Chereads / ASTREA / Chapter 14 - Tanpa nama

Chapter 14 - Tanpa nama

Alex tidak menjawab, tapi hanya sedikit mengangguk. Tidak ada darah yang keluar dari kepalanya, jadi aku simpulkan kepalanya tidak terluka melainkan hanya benjol saja, tapi ada beberapa lecet pada kulit tangannya.

Alex sibuk memperhatikan sekitarnya. Tempat ini kelihatan seperti sebuah lorong rahasia. Di film-film tempat seperti ini biasanya digunakan sebagai tempat bersembunyi ataupun tempat melarikan diri bagi keluarga kerajaan apa bila ada penyerangan.

Ruangan yang ada didalam lubang ternyata jauh lebih luas dari yang aku sangka, ruangannya juga kering dan juga terang meskipun tanpa lampu. Ternyata ada tangga yang menghubungkan antara paviliun dan tempat kami berdiri saat ini. Untung saja pada saat jatuh tadi kepala kami tidak membentur itu jika tidak kepala kami bisa gegar otak.

Jarak antara lantai dan langit - langit kira-kira setinggi satu setengah kali orang dewasa, setiap dinding dikanan dan kiri terbuat dari batu, begitu pun dengan lantainya, sedangkan langit - langitnya aku tidak tahu. Sekilas seperti terbuat dari pecahan kaca atau mungkin kristal dan dibeberapa tempat bahkan memancarkan cahaya.

Tiba-tiba sesuatu jatuh diatas kepalaku, dia bergerak dan juga bersuara. Waktu aku mendongak ternyata itu adalah seekor katak berwarna hijau dan juga berlendir. Hiiyyy... Aku berteriak dan melompat - lompat karena panik, katak itu terkejut lalu melompat keatas tangga setelah itu kabur keluar.

Aku mengibas - ngibaskan tanganku diatas kepala takut kalau masih ada katak yang nongkrong disana. Mungkin katak itu sedang lewat tadi dan tanpa sengaja jatuh dari paviliun kedalam lorong rahasia ini.

Melihatku histeris Alex malah tertawa lebar, sepertinya dia puas sudah melihatku menderita.

Seolah tak cukup baginya melihatku dikunjungi katak dia malah menakut - nakuti ku dan menunjuk rambutku

"Apa itu di dalam rambutmu, jangan - jangan..." Kata Alex sengaja tak menyelesaikan ucapannya.

Aku takut masih ada hewan didalam rambutku jadi aku menarik tali rambut merahku lalu mengibas - ngibaskan rambutku, dengan kedua tangan aku mencari - cari kedalam rambutku dan jantungku melonjak waktu tangan kananku menyentuh sesuatu disana, begitu kutarik ternyata itu hanya sehelai daun kering. Aku lega. Setelah yakin tak ada apapun dikepalaku aku mengikat rambutku seperti semula.

"Jangan menakut - nakuti aku.. " kataku sambil menoleh, tapi yang kulihat adalah Alex yang sedang memandangku tanpa berkedip.

"Apa? " tanyaku.

Alex memalingkan muka sambil bilang "Tidak ada"

Tapi saat dia menoleh aku melihat telinga Alex yang berwarna merah, aku bertanya - tanya apakah telinga Alex terluka karena terjatuh tadi, atau kah karena digigit serangga. Benar, pasti serangga, memang banyak nyamuk ditaman ini.

"Aku penasaran menuju kemana jalan rahasia ini " kata Alex. "Mau ikut aku menjelajahinya? atau, jangan - jangan kamu takut?"

"Takut?, aku? tidak, aku tidak takut" kataku, jangan terlalu meremehkanku. Di desa Oktus dulu aku hobi menjelajahi gua dan keluar masuk hutan, jadi lorong seperti ini adalah hal yang kecil bagiku. Yang membuatku kepikiran adalah karena sejarah pembunuhan yang terjadi di istana ini pada masa lalu.

"Pangeran Alex, apakah mungkin ini adalah jalan rahasia tempat para pembunuh itu masuk dan keluar dari istana? " tanyaku pada Alex sambil mengikutinya berjalan.

Alex terdiam selama beberapa saat.

"Mungkin saja" jawabnya pelan, tapi suaranya sedikit bergetar.

Lorong yang kami lewati tidak terlalu panjang, setelah berjalan beberapa saat kami sampai disebuah tangga, dan diujung tangga terdapat sebuah pintu. Lagi-lagi pintu itu juga terbuat dari batu, tapi pintu nya tidak bisa dibuka dengan cara ditarik maupun dengan cara didorong, kami sudah mencoba kedua cara itu tapi tidak berhasil. Akhirnya kami mencoba metode yang terakhir yaitu dengan cara digeser dan ternyata berhasil.

Setelah pintu berhasil dibuka, kami tiba disebuah ruangan besar yang diberisi rak-rak tinggi yang dipenuhi dengan buku. wow ini surga membaca.

