gak, gue gak boleh nyerah Ca!" Jawab Reyhan, semangat.
"Siap bos, gue bakal bantu!" Jawab Casa menyemangati.
Mereka ber-4 masih membahas hal yang tadi, lain halnya dengan Rio dan Dhafin. Rio sudah tertidur pulas, sedangkan Dhafin tengah memainkan ponselnya dengan earphone di telinganya.
Tiba-tiba ponsel milik Alesha berdering, mendapati notifikasi. Diraihlah benda pipih itu.
+628***
Lo gk mau ddk sm gue ap?
Mata Alesha membulat setelah membaca chat itu. Ia mencoba menoleh ke arah belakang seraya ingin melihat pria yang baru saja mengirimkan chat.
Kan aku duduk sama Dira...
Pndh.
"Ha?pndh? Maksudnya Kak Dhanfin nyuruh aku pindah duduk sama dia? Wah bisa jadi gosip lagi gue, batin Alesha.
Tiba-tiba seorang pria menghampiri tempat duduk Alesha, Alesha mendongakkan kepalanya. Ia mendapati Dhafin di depannya. Alesha terdiam melihat Dira mulai berdiri dan berjalan keluar dari tempat duduknya.
"Ca, lo sama Rio sana! Gue mau sama Dira," usir Reyhan.
"Jahat lo Kak!" Jawab Casa mulai berdiri seraya menatap Dira seakan-akan menyuruhnya duduk dengan Reyhan.
"Gue duduk sama Rio aja," kata Dira. Tiba-tiba kursi di samping Rio telah diduduki oleh Casa.
"Gak bisa Dir, kursinya nempel," kata Casa dengan cengirannya. Seisi bus mulai tertawa melihat Casa dengan tingkah konyolnya. Beberapa dari mereka juga terkejut melihat Dhafin yang duduk dengan Alesha.
"Kurang ajar." Jawab Dira kesal, mau tak mau Dira harus duduk dengan Reyhan.
"Kiw-kiw..." goda Casa pada Dira. Lagi-lagi isi bus tertawa, Dira terkekeh pelan, menatap tajam pasang mata Casa.
"Alah Ca! Bilang aja lo juga iri, soalnya temen samping lo kerjaannya ngorok," ucap Angga salah satu dari mereka. Casa melirik malas pemilik suara.
"Gak papa, yang penting gak jomblo kek lo!" Jawab Casa tak terima diakhiri dengan leweannya. Sebagian dari mereka menatap kasihan pada Angga, sebagiannya lagi tertawa meledek.
Umat-umat di dalam bus ini memang receh.
•••
Beberapa saat telah terlewati, Alesha dan Dhafin sedari tadi tak berbincang, keduanya sibuk dengan ponsel. Sesekali Alesha mencuri pandangan kepada Dhafin, namun pria di sampingnya itu sepertinya tidak mengetahuinya.
"Nanti kalau sudah sampai, jangan ada yang bermain-main, jangan pada misah ya anak-anak." Kata Bu Dewi tiba-tiba, membuat murid-murid di bus itu terkejut.
"Iya bu," jawab mereka, serentak.
Akhirnya mereka telah tiba di tempat tujuan. Puncak, di sanalah mereka berada. Seluruh siswa mulai berjalan ke arah dalam dari puncak tersebut, diiringi oleh beberapa guru.
Langkah mereka pun terhenti pada sebuat tempat yang tidak terlalu jauh dari tempat bus berada. Tidak terlalu banyak pohon di situ, jadi dapat memudahkan mereka untuk membangun tenda. Satu tenda dapat diisi 3-4orang, tapi tenda milik Casa hanya di tempati olehnya dan kedua sahabatnya. Begitupun halnya dengan tenda milik Rio.