Wanita itu bernama bibi Diana, salah satu pelayan disini. Dulunya ada ratusan pelayan yang bekerja di istana pelangi, dari ratusan pelayan yang bekerja diistana hanya tinggal beberapa saja yang masih bertahan, dan bibi Diana adalah salah satunya.
"Jangan memanggilku nona lagi Bibi, namaku Elliana, Bibi bisa memanggilku Ella" kataku.
"Baiklah Nona Elliana " katanya.
Sepertinya Bibi Diana lupa menghilangkan kata "nona" didepan namaku, seperti yang dia bilang tadi itu mungkin karena dia sudah tua jadi dia pelupa. Aku tidak enak untuk mengingatkannya lagi jadi ku biarkan saja.
"Dimana kau tinggal Nak dan dari keluarga mana kamu berasal?" tanya bibi "Jangan tersinggung, Bibi hanya merasa kagum pada sikapmu yang sopan, tidak seperti putra putri bangsawan yang sering Bibi temui"
Aku menundukkan kepala dan tersenyum malu
"Aku bukan seorang Bangsawan, Bibi" "Aku hanya anak seorang pelayan"
"Pelayan, benarkah?" tanya bibi, dia terlihat terkejut.
"Benar Bibi, mungkin saja Bibi mengenalnya, dulu ibuku juga bekerja disini" kataku.
"Benarkah?" bibi Diana tampak bersemangat "Siapa namanya?"
"Ibuku bernama Sarah, dan Ayahku adalah Henry" aku menyebutkannya.
Senyum bibi membeku, dan dia tertegun untuk waktu yang lama.
"Ada apa denganmu Bibi?" tanyaku. Kenapa ekspresi bibi jadi begitu? aku jadi khawatir jangan-jangan dulu bibi Diana dan ibuku ternyata hubungannya tidak baik, mungkin saja mereka itu saingan atau bahkan musuhan.
Ekspresi bibi selanjutnya membuatku lebih hawatir. Bibi Diana tampak emosional dan matanya berkaca-kaca.
"B_ Bibi..." aku takut berbicara.
"Syukurlah aku menemukanmu" katanya tiba-tiba, sambil datang dan memelukku. "Oh lihatlah sekarang kau sudah tumbuh besar dan menjadi gadis yang sangat cantik". Terkejut aku melihat perubahan emosi pada Bibi Diana.
"Menemukanku, apa maksudnya?"
Bibi menghapus air matanya "Ibumu adalah teman baik ku, sejak dia pergi dari sini Bibi sudah kehilangan kabar darinya, Bibi sangat merindukannya"
Memangnya mereka tidak pernah saling menghubungi? padahal rumah kami kan dekat?, memang sih kalau lewat cara normal jarak antara rumah ku dan istana ini tuh 30 menit dengan menggunakan kendaraan, padahal aku bisa sampai dalam waktu 10 menit dengan berjalan kaki tentu saja dengan lewat jalan rahasia.
"Itu karena kami belum lama kembali dari desa, jadi Ibu pasti belum sempat menghubungi Bibi" kataku.
Apa benar mereka berteman baik? kalau iya mengapa mereka tidak saling memberi kabar?, atau jangan-jangan ibu sudah melupakan Bibi Diana? padahal sudah beberapa bulan kami datang ke Ibukota Arthya. Mungkin saja itu karena kami langsung sibuk sejak kami datang ke kota ini, jadi ibu tidak ingat pada Bibi Diana, waktu pulang nanti aku harus mengingatkan ibu agar pertemanannya dengan Bibi yang baik ini tidak terputus.
"Jadi begitu rupanya, Bibi mengerti" Bibi menepuk nepuk punggung tanganku.
Setelah itu pembicaraan kami berlanjut keacara gosip. Bibi Diana sangat penasaran dengan Aktivitas Alex selama diacademy, seperti seorang nenek yang penasaran dengan tingkah laku cucunya selama disekolah.
"Bibi sangat akrab dengan pangeran Alex ya, apa dia sering menginap disini?"
"Iya, sering" jawab Bibi. "Pangeran Marcello, ayahnya Alex adalah sahabat mendiang Ratu. Beliau sering membawa istri dan putranya kesini"
"Semenjak kematian Ratu, pangeran Marcello dan keluarganya sering datang kesini untuk membantu dan memeriksa keadaan. Kami sangat berterima kasih atas hal itu"
"Semenjak kecil hubungan mendiang Ratu dan Pangeran Marcell sangat baik, banyak orang mengira bila sudah besar nanti mereka pasti akan bersama. Siapa yang menyangka saat sudah dewasa mereka malah menikah dengan orang yang berbeda". Bibi Diana mengenang masa lalu, dan senyum samar muncul diwajahnya.
Yah.. jodoh manusia memang tak ada yang bisa menebak. Dulu di Oktus ada seorang gadis yang sangat terkenal dengan sebutan Bunga desa. Banyak pemuda tampan yang mengejarnya, siapa sangka pada akhirnya tak ada satupun dari para pemuda itu yang berhasil mendapatkannya. Sang Bunga desa pada akhirnya malah menikah dengan seorang duda.
Saat sedang asik asiknya mengobrol tiba-tiba Alex muncul didapur.
"Disini kau rupanya, aku mencarimu diruang tamu tadi" kata Alex "Ini sudah sore, apa kau tidak ingin pulang?"
"Oh ya ampun, karena keasikan mengobrol aku jadi lupa waktu. Aku harus pulang sekarang Bibi" kataku sambil buru-buru berdiri.
"Sering seringlah datang untuk mengunjungi Bibi disini ya?, lain kali bawalah ibumu juga" kata bibi Diana.
"Baiklah Bibi" jawabku senang. Itu artinya lain kali waktu datang aku tak perlu lewat lubang anjing lagi.
Alex mengantarku menggunakan mobilnya, yah aku terima saja lagi pula aku tidak mau dia melihatku keluar lewat lubang anjing, itu akan memalukan.
Alex menyuruhku duduk dikursi depan disamping kursi pengemudi. Karena dia bilang "Aku bukan supirmu".
Begitu Alex memasuki mobil dia menyerahkan sebuah bungkusan padaku, aku bertanya padanya benda apa itu? tapi dia bilang kalau benda itu adalah milikku yang terjatuh, lalu kuputuskan untuk membukanya nanti dirumah.
Sebelum mobil berjalan Alex menyuruhku memakai sabuk pengamanku, tapi bagaimana aku bisa memakainya, seumur umur aku belum pernah memakai yang namanya sabuk pengaman.
Melihatku kebingungan Alex tersenyum lalu meledek " Ternyata ada juga yang tidak kau bisa ya?!" ujarnya.
Lalu Alex menawarkan untuk membantuku memasang sabuk pengaman. Aroma wangi bersih menyerbu hidungku saat dia mendekat, tampaknya dia baru saja mandi.Tak tahu kenapa detak jantungku menjadi cepat ketika jarak diantara kami semakin sedikit.
Ketika sampai dirumah aku membawa bungkusan yang diberikan Alex kekamar lalu membukanya. Didalam bungkusan terdapat kotak kecil persegi panjang yang terbuat dari kayu yang diukir, waktu kubuka ternyata adalah sebuah tusuk rambut.
Tusuk rambut itu terbuat dari kristal, dibagian bawahnya ditutupi dengan sesuatu seperti emas, sedang dibagian atas ada bunga indah yang setiap bagiannya ditempeli dengan permata.
Aku ingat benda ini, ini kan tusuk rambut yang waktu kecil kugunakan untuk menusuk tangan kirinya Alex. Jadi selama ini berada ditangan Alex? mungkin saja pada awalnya dia ingin menggunakan benda ini sebagai bukti kejahatanku, lalu kenapa sekarang dia mengembalikannya padaku?, apa ini bisa diasumsikan kalau Pangeran Alex sudah memaafkanku?.
Aku ambil ponselku dari dalam laci lalu aku mengirim pesan pada Alex, "Terima kasih". Sesingkat itulah kata yang kukirimkan, padahal pada awalnya banyak yang ingin kukatakan dalam pesan, tapi pada akhirnya aku tak bisa mengirimnya. Ini adalah ucapan terima kasih pertama yang kuucapkan setelah dia membantuku, memberi ponsel padaku, dan mengembalikan tusuk rambut kesayangan ibuku.
Setelah makan malam aku menunjukkan tusuk rambut itu pada ibuku. Ibu terlihat sangat senang menerimanya, dia mengusapnya seperti sedang mengusap bayinya sendiri, ibu juga memandanginya dari atas kebawah depan kebelakang, seperti sedang memeriksa apakah ada permata yang terlepas dari tempatnya atau tidak.
"Dimana kau menemukannya Ella?, bukannya waktu itu kau bilang benda ini sudah hilang?" tanya ibu.
"Itu Alex temannya putri sandrina dia yang menemukannya, waktu aku bilang kalau benda ini milik Ibu dia langsung mengembalikannya".
Rasanya lucu sekali melihat ibu memeluk benda itu, lalu tiba-tiba Ibu meraih tanganku lalu memberikan tusuk rambut kepadaku " Tolong kamu simpan tusuk rambut ini untuk ibu ya, kamu jaga dengan baik" kata ibu.