Pintu rahasia tadi ternyata tersembunyi dibelakang salah satu rak buku itu.

Mengikuti Alex, kami menuju ke pintu lalu keluar dari perpustakaan. Alex terus berjalan melewati lorong istana yang indah. Dikanan dan kiri kami terdapat banyak sekali ruangan dengan pintu yang tertutup, aku jadi penasaran apa saja yang terdapat dibalik pintu-pintu itu, meskipun penasaran tapi aku tidak bertanya.

Aku percepat langkahku agar tak tertinggal oleh langkah Alex, aku takut kalau tertinggal aku akan tersesat didalam istana pelangi dan tak tahu jalan keluar.

Setelah berjalan begitu lama Alex berbelok kesebuah ruangan, ruangan ini luas sofa - sofa besar berjejer ditengah ruangan sedangkan didinding terdapat sebuah lukisan besar.

Didalam lukisan itu terdapat seorang wanita muda berambut pirang tapi bermata hitam, sebuah tiara disematkan dirambutnya. Senyumannya lebih cerah dibandingkan jutaan bintang-bintang. Gaun yang dipakainya berwarna putih dan bersulam bunga-bunga terlihat sederhana tapi tidak mengurangi kecantikannya.

Disampingnya seorang pria tampan dan gagah merangkul pundaknya. Pria ini berambut hitam dan sebuah mahkota ada diatas kepalanya, matanya berwarna biru, dan senyuman ringan menghiasi bibirnya.

Kedua orang ini pasti mereka, mendiang Raja dan Ratu yang terbunuh di istana ini. Entah mengapa tiba-tiba aku jadi merasa sedih.

"Duduklah disini dulu" kata Alex menyadarkan lamunanku "Aku mau mengambil obat untuk mengobati tanganku".

Aku mengangguk lalu menuju kesofa panjang untuk duduk. Sofa yang aku duduki sangat empuk dan lembut, tidak seperti sofa tua dirumah kami yang setiap kali diduduki selalu mengeluarkan suara, seolah - olah dia sedang protes pada kami dan minta segera diganti.

Rasa nyaman ini membuatku jadi mengantuk hingga tanpa sadar aku pun jatuh tertidur tanpa kusadari.

Saat tidur itu aku bermimpi. Dua orang yang ada didalam lukisan keluar dari gambar, wanita cantik bergaun putih berjalan menghampiriku disofa panjang dan meletakkan kepalaku diatas pangkuannya. Sedangkan pria yang ada disampingnya melingkarkan tangan kirinya dibahu wanita itu dan tangan kanannya dengan lembut membelai kepalaku. Rasanya sangat nyaman hingga membuatku ingin tertidur lebih dalam lagi.

Suara keras benda jatuh mengagetkanku, hingga membangunkan aku dari tidur nyenyakku. Didalam kebingunganku aku melihat seorang wanita setengah tua berdiri didepan pintu sambil menutup mulut dengan kedua tangannya.

Aku duduk dengan linglung, masih berada diantara tidur dan sadar, wanita itu sedang berjongkok membereskan pecahan cangkir dilantai lalu dengan cekatan mengeringkan sisa airnya.

Sesaat kemudian aku baru sadar sedang ada dimana, dan rasa kantukku hilang seketika. Aku baru ingat kalau pada saat ini tidak sedang berada dirumahku sendiri melainkan diistana pelangi. Dasar aku bodoh, bodoh, bodoh. Bisa bisanya aku ketiduran ditempat orang seperti ini, dan itu bukan tempat sembarangan, melainkan sebuah istana.

Wanita tadi mengangkat nampan yang berisi pecahan cangkir lalu pergi meninggalkan ruangan, aku mengikutinya dari belakang, aku harus minta maaf sebelum dia memanggil penjaga untuk menyeretku keluar, akan lebih bagus kalau mereka tidak memukuliku sebelum mengusirku.

Ternyata orang tadi menuju kesebuah ruangan yang terlihat seperti dapur, dia sedang membuang pecahan tadi saat aku mendekatinya.

"Um.. Bibi, aku ingin meminta maaf atas sijapku yang kurang sopan, sungguh aku tidak sengaja ketiduran tadi" kataku gugup.

Wanita itu berbalik lalu tersenyum saat melihatku

"Tidak apa-apa, justru Bibi yang ingin meminta maaf karena sudah mengejutkanmu" wanita itu menunjuk kekursi "Duduklah"

"Tadi, Pangeran Alex mengatakan dia datang bersama dengan temannya jadi Bibi datang membawakan minuman, tapi tangan Bibi terpeleset dan teh yang Bibi bawa pun terjatuh. Maklumlah Bibi sudah semakin tua jadi hal semacam itu biasa terjadi. Nona pasti sangat terkejut ya?, Bibi minta maaf" katanya.