Chereads / ASTREA / Chapter 13 - jalan rahasia

Chapter 13 - jalan rahasia

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul delapan pagi, waktu kak Romero masuk kedalam kamarku sambil membawa segelas susu hangat.

"Rom - Rom kenapa kau masih dirumah, sekarang kan sudah hampir siang?" tanyaku sambil sibuk memilih pakaian yang akan aku pakai hari ini.

"Hari ini adalah hari liburku" jawabnya sambil duduk diatas ranjangku.

Melihatku yang sedang sibuk dia bertanya.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

Aku menoleh "Apalagi? tentu saja memilih pakaian yang akan kupakai hari ini ke academy"

"Tidak bisa Ella, kau tidak boleh pergi kesana hari ini" kata kak Romero.

Duh mulai lagi deh, pasti dia mau melarangku ke sekolah karena kejadian kemarin.

"Tapi kak aku harus ke sekolah, aku bosan berada dirumah terlalu lama, aku tidak mau ketinggalan pelajaran." kataku

"Tidak, kau tidak bisa pergi hari ini, lagi pula kau masih belum sehat" kata kakakku tegas.

Aku agak kesal karena nya, tapi aku tidak boleh membuat kakakku marah jika tidak dia akan menceritakan kehadian diacademy kemarin pada ibu dan aku mungkin takkan bisa ke academy lagi untuk selamanya.

"Siapa bilang aku masih belum sehat, aku sudah sembuh sekarang. Kakak tahu kan kemampuan penyembuhanku yang cepat" kataku sambil menepuk - nepuk bekas luka di lengan kiriku.

"Kau tetap tidak boleh pergi!"

"Kenapa kakak???" suaraku meninggi karena kesal.

"Karena ini hari minggu" jawab kak Romero dengan tersenyum.

Seketika aku melongo menatap kakak. Bodohnya aku, bagaimana aku bisa lupa kalau hari ini hari minggu?!. Sepertinya benturan dikepalaku kemarin membuatku berubah jadi idiot seketika.

Melihat ekspresi bodoh ku kak Romero yang tadinya tersenyum seketika jadi tertawa terbahak - bahak, dan aku pun jadi ikut tertawa bersamanya.

Mendengar suara kami tertawa ibu membuka pintu kamarku, "Wah, wah, wah.. ada apa ini, apa yang sudah ibu lewatkan?" ibu penasaran.

Tapi bagaimana kami bisa menjawab, karena kami masih sibuk tertawa dan belum bisa berhenti. Akhirnya tak ada satu pun yang menjawab pertanyaan ibu, dan ibu pun jadi tambah bingung.

Matahari sudah condong kebarat waktu aku berada ditaman istana pelangi.

Kak Romero sedang tidur siang, sedangkan ibu belum kembali dari mengantarkan makan siang ke tempat kerja ayah. Aku gunakan kesempatan ini untuk pergi mengunjungi Awan, sudah lama aku belum mengunjunginya lagi.

Setelah memberi makan Awan dengan biskuit, aku bermain sebentar dengannya.

"Awan, kau.. tinggal disini bersama siapa?" tanyaku, sambil mengusap - usap kepala Awan.

"Orang tuamu ada dikolam ini juga?" Tentu saja aku tahu kalau aku tidak akan menerima jawaban dari kura-kura ini, tapi dengan bodohnya aku tetap bertanya.

Seekor kupu - kupu bewarna emas terbang melintas disekitar kolam, setelah itu Kupu - kupu itu terbang ke arah selatan. Tak jauh dari sana bunga berwarna - warni tumbuh dengan liar tak terawat dan disekitarnya terbang banyak kupu - kupu beraneka warna. Karena tertarik pada keindahan itu tanpa terasa aku berjalan mendekat.

Di taman bunga itu terdapat sebuah paviliun batu, ditengah paviliun ada sebuah meja batu dan dikelilingi oleh beberapa kursi batu kecil. Aku jadi membayangkan sedang duduk di paviliun, menikmati secangkir teh hangat ditemani beberapa kue kering sambil menikmati pemandangan yang indah ini, sepertinya itu sangat sempurna.

Sayang sekali kursi dan lantai paviliun batu sangat berlumut sekarang, kalau tidak pasti paviliun itu sangat cantik.

Saat sedang asiknya memandangi paviliun tiba - tiba seseorang menepuk pundakku, karena terkejut aku nyaris saja melompat. Ternyata orang yang menepuk pundakku itu adalah Alex. Dia lagi? kenapa orang ini selalu saja tahu kalau aku sedang ada di taman ini?, memangnya dia sedang magang sebagai penjaga istana atau bagaimana?, aku tidak yakin kata "penjaga" itu cocok untuknya, aku rasa kata "pengacau" itu lebih cocok.

"Apa kau tidak bisa muncul tanpa mengagetkan aku?" huff, aku menepuk dadaku dengan tangan kananku coba untuk menenangkan jantungku. Melihatku terkaget kaget Alex malah tersenyum puas.

"Sedang apa kau disini? ku fikir kau masih sakit" kata Alex, sambil berjalan menuju paviliun.

"Aku terlalu bosan hanya berdiam diri dirumah, jadi aku mengunjungi Awan" jawabku malas. Saat itu aku teringat perkataan Violet tentang Alex yang menggendongku ke rumah sakit, tiba-tiba wajahku jadi terasa panas.

"Bagaimana denganmu, kenapa kau ada disini hari ini?" tanyaku.

"Aku menginap disini" jawabnya. "Aku tidak seperti seseorang yang suka menyusup kerumah orang sembarangan" sambungnya.

Baiklah, aku kalah, akulah penjahatnya disini kau puas??

"Memangnya kau tak takut menginap disini?, rumornya istana ini kan berhantu" tanyaku.

"Aku tak pernah melihat hantu selama disini, kalau pun ada hantu kaulah hantunya" jawabnya sambil menunjuk mukaku.

Aku menyipitkan mataku dan memandangnya dengan dingin, ku coba menahan dorongan hatiku untuk maju dan menggigit jarinya itu hingga putus.

Alex memandangi meja dan kursi batu paviliun dari dekat, mengelus meja lalu membersihkan salah satu kursi batu dan duduk diatasnya.

"Sayang sekali paviliun yang bagus jadi seperti ini" kataku.

"Kau benar" kata Alex. Tentu saja, aku kan memang selalu benar.

"Sepertinya aku harus menanggil orang untuk membersihkannya nanti" katanya.

Aku ikut mendekat kepaviliun, ketika sudah dekat aku melihat ukiran dimeja batu, itu sangat indah. Penasaran akan sampai dimana ukiran itu, aku berjongkok dan memperhatikan bagian bawah meja juga. Pada saat itu aku melihat sebuah tombol kecil dibawah meja, tak menunggu lama aku tekan tombol itu lalu tiba - tiba meja berderit dan bergeser. Sebuah lubang terbentuk tepat dibawah meja yang ditinggalkan.

Aku dan juga Alex sangat terkejut, sangking terkejutnya aku sampai jatuh terduduk di lantai paviliun, tampaknya dia juga tidak mengetahui tentang keberadaan lubang didepan kami itu.

"Apa ini?" tanyaku, masih merasa syok.

"Aku juga tidak tahu" jawabnya jujur.

Setelah duduk dilantai selama beberapa saat akhirnya aku mencoba untuk berdiri, tapi karena lantai yang berlumut dan licin kakiku terpeleset. Demi mencoba menyelamatkan diri sebelum jatuh tanganku sempat mencoba meraih sesuatu, pada saat itu Alex mengulurkan tangannya untuk coba menolongku, tapi pada akhirnya kami berdua malah jatuh kedalam lubang.

Ternyata jatuh kedalam lubang tidak terlalu sakit, dan pada saat membuka mata aku baru tahu alasannya, itu karena aku terjatuh tepat diatas tubuh Alex. Aku terkejut dan mencoba bangun dengan cepat, tapi setelah itu aku melihat Alex masih belum bergerak juga. Oh tidak, apa Alex pingsan? tidak mungkin kan Alex mati cuma gara - gara berat badanku?.

"Pangeran Alex apa kau baik - baik saja?"

"Ukh... " rintihnya "Kepalaku sakit" katanya sambil mencoba untuk duduk, sebelah tangan memegangi kepalanya.

Aku jadi merasa bersalah "Maaf, kau jadi jatuh karena aku" kataku mencoba membantunya bangun